JAKARTA, KOMPAS--Kendati secara umum melambat, namun pengelolaan aset properti terkait industri layanan dan keramah-tamahan atau hospitality masih menjanjikan pertumbuhan. Peluang selalu terbuka asal sesuai dengan kebutuhan milenial dan mengadopsi teknologi.
Pelambatan pertumbuhan sektor properti yang mulai terjadi pada akhir 2014, masih berlangsung hingga kini. Meskipun belum kembali ke titik normal, namun dalam 2 tahun terakhir mulai terlihat sentimen positif pada sektor properti, antara lain untuk perkantoran dan apartemen.
“Apartemen selama ini didominasi segmen menengah dan menengah ke bawah. Saat ini mulai muncul produk segmen menengah atas. Artinya sudah mulai ada kepercayaan,” kata Managing Partner PT Coldwell Banker Advisory Tommy H Bastamy dalam “Property Outlook 2020: Manajemen Properti Berbasis Teknologi”, Rabu (18/12/2019), di Jakarta.
Profil dan permintaan di sektor properti bergeser. Perkantoran yang semula diserap perusahaan di bidang minyak dan gas serta pertambangan, bergeser ke perusahaan berbasis teknologi. Akibatnya, kontribusi perusahaan berbasis teknologi di bisnis perkantoran meningkat, dari 12 persen pada 2017 menjadi 50 persen pada tahun ini.
Sejalan dengan itu, kebutuhan ruang, baik untuk hunian maupun usaha, terus bertambah seiring membesarnya kelompok milenial. Produk pun mengakomodasi kebutuhan generasi ini agar laku. Tren ini diperkirakan terjadi di masa mendatang.
Country Manager rumah123.com Maria Herawati Manik menyampaikan, meskipun secara umum melambat, namun ada tren positif di sektor properti. Permintaan rumah seharga Rp 1,5 miliar sampai dengan Rp 3 miliar naik 3 persen. Adapun permintaan rumah dengan harga di atas Rp 3 miliar naik 7 persen.
Menurut Maria, pasar mulai melihat, di lokasi tertentu yang diminati, harga di bawah Rp 1,5 miliar tidak lagi relevan. Adapun lima daerah yang banyak diminati adalah Bintaro, Kelapa Gading, Cibubur, Kemang, dan Serpong.
Saat ini, kata Maria, semakin banyak orang yang memanfaatkan teknologi informasi atau internet untuk mencari properti. Selain itu, waktu yang dihabiskan untuk melihat atau mencari properti juga semakin lama.
Dalam konteks generasi milenial yang semakin besar, akademisi di Bidang Teknologi Informasi, Marsudi Wahyu Kisworo, berpandangan, hal ini mesti diantisipasi sektor properti. Kemauan dan keinginan generasi milenial ini mesti dipelajari, termasuk dengan menerapkan teknologi dalam properti, misalnya untuk pemasaran.
“Perusahaan properti harus mulai mengadopsi teknologi. Jadi, sudah punya aset, maka tinggal ditambah teknologi agar bisa berkompetisi,” kata Marsudi.
Ketua Asosiasi Real Estat Broker Indonesia (AREBI) Lukas Bong berpandangan, meskipun sektor properti menghadapi banyak tantangan, namun, permintaan properti akan selalu ada. Meski di satu sisi terjadi kelesuan, namun di sisi lain ada pengembang yang meluncurkan produk properti yang menyasar segmen tertentu dan laku.
“Jadi kita melihat kelesuan properti di segmen apa dulu? Masih tetap adanya peluncuran produk ke pasar menandakan pasar masih cukup kuat,” ujar Lukas.
Menurut Lukas, teknologi harus dirangkul. Saat ini sudah tersedia beberapa platform pemasaran properti yang menyediakan informasi mengenai berbagai jenis properti. Pemanfaatan teknologi selaras dengan pasar yang saat ini semakin didominasi generasi milenial.
Namun, di sisi lain, pelaku usaha properti atau pengembang sudah harus menyediakan produk yang sesuai selera generasi milenial. Jenis produk tidak sebatas hunian, namun juga tempat kerja bersama yang tengah menjamur.
Peluang
CEO dan Country Sales Head OYO Indonesia, Andreas Agung Hendrawan, menyampaikan, berdasarkan pengalaman OYO Indonesia, industri keramah-tamahan terus berkembang, baik secara global maupun di Indonesia.
Di Indonesia, pencarian paling banyak adalah hotel bujet. Hal itu membuka peluang bagi pemilik properti untuk menyewakan propertinya dengan memanfaatkan teknologi digital.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memastikan, pemerintah memandang sektor properti sangat penting. Sebab, sektor properti memiliki dampak berganda yang besar. Oleh karena itu, pemerintah akan memberikan dukungan, seperti melalui insentif fiskal untuk mendorong sektor properti.
“Total insentif berupa pajak penghasilan (PPh) tidak dipungut itu sampai Rp 5,7 triliun. Kalau sektor properti makin berkembang maka total insentif pasti akan naik,” katanya. (NAD)