Pencapaian prestasi Olimpiade seharusnya menjadi acuan utama pembinaan olahraga. Cabang induk seperti atletik, renang, dan senam, perlu mendapat prioritas anggaran pelatnas.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Cabang induk olahraga seperti senam, atletik, dan renang, harus masuk dalam prioritas anggaran pelatnas Kemenpora untuk pencapaian prestasi pada Olimpiade. Pembagian kluster olahraga sedianya tidak hanya mengacu pada pemerataan pembinaan cabang olahraga dan pencapaian prestasi di tingkat regional semata.
Hal itu terungkap dalam seminar kajian strategis penyusunan peta jalan peningkatan prestasi olahraga yang diselenggarakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas di Jakarta, Rabu (18/12/2019). Hadir dalam diskusi antara lain Deputi Bappenas Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Subandi Sardjoko, Ketua Umum Olimpian Indonesia Yayuk Basuki, dan Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Bappenas Woro Srihastuti Sulistyaningrum.
Yayuk Basuki mengatakan, perlu ada peninjauan ulang dalam sistem pembagian kluster olahraga Kemenpora. ”Hanya ada tiga cabang penyumbang medali Olimpiade, yaitu bulu tangkis, angkat besi, dan panahan. Ini harus menjadi prioritas anggaran pertama. Di bawahnya, harus diisi oleh mother of sports, seperti senam, atletik, dan renang. Tidak bisa lagi anggaran dibagi rata kepada semua cabang olahraga,” katanya.
Mulai tahun ini, Kemenpora membagi cabang dalam empat kluster untuk penyaluran anggaran bantuan pelatnas. Kluster pertama berisi cabang peraih medali Olimpiade, yakni bulu tangkis dan angkat besi. Kluster kedua diisi sembilan cabang peraih emas Asian Games 2018, seperti dayung dan taekwondo.
Sepuluh cabang olahraga dengan prestasi emas SEA Games masuk kluster ketiga, termasuk panahan, renang, senam, dan atletik. Adapun 33 cabang lain masuk kelompok keempat.
Dengan sistem ini, renang yang hanya mendapat satu emas pada SEA Games 2019 kemungkinan besar bertahan di kluster ketiga. Tanpa tambahan anggaran, maka prestasi renang akan semakin sulit tercapai pada SEA Games mendatang.
Belum ideal
Yayuk menjelaskan, saat ini perhatian pemerintah terhadap peningkatan prestasi olahraga lebih baik. Namun, untuk mencapai prestasi di tingkat dunia dibutuhkan fokus dan penyusunan skala prioritas terhadap pembinaan olahraga.
Untuk dukungan anggaran bulu tangkis sebesar Rp 15 miliar, misalnya, masih jauh dari ideal. Padahal, bulu tangkis adalah satu-satunya cabang yang berpengalaman menyumbang emas Olimpiade.
Selain perhatian pada cabang olahraga prioritas, perlu pendampingan khusus untuk memastikan pelatnas berjalan sesuai target. Meloloskan atlet ke Olimpiade, menurut Yayuk, tidak cukup dengan persiapan setahun atau dua tahun.
Subandi Sardjoko menyebutkan, pemerintah telah menyusun Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Dalam rancangan tersebut, ada sepuluh cabang prioritas berbasis Olimpiade yang menjadi fokus perhatian pemerintah. Cabang itu adalah bulu tangkis, angkat besi, panahan, atletik, senam, renang, panjat tebing, taekwondo, dayung, dan balap sepeda.
Kesepuluh cabang olahraga itu dipilih berdasarkan peluang mencapai target dua keping emas pada Olimpiade Tokyo 2020 dan Paris 2024.
Setelah ada sepuluh cabang olahraga prioritas, pemerintah akan menurunkan kebijakan hingga tingkat dasar, mulai dari sekolah dan sentra pelatihan olahraga. Penyusunan prioritas anggaran itu diperlukan karena pencapaian prestasi olahraga Indonesia sejak pertama kali ikut Olimpiade masih fluktuatif, bahkan cenderung turun dalam 20 tahun terakhir.
Ketertinggalan Indonesia juga terlihat dari hasil Asian Games. Meskipun menempati peringkat keempat, hanya 12 dari 31 keping emas yang didapatkan berasal dari cabang Olimpiade.
”Tanpa transformasi serius, olahraga Indonesia tidak akan berkembang. Kita mengajukan diri sebagai tuan rumah Olimpiade 2032. Melihat pencapaian prestasi yang cenderung turun, dibutuhan pembinaan yang menyeluruh,” katanya.
Woro mengatakan, kebijakan olahraga belum berkesinambungan. Kurikulum olahraga di sekolah belum bersinergi dengan kebutuhan prestasi. Pembinaan olahraga di Sekolah Khusus Olahraga dan Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar belum sepenuhnya mengarah ke prestasi Olimpiade.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PRSI Wisnu Wardhana mengatakan, banyak hal yang berubah dari pembinaan olahraga renang masa kini dengan 10-20 tahun lalu. Pembinaan renang tak hanya memperhatikan program latihan, tetapi juga harus memperhatikan nutrisi, strengh and conditioning, dan psikologi. “Dalam hal ini, kita masih tertinggal dengan negara-negara lain. Jangankan di tingkat Asia, di Asia Tenggara saja kita tertinggal dari Singapura dan Vietnam,” ujarnya.
Ketertinggalan itu, menurut Wisnu, karena persoalan klasik yaitu masalah dana. Untuk pembinaan nomor renang saja, alokasi anggaran Indonesia masih sepersepuluh dari total alokasi anggaran renang di Singapura.
“Singapura mengalokasikan anggaran besar di renang karena mereka tahu cabang ini bisa menyumbangkan minimal 20 keping emas SEA Games. Belum lagi dari nomor akuatik lainnya, seperti loncat indah,” kata dia.