Jusuf Kalla: Perbanyak Riset Perguruan Tinggi Berdaya Guna
Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 Republik Indonesia Jusuf Kalla meminta perguruan tinggi di Indonesia memperbanyak riset untuk mendorong kemajuan berbagai aspek kehidupan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Wakil Presiden ke-10 dan 12 Republik Indonesia Jusuf Kalla meminta perguruan tinggi di Indonesia memperbanyak riset untuk mendorong kemajuan berbagai aspek kehidupan. Perguruan tinggi juga diharapkan memperkuat sinergi dengan dunia usaha demi hilirisasi hasil-hasil riset.
”Dalam kondisi hari ini, perguruan tinggi perlu lebih banyak riset,” kata Kalla seusai menerima Anugerah Hamengku Buwono (HB) IX dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (19/12/2019), di Grha Sabha Pramana UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Anugerah HB IX adalah penghargaan yang diberikan UGM kepada tokoh-tokoh dengan jasa besar di berbagai bidang. Nama penghargaan itu diambil dari nama Sultan Hamengku Buwono IX yang merupakan Raja Keraton Yogyakarta era 1940-1988, sekaligus tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kalla dipilih sebagai penerima anugerah itu karena jasa-jasanya dalam bidang sosial kemasyarakatan.
Pemberian Anugerah HB IX kepada Jusuf Kalla itu sekaligus menjadi puncak peringatan Dies Natalis Ke-70 UGM. Dalam kesempatan itu, diberikan pula penghargaan lain bernama Anugerah UGM kepada dua orang, yakni Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo serta Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan UGM Murdijati Gardjito.
Kalla menyatakan, saat ini, dunia mengalami perubahan besar dalam berbagai bidang karena kemajuan teknologi. Salah satu dampak perubahan ialah kemudahan mendapatkan pengetahuan melalui teknologi. Oleh karena itu, perguruan tinggi juga mesti merespons perubahan tersebut dengan baik.
Menurut Kalla, salah satu yang harus dilakukan perguruan tinggi untuk merespons perubahan itu adalah memperbanyak riset. Dengan memperbanyak riset, perguruan tinggi bisa memiliki keunggulan dibandingkan dengan perguruan tinggi lain.
”Pengajaran yang biasa itu dengan mudah diperoleh melalui berbagai media. Karena itulah yang penting adalah riset,” ujarnya.
Di sisi lain, Kalla menambahkan, riset yang dilakukan perguruan tinggi juga penting untuk menghadirkan kemajuan. Dia mencontohkan, berbagai produk teknologi yang dihasilkan perusahaan-perusahaan di kawasan Silicon Valley, Amerika Serikat, juga didukung riset yang dilakukan sejumlah perguruan tinggi di sana.
Hal ini karena riset yang dilakukan perguruan tinggi tentu memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan penelitian pihak lain. ”Tanpa perguruan tinggi, riset yang dilakukan tidak akan mendalam,” ujar Kalla.
Selain memperbanyak riset, perguruan tinggi juga diminta untuk menguatkan kerja sama dengan dunia usaha. Menurut Kalla, kerja sama dengan dunia usaha penting agar hasil-hasil riset bisa diimplementasikan menjadi produk berdaya guna.
”Fungsi perguruan tinggi adalah melakukan riset, nanti dunia usaha yang mengimplementasikan riset itu,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan, perguruan tinggi mesti mengubah orientasi pendidikannya. Perubahan orientasi itu bisa dilakukan dengan lebih memberikan ruang bagi mahasiswa untuk memilih dan mengembangkan potensi dan kompetensinya, termasuk melalui program magang dan pendampingan dari dunia industri.
Perubahan orientasi itu, menurut Panut, harus dilakukan sebagai respons terhadap perubahan di level global saat ini. Hal ini karena perubahan tersebut kemudian melahirkan beragam tantangan yang mesti direspons dengan baik oleh berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi.
”Kita sadar bahwa dunia global saat ini semakin dinamis, dengan perubahan yang semakin cepat, semakin masif, semakin sulit diprediksi, dengan tantangan yang semakin beragam dan kompleks di semua lini kehidupan kita,” ujar Panut.
Di tengah perubahan yang tengah terjadi itu, Panut menyatakan, perguruan tinggi harus tetap menjalankan peran sebagai lembaga yang mendidik sumber daya manusia (SDM) unggul. Namun, agar peran tersebut bisa dijalankan dengan baik, perguruan tinggi mesti lebih dulu merespons perubahan.
”Diperlukan pemecahan masalah yang dilakukan secara inovatif, cepat, responsif, fleksibel, antisipatif, dan adaptif terhadap perubahan dan disrupsi, tidak terkecuali pada penyelenggaraan pendidikan tinggi,” kata Panut.
Sementara itu, Guru Besar Antropologi UGM Paschalis Maria Laksono mengatakan, untuk menghadapi perubahan saat ini, program pendidikan pascasarjana di perguruan tinggi juga butuh perubahan. Ia menyebut, pendidikan pascasarjana perlu diintegrasikan dengan pusat-pusat studi yang dimiliki perguruan tinggi agar dosen dan mahasiswa bisa menghasilkan lebih banyak riset.
”Bersama mahasiswa pascasarjana, dosen dapat lebih leluasa berkiprah menghasilkan penelitian unggulan yang tidak hanya bermanfaat secara keilmuan, tetapi juga terasa kemanfaatannya bagi segenap lapisan masyarakat Indonesia,” ujar Laksono.