Kurangnya pengalaman berlomba memengaruhi penampilan peloncat indah Indonesia pada SEA Games 2019 Filipina. Mengikuti uji coba penting untuk menguji mental bertanding atlet.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dengan hanya mengirim tiga atlet di SEA Games Filipina 2019, tim loncat indah Indonesia belum mencapai hasil maksimal. Hasil ini menjadi pelajaran berharga untuk atlet dan pelatih, terutama tentang pentingnya uji lomba sebelum menjalani kejuaraan penting.
Atlet loncat indah Tri Anggoro Priambodo mengatakan, minimnya uji coba memengaruhi penampilannya di Filipina. ”Saya merasa tegang karena belum menguasai situasi lomba,” katanya di Stadion Aquatik GBK, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Pada SEA Games 2019, Anggoro tampil pada nomor papan 3 meter sinkronisasi putra berpasangan dengan Putra Adityo. Duet ini menempati peringkat keempat dengan nilai 318.69. Peraih medali emas adalah Ooi Tze Liang dan Chew Yiwei (Malaysia) dengan nilai 398.16. Perak direbut Juntaphadawon Chawanwat dan Marksin Thitipoom (Thailand) dan atlet Singapura, Lee Han Kuan Timothy dan Lee Han Ming Mark meraih perunggu.
Selain Anggoro dan Putra Adityo, Indonesia juga mengirimkan Andriyan ke SEA Games. Andriyan menempati peringkat kelima nomor papan 1 meter, dan Putra menempati posisi kedelapan nomor yang sama.
Anggoro mengatakan, hal paling mendebarkan adalah penyesuaian terhadap papan. ”Saya khawatir papan terlalu condong ke bawah, atau melengkung, atau berdiri terlalu di ujung. Akhirnya hal itu mempengaruhi penampilan saya tidak bisa luwes saat meloncat,” ujarnya.
Selain itu, Anggoro dan kawan-kawan tidak punya waktu cukup untuk beradaptasi dengan arena lomba. Rencana latihan di Pusat Akuatik New Clark City harus tertunda oleh angin topan Kammuri. Akhirnya ketiganya hanya bisa berlatih satu kali sebelum bertanding.
Penampilan di SEA Games 2019, menurut Anggoro memberi pelajaran berharga. “Saya harus lebih giat berlatih lagi. Sebelum ke SEA Games, saya sudah berlatih selama tiga bulan di China, tetapi rasanya masih kurang. Setelah ini, harus lebih giat berlatih,” katanya.
Mental
Pelatih kepala tim loncat indah Indonesia Harly Ramayani mengatakan, uji coba berlomba di luar negeri sangat penting untuk melatih mental atlet. ”Untuk teknik dan fisik, saya kira atlet-atlet Indonesia tidak punya kendala. Tetapi, mental berlomba itu harus diasah dengan mengikuti sebanyak-banyaknya kejuaraan,” kata dia.
Harly menjelaskan, idealnya atlet loncat indah mengikuti minimal tiga uji lomba di luar negeri. Namun, keterbatasan anggaran membuat Aditya Putra dan kawan-kawan hanya sempat tampil pada satu kejuaraan di Malaysia sebelum SEA Games bergulir. Hal itu yang membuat mental berlomba atlet dirasa masih kurang saat menghadapi persaingan di Asia Tenggara.
Di samping itu, nomor perlombaan juga berkurang dari 13 pada SEA Games 2017 menjadi hanya empat nomor pada SEA Games 2019. Nomor menara yang menjadi harapan medali Indonesia tidak dimainkan di Filipina. Hal itu, menurut Harly, cukup merugikan tim “Merah Putih”.
Pada Kejuaraan Akuatik Indonesia Terbuka 2019, Anggoro yang tampil mewakili DKI Jakarta meraih medali perak setelah mengumpulkan nilai total 334,00. Ia berada satu tingkat di bawah atlet Jatim, Aldiansyah Putra Rafi, yang mengumpulkan nilai total 337,90. M Ridho Akbar (Sumsel) meraih perunggu dengan nilai total 332,30.
Anggoro tampil cukup meyakinkan pada loncatan pertama dengan meraih nilai tertinggi yaitu 69,75. Saat itu Aldiansyah memperoleh nilai 50,70. Namun, pada loncatan kedua dan keempat, Anggoro kalah karena melakukan gerakan dengan faktor kesulitan yang lebih rendah dari lawannya.
Menurut Harly, faktor kesulitan sangat memengaruhi penilaian atlet. “Kalau faktor kesulitannya lebih rendah, nilainya juga rendah. Selain itu, kaki Anggoro sempat bergoyang juga ketika meloncat. Ini mempengaruhi penilaian,” ujarnya.