Terdapat 21,84 juta penyandang disabilitas yang belum mendapat haknya sebagai warga negara dan karenanya belum berpartisipasi penuh bersama warga lain.
Oleh
·2 menit baca
Jumlah warga negara penyandang disabilitas cukup besar, 8,56 persen dari jumlah penduduk, berdasarkan data Survei Penduduk Antarsensus Badan Pusat Statistik pada 2015.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menetapkan lima jenis disabilitas: fisik, mental, sensorik, intelektual, dan ganda. Mereka menjadi penyandang disabilitas karena dalam jangka waktu lama saat berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lain berdasarkan kesamaan hak.
Undang-undang tentang penyandang disabilitas sudah mengakui sebagian besar penyandang disabilitas dalam kondisi rentan, terbelakang, dan/atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan, hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas.
Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat dan merasakan masih adanya diskriminasi terhadap penyandang disabilitas. Mereka juga mendapat stigma serta penstereotipan sehingga terhambat dalam beraktivitas sehari-hari.
Meskipun perhatian pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat umum terhadap penyandang disabilitas dari waktu ke waktu membaik, perhatian tersebut belum memadai untuk memfasilitasi kebutuhan mereka.
Karena kondisi mereka, penyandang disabilitas memiliki kebutuhan berbeda dibandingkan dengan masyarakat umum. Dalam mengakses layanan publik, misalnya, baru sebagian kecil trotoar menyediakan penanda jalan bagi penyandang tunanetra dan penyandang disabilitas fisik yang memerlukan kursi roda.
Begitu pula bangunan publik, mulai dari kantor pemerintahan hingga pusat perbelanjaan, baru sebagian yang memiliki fasilitas memadai untuk penyandang disabilitas.
Sebagian penyandang disabilitas potensinya tidak dapat berkembang penuh karena tidak tersedia fasilitas pendidikan yang dapat mereka akses. Situasi ini dapat menyebabkan mereka kehilangan kesempatan mendapatkan pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi dengan dampak kehilangan kesempatan memasuki dunia kerja yang dapat meningkatkan harkat hidup dan harga diri mereka. Sebagai bangsa, kita juga kehilangan potensi sumbangan sosial dan ekonomi para penyandang disabilitas.
Banyak hal harus dilakukan pemerintah, terutama pemerintah daerah di tingkat provinsi hingga kabupaten dan kota, agar penyandang disabilitas tidak mengalami diskriminasi. Hal yang mendesak adalah tersedianya data rinci terpilah berdasarkan jenis disabilitas, usia, alamat, tingkat pendidikan dan ekonomi, serta jender.
Data terpilah tersebut menjadi dasar menyusun kebijakan pemerintah memenuhi hak asasi kaum disabilitas dalam mengembangkan potensi mereka.