Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko mengakui, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Harry Prasetyo pernah menjadi Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden.
Oleh
Khaerudin
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko mengakui, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Harry Prasetyo pernah menjadi Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis di Kantor Staf Presiden. Moeldoko menyatakan tak mengetahui jika Harry diduga terlibat dalam masalah gagal bayar klaim yang membelit Asuransi Jiwasraya saat ini.
Menurut Moeldoko, saat ini tidak ada lagi nama Harry di Kantor Staf Presiden. Mantan Panglima TNI ini mengakui bahwa saat merekrut Harry sebagai tenaga ahli utama di Kantor Staf Presiden, bagian sumber daya manusia (SDM) Kantor Staf Presiden tak sempat mengecek latar belakang yang bersangkutan ataupun masalah yang tengah menimpa Jiwasraya.
Saat berkunjung ke Kantor Redaksi Kompas, Rabu (19/12/2019) sore, Moeldoko mengungkapkan, Jiwasraya bermasalah sejak 2006. Namun, setelah itu, menurut dia, tak pernah ada kabar soal gonjang-ganjing di perusahaan asuransi milik negara ini. Karena itulah menurut Moeldoko, saat Kantor Staf Presiden merekrut Harry sebagai tenaga ahli utama, praktis tak ada kabar soal bermasalahnya Jiwasraya.
”Masyarakat perlu memahami situasinya secara utuh melihat masalah itu. Memang Jiwasraya kasus itu muncul pada 2006. Selanjutnya, kami tidak melihat ada gejolak. Terus tahu-tahu munculnya akhir-akhir ini. Memang Pak Harry Prasetyo setelah dia keluar dari Jiwasraya, kami ambil untuk tenaga ahli di bidang keuangan. Selanjutnya, munculnya peristiwa sekarang ini, kami tidak tahu bahwa yang bersangkutan itu terlibat dengan urusan itu,” ujar Moeldoko.
Menurut Moeldoko, Harry direkrut sebagai tenaga ahli utama pada Mei 2018. Saat itu, menurut Moeldoko, dirinya sama sekali tak tahu kalau Harry bermasalah di Jiwasraya. ”Pada bulan Mei 2018 kami rekrut dan munculnya (masalah Jiwasraya) sekarang,” kata Moeldoko.
Saat ini Harry, menurut Moeldoko, memang tak lagi bekerja di Kantor Staf Presiden. ”Apa yang kami lakukan adalah, saat 19 Oktober, KSP (Kantor Staf Presiden) kami bubarkan, semuanya tidak ada lagi yang menjadi anggota KSP. Termasuk juga yang bersangkutan,” ujar Moeldoko.
Setelah dirinya kembali diangkat sebagai Kepala Staf Presiden, Moeldoko mengatakan, Harry tak mungkin lagi direkrut sebagai tenaga ahli utama. Apalagi ternyata muncul masalah Jiwasraya ini. ”Saat rekrut (tenaga untuk KSP) sekarang ini, kami sama sekali tidak merekrut Pak Harry sebagai tenaga ahli di KSP. Tidak. Dengan kasus yang ada ini, kira-kira dua bulan kasus ini menghangat, saya sudah membuat ketetapan yang bersangkutan sudah tidak bisa lagi kita ikutkan dalam proses seleksi ini,” kata Moeldoko.
Dia pun menegaskan, sama sekali tak akan melindungi Harry jika ternyata yang bersangkutan terbukti ikut bertanggung jawab dalam masalah yang melilit Jiwasraya. Menurut Moeldoko, masalah yang menimpa Jiwasraya dan Harry sama sekali tak ada kaitan dengan dirinya selaku Kepala Staf Presiden.
Jadi, sama sekali tidak ada kaitannya dengan Moeldoko atau KSP melindungi yang bersangkutan. Enggak, enggak. Bahkan, kalau itu sudah masuk ranah hukum, silakan. Enggak ada kaitannya sama saya. Enggak ada kaitannya sama KSP. Enggak ada kaitannya sama istana dan seterusnya
Moeldoko pun mendorong jika ada pengusutan secara hukum terhadap Harry dalam kasus Jiwasraya. ”Jadi, sama sekali tidak ada kaitannya dengan Moeldoko, atau KSP melindungi yang bersangkutan. Enggak, enggak. Bahkan, kalau itu sudah masuk ranah hukum, silakan. Enggak ada kaitannya sama saya. Enggak ada kaitannya sama KSP. Enggak ada kaitannya sama istana dan seterusnya. Ini sudah kewajiban yang bersangkutan untuk menghadapi situasi ini dan haknya penegak hukum untuk memberlakukan sesuatu kepada yang bersangkutan,” kata Moeldoko.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, Rabu (18/12/2019), mengatakan, dugaan korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya tengah disidik Kejaksaan Agung sejak 17 Desember. Sebelumnya, kasus ini ditangani oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Namun, karena menilai luasnya cakupan wilayah kasus Jiwasraya ini, Kejaksaan Agung pun mengambil alih penyidikannya.
Kejaksaan Agung menduga, kasus korupsi di Jiwasraya melibatkan 13 perusahaan yang diduga melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good governance) sejak 2018. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, penghitungan kerugian negara dalam kasus Jiwasraya telah dilakukan hingga Agustus 2019.
Potensi kerugian negara yang tercatat bisa bertambah karena penyidikan masih dilakukan hingga tiga bulan ke depan. ”Sampai Agustus 2019, PT Asuransi Jiwasraya menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun,” ucapnya.
Menurut Moeldoko, ke depan Kantor Staf Presiden tak akan lagi menggunakan tenaga ahli yang ketahuan bermasalah di kemudian hari. Dia telah meminta bagian SDM di Kantor Staf Presiden untuk memperketat perekrutan tenaga ahli.
Dia mengakui, saat merekrut Harry sebagai tenaga ahli, memang tak seketat perekrutan saat ini. ”Memang sedikit kelemahan di rekrutmen saat itu. Kami tak dilengkapi dengan tim SDM yang seperti saat ini. Saat ini tim SDM kami sudah sangat ketat, sangat lengkap. Sampai-sampai kita menggunakan pakta integritas, karena pengalaman-pengalaman yang lalu terulang kembali. Maka, semuanya menggunakan pakta integritas. Semuanya tanda tangan,” kata Moeldoko.
Selain itu, kontrak kerja tenaga ahli di Kantor Staf Presiden juga jangka waktunya diperpendek untuk memudahkan evaluasi. ”Berikutnya kontrak bekerjanya saya persempit. Tadinya satu tahun sekarang enam bulan. Begitu evaluasi enam bulan enggak bagus, harus keluar. Kita membuat sekat-sekat seperti itu agar filternya semakin ketat. Kami ingin bekerja yang profesional seperti harapan presiden. Kita enggak butuhkan orang yang hanya sesuai selera. Tapi, sesuai kebutuhan organisasi,” ujar Moeldoko.