Obat Ilegal Marak Beredar secara Daring, Pengawasan BPOM Perlu Diperkuat
Pengawasan obat dan makanan semakin diperkuat untuk memastikan mutu dan keamanan produk yang beredar di masyarakat. Untuk itu, penguatan fungsi BPOM diperlukan dari hulu sampai hilir.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengawasan obat dan makanan semakin diperkuat untuk memastikan mutu dan keamanan produk yang beredar di masyarakat. Untuk itu, penguatan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan diperlukan sejak penetapan standardisasi, pemberian izin edar, hingga pengawasan peredaran di masyarakat.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menyampaikan, pengendalian aspek keamanan, mutu, serta khasiat produk obat dan makanan harus dilakukan secara komprehensif dalam satu kesatuan siklus mata rantai peredaran produk. Siklus itu mulai dari perizinan, pembinaan, pengawasan, hingga penindakan.
”Keseluruhan siklus ini berkesinambungan sehingga tidak dapat dipisahkan. Jadi, pengawasan pun harus dilakukan secara keseluruhan untuk memastikan produksi, distribusi, serta konsumsi obat dan makanan masyarakat aman dan bermutu. Ini sekaligus untuk memperkuat industri obat dan makanan dalam negeri,” ujarnya dalam kegiatan Refleksi Akhir Tahun 2019 dan Outlook 2020 BPOM di Jakarta, Kamis (19/12/2019).
Penny menuturkan, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2019, BPOM memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian mulai dari sebelum produk beredar (premarket) hingga produk sudah beredar di masyarakat (postmarket). BPOM pun telah mendapatkan pengakuan di tingkat global lewat berbagai sertifikasi sehingga produk yang telah mendapatkan izin edar lebih mudah untuk diekspor.
Meski begitu, ia menilai, peran dan fungsi BPOM masih harus didukung dengan regulasi yang lebih kuat melalui peraturan perundang-undangan. Melalui regulasi ini, diharapkan BPOM bisa memiliki otoritas sebagai institusi yang mandiri dalam pengendalian mutu dan keamanan produk obat dan makanan.
Secara terpisah, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya, Darul Siska, menuturkan, RUU terkait Pengawasan Obat dan Makanan akan didorong sebagai RUU lanjutan pada tahun 2020. ”Kita dorong sebagai RUU yang carry over. Jadi, tidak perlu dibahas dari awal dan bisa dipercepat,” ucapnya.
Peredaran daring
Penny mengatakan, maraknya peredaran produk obat dan makanan secara daring saat ini menjadi tantangan utama yang dihadapi BPOM. Berbagai produk ilegal semakin banyak dijual melalui e-dagang dan media sosial.
BPOM mencatat, kejahatan terkait sediaan farmasi termasuk kosmetik yang dijual secara daring terus meningkat setiap tahun. Pada 2016, tercatat ada 1.312 produk yang dijual secara daring dengan nilai keekonomian lebih dari Rp 55,7 miliar. Jumlah itu meningkat menjadi 4.796 produk pada 2017 dan 6.046 produk pada 2018.
Kejahatan terkait sediaan farmasi termasuk kosmetik yang dijual secara daring terus meningkat setiap tahun.
Untuk menghadapi kondisi tersebut, Penny mengungkapkan, BPOM telah meningkatkan pengawasan dengan membentuk satuan tugas siber atau patroli siber. Pelaksanaan pengawasan ini melibatkan kepolisian, asosiasi e-commerce Indonesia, penyedia transportasi daring, serta kementerian dan lembaga lain, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika.
”Dari berbagai upaya yang telah dilakukan, pencegahan paling efektif adalah dari masyarakat itu sendiri. Karena itu, BPOM menggandeng mitra lintas sektor dan figur publik dalam berbagai kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi untuk membangun kesadaran masyarakat agar menjadi konsumen cerdas,” tuturnya.