Rasa rindu kepada keluarga memanggilnya kembali pulang. Merayakan Natal di kampung halaman adalah impian terbesar setelah berpisah 11 tahun lamanya. Bertemu keluarga sungguh tak ternilai maknanya.
Oleh
Frans Pati Herin
·4 menit baca
Kapal Motor Sabuk Nusantara 87 yang ditumpangi Ardiana Rupidara (38) akhirnya bertolak Rabu (18/12/2019) petang. Dari Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, Maluku, kapal itu akan mengantar dirinya menuju Kisar, pulau terpencil berjarak 520 kilometer di selatan Ambon.
Rasa rindu kepada keluarga memanggilnya kembali pulang. Dua kardus berisi oleh-oleh telah disiapkan. Isinya sepasang baju untuk ayah dan ibu. Ada pula beberapa kaleng kue kering untuk dinikmati seluruh keluarga besar.
Perjalanan Ardiana tidaklah mudah. Ia terbang dari Manokwari menuju Ambon pada 15 Desember. Ia beruntung mendapatkan tiket terjangkau, Rp 1,2 juta, karena telah memesannya jauh-jauh hari.
Jika tiket baru dibeli belakangan, harganya sudah di atas Rp 6 juta. Harga tiket di Indonesia timur pada musim mudik berkali-kali lipat mahalnya dari tarif normal.
Rasa rindu kepada keluarga memanggilnya kembali pulang.
Setelah tiba di Ambon, ia pun menunggu kapal penumpang yang berlayar dari Ambon ke Kisar, rute pelayaran yang terbilang langka dan tak menentu. Pelayaran hanya beroperasi sekali dalam dua minggu.
Maka, selama tiga hari menunggu di Ambon, ia menumpang di rumah kerabat. Selama itu pula, ia sering bolak-balik ke pelabuhan untuk menanyakan jadwal keberangkatan kapal ke Kisar.
Beruntung, ayahnya, Abraham Rupidara, datang menjemput ke Ambon. Setelah mendapatkan kapal siap berangkat, mereka berdua bersama-sama menuju Kisar.
Momen Natal
Rasa rindu anak dan orangtua untuk bertemu pada Natal bukan tanpa alasan. ”Sudah 11 tahun saya tinggalkan kampung. Lama sekali,” ujar Ardiana menatap wajah keriput ayahnya yang kini berusia 63 tahun.
”Kami rindu sekali. Setiap Natal kami ingat dia (Ardiana). Kalau Tuhan izinkan, kami bisa terus bersama lagi nanti,” sambung Abraham tertunduk.
Meski tampak bahagia, ayah dan anak itu tak dapat menyembunyikan kekhawatiran. beberapa kali ia menanyakan kepada awak kapal mengenai kepastian waktu tiba di Kisar.
Gelombang tinggi
Berlayar dengan kapal perintis, seperti Sabuk Nusantara 87, itu terkadang di luar rencana. Gelombang tinggi, kerusakan mesin, dan keterlambatan bongkar muat sering kali menjadi penghambat. ”Paling cepat lima hari,” ujar seorang awak kapal sambil berlalu.
Sesuai rencana, setelah meninggalkan Ambon, kapal berlayar ke utara menuju Pelabuhan Amahai di Pulau Seram. Selanjutnya, kapal berlayar ke selatan menuju Laut Banda.
Di tengah laut yang memiliki palung sangat dalam itu, kapal menurunkan penumpang pada tiga pulau kecil, yakni Teon, Nila, dan Serua. Selanjutnya kapal menyisir pulau-pulau perbatasan hingga tiba di Kisar pada hari kelima. Kapal lalu berlayar hingga Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Jika ditotal, kapal tersebut singgah pada 19 titik pemberhentian di laut. Banyak pulau kecil di Maluku tidak memiliki pelabuhan. Jika ada, itu pun hanya tambatan perahu yang dibangun di perairan dangkal.
KM Sabuk Nusantara 87 dengan bobot mati 2.000 gross ton bakal kandas jika memaksa sandar. Penumpang dan barang dari dan masuk kapal diangkut menggunakan perahu motor nelayan setempat. Di titik itulah waktu pelayaran akan molor.
Bertemu seluruh keluarga tercinta adalah hal yang dinanti-nantikan. Bersama-sama mendengarkan dentang lonceng Natal yang mulai bergema pada 24 Desember malam terasa istimewa.
Menurut catatan Kompas, pada musim mudik natal 2016, kapal milik Pelni KM Sinabung kandas di perairan dangkal sebelum mencapai Pelabuhan Kota Tual di bagian tenggara Maluku. Ribuan pemudik yang menggunakan kapal itu terhambat perjalanan mereka sehingga tak bisa merayakan Natal bersama keluarga. Mudik terasa sia-sia. ”Berdoa semoga itu tak terulang,” ucapnya pasrah.
Ia tentu berharap semesta akan mempertemukan dirinya dengan keluarga saat Natal, melihat kedua orangtuanya mengenakan baju yang ia beli serta berbagi kue-kue.
Dengan pelayaran yang memakan waktu lima hari, itu berarti Ardiana menempuh 120 jam demi bertemu keluarga merayakan Natal. Waktu tempuh tersebut hampir sama dengan perjalanan lima kali Jakarta ke Washington, Amerika Serikat.
Bertemu keluarga sungguh tak ternilai maknanya.
Nakhoda KM Sabuk Nusantara 87 Julius Pakadang yang ditemui sebelum kapal diberangkatkan menjamin kapal itu dalam keadaan siap beroperasi. Kapal meninggalkan Ambon bersama 360 penumpang. Melihat ramalan cuaca, ia memperkirakan waktu tiba tidak meleset. ”Kapal ini masih bisa berlayar dengan tinggi gelombang 3 meter,” ujarnya.
Kapal akan menepi di Kupang pada 24 Desember dan berlayar kembali ke Ambon pada 25 Desember sore.
Sepanjang musim mudik Natal 2019 dan Tahun Baru 2020, PT Pelni memperkirakan 60.000 orang pergi dan tiba melalui pelabuhan terbesar di Maluku itu. Pengguna rute laut diperkirakan terus meningkat. ”Pada saat harga tiket pesawat mahal, banyak yang beralih ke kapal laut,” kata Manajer Operasi PT Pelni Cabang Ambon Robi Munardi.
Mudik menjadi obat rindu warga perantau. Bertemu keluarga sungguh tak ternilai maknanya.