Pencucian Uang oleh Kepala Daerah di Kasino Luar Negeri Tetap Dirahasiakan
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dan Mendagri Tito Karnavian menolak untuk mengungkapkan detail temuan mengenai dugaan pencucian uang yang dilakukan kepala daerah lewat perjudian di kasino luar negeri.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin serta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menolak untuk mengungkapkan detail temuan mengenai dugaan pencucian uang yang dilakukan kepala daerah lewat perjudian di kasino luar negeri.
Informasi yang diterima Kompas, Jumat (20/12/2019), menyebutkan, data terkait sudah diserahkan kepada penegak hukum. Sementara itu, upaya pencegahan bakal dilakukan dengan membatasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara tunai.
Tito seusai pertemuan dengan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin di kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat, membenarkan, pertemuan itu membahas, antara lain, temuan PPATK terkait dugaan pencucian uang oleh kepala daerah.
Pertemuan tersebut juga dihadiri Deputi Pemberantasan PPATK Firman Santyabudi, Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Nata Irawan, serta Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar.
Mengacu pada analisis transaksi keuangan yang dilaporkan PPATK pada Desember 2019, ada beberapa kepala daerah yang menempatkan dana dalam bentuk valuta asing ke rekening kasino di luar negeri. Jumlah dana tersebut mencapai Rp 50 miliar.
”Iya, itu juga kami bahas. Saya mengapresiasi PPATK karena kami bertugas membina dan mengawasi pemerintahan daerah dan anggarannya, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi sistem perbankan dan yang lainnya,” ujar Tito.
Namun, ia menolak untuk menjelaskan lebih lanjut terkait temuan tersebut. Ia berdalih, Kemendagri pun tak mendapatkan penjelasan detail karena laporan bersifat rahasia.
”Informasi dari PPATK itu bersifat intelijen, jadi saya, sebagai Mendagri, tidak boleh meminta informasi dalam bentuk detail. Temuan itu juga masih perlu diproses lebih lanjut oleh aparat penegak hukum,” ujar Tito.
Senada, Kiagus Ahmad Badaruddin juga mengelak. Ia mengatakan, penjelasan mengenai detail temuan merupakan bagian dari tugas PPATK pada ranah pemberantasan. Dalam ranah tersebut, koordinasi tidak dilakukan dengan pihak lain, kecuali aparat penegak hukum.
”Kami telah melaksanakan tahapan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, bahwa (detail temuan) ini ada di tangan aparat penegak hukum,” kata Kiagus.
Mengenai aparat penegak hukum yang menangani temuan, Kiagus juga tak mau menjawab. Menurut dia, temuan PPATK bersifat rahasia. Namun, isi temuan diupayakan selengkap mungkin agar bisa ditindaklanjuti oleh penegak hukum.
Rekening kasino
Kiagus menambahkan, untuk melaksanakan fungsi pencegahan, PPATK mengumumkan garis besar dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepada publik.
”Dalam batas yang kami nilai tidak mengganggu dan tidak melanggar asas praduga tak bersalah, pengumuman dilakukan agar terduga dan orang yang kami anggap berpotensi melakukan pencucian uang itu tidak melanjutkan perbuatannya,” ucap Kiagus.
Adapun modus yang digunakan sejumlah kepala daerah adalah dengan menjadi anggota (member) kasino dan mengisi sejumlah uang pada rekening kasino (casino account) di luar negeri. Pengisian dapat dilakukan baik secara tunai maupun nontunai melalui transfer.
Kemudian, uang dalam rekening itu bisa digunakan untuk berjudi atau dicairkan dengan bukti pencairan resmi dari kasino. Dengan begitu, kepala daerah bisa membawa uang tunai kembali ke Indonesia dengan status seolah-olah hasil perjudian.
Kiagus mengungkapkan, keberadaan rekening kasino itu sudah dikonfirmasi ke beberapa financial intelligence unit (FIU) yang menjadi mitra kerja PPATK. Sejumlah lembaga membenarkan adanya rekening kasino dan mekanisme kerjanya yang demikian.
Menurut dia, modus pencucian uang ini belum pernah ditemukan sebelumnya. ”Orang main di kasino itu sudah lama ada, tetapi yang menempatkan uangnya di kasino mungkin baru terungkap sekarang,” kata Kiagus.
Berdasarkan catatan Kompas, selama empat tahun terakhir, modus pencucian uang yang kerap dilakukan pejabat politik, baik di eksekutif maupun legislatif, adalah dengan memanfaatkan oknum dari beberapa profesi, di antaranya penasihat hukum, notaris, dan akuntan (Kompas, 8/7/2015).
Profesi-profesi itu rawan disalahgunakan karena pengacara, misalnya, memiliki hak imunitas. Mereka bisa berkelit dari berbagai aturan pengungkapan informasi. Selain itu, profesi tersebut juga merupakan lembaga penyedia jasa tersisa yang belum diwajibkan melaporkan transaksi kliennya ke PPATK.
Berdasarkan riset PPATK pada 2015, banyak transaksi terkait korupsi dan pencucian uang dilakukan di kantor penasihat hukum, notaris, dan akuntan. Oknum kepala daerah, misalnya, kerap menggunakan perusahaan konsultan hukum profesional dalam mengaburkan harta kekayaannya. Oleh karena itu, transaksi pencucian uang marak dilakukan oleh korporasi atau perusahaan.
Batasi transaksi tunai
Tito mengatakan, Kemendagri akan mempelajari pola pencucian uang yang terbaru sambil merumuskan langkah strategis untuk pencegahan. Contohnya, bekerja sama dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia untuk membatasi penggunaan dana APBD secara tunai.
”Saya sudah bicara dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia untuk membuat nota kesepahaman agar membuat sistem transaksi nontunai di lingkungan pemerintahan daerah,” ujarnya.
Menurut Tito, salah satu ide yang mengemuka adalah membatasi jumlah transaksi tunai yang menggunakan dana APBD. Hal itu penting mengingat jumlah dana yang akan ditransfer oleh pemerintah pusat ke daerah pada 2020 mencapai Rp 865 triliun untuk pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota serta Rp 72 triliun untuk pemerintah desa. Dengan transaksi nontunai, pencatatan penggunaan diharapkan lebih baik.
Oleh karena itu, Kemendagri juga mendukung langkah PPATK untuk mengusulkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal. RUU tersebut sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2020-2024. ”Kami mendorong agar RUU tersebut bisa masuk Prolegnas (Prioritas) secepatnya,” ucap Tito.