Pengesahan PBB soal Ekonomi Kreatif Momentum Penegakan HKI di Indonesia
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengesahkan inisiatif Indonesia tentang resolusi tahun internasional ekonomi kreatif 2021. Hal ini menjadi momentum penegakan hak atas kekayaan intelektual di Indonesia.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB mengesahkan inisiatif Indonesia tentang resolusi tahun internasional ekonomi kreatif 2021. Hal ini menjadi momentum penegakan hak atas kekayaan intelektual atau HKI di Indonesia yang penting bagi pekerja ekonomi kreatif dalam berkarya.
Inisiatif itu disahkan melalui Sidang Majelis Umum PBB ke-74 di New York, Amerika Serikat, 19 Desember 2019 waktu setempat. Resolusi yang berjudul ”International Year on Creative Economy for Sustainable Development 2021” menekankan pentingnya ekonomi kreatif dalam mewujudkan agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) pada 2030.
Pengesahan ini menandakan adopsi resolusi yang meluas pada Sidang Majelis Umum PBB. Sebanyak 81 negara mensponsori resolusi yang digagas Indonesia tersebut.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio menyambut adopsi dalam sidang di tingkat PBB itu. ”Ekonomi kreatif menjadi sektor penting dan terbarukan yang semakin dilirik pada masa Revolusi Industri 4.0 ini,” kata Wishnutama melalui siaran pers yang diterima Jumat (20/12/2019).
Menurut laporan Konferensi PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), ekonomi kreatif merupakan sektor yang tangguh dan mampu bertumbuh di tengah berbagai ketidakpastian dan krisis ekonomi. Hal ini berdasarkan pertumbuhan sektor industri kreatif global yang mencatatkan angka lebih dari dua kali lipat pada kurun waktu 2002-2015, dari 208 miliar dollar Amerika Serikat (AS) menjadi 509 miliar dollar AS.
Sektor bidang jasa ekonomi kreatif juga menjadi penyumbang PDB terbesar sektor perdagangan jasa global dengan capaian 18,9 persen.
Wishnutama menyatakan, dukungan dari 81 negara terhadap inisiasi Indonesia dalam resolusi ini menjadi sebuah kehormatan sekaligus tanggung jawab yang harus diemban dan diimplementasikan dengan baik. Capaian ini merupakan langkah yang signifikan dan strategis dalam menempatkan Indonesia sebagai pemain ekonomi kreatif dunia.
Adapun resolusi yang diusung Indonesia memiliki fokus untuk mendorong investasi, optimalisasi teknologi dan inovasi digital, serta mendukung peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), generasi muda, perempuan, dan komunitas/masyarakat madani dalam pengembangan ekonomi kreatif.
Sementara itu, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan, menilai, pengesahan resolusi ekonomi kreatif usungan Indonesia di tingkat PBB menjadi momentum penegakan HKI di Indonesia. ”Hal ini bisa memacu Indonesia untuk lebih serius mengintegrasikan regulasi-regulasi di bidang ekonomi kreatif, utamanya HKI,” katanya saat dihubungi secara terpisah.
Menurut Pingkan, HKI penting untuk memberikan perlindungan dan jaminan bagi pekerja ekonomi kreatif terhadap karya ciptaannya yang memiliki ciri khas masing-masing. Tanpa HKI, karya pekerja ekonomi kreatif rentan disalahgunakan dan dijiplak tanpa izin.
Pingkan berpendapat, masyarakat juga perlu meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya HKI bagi pekerja ekonomi kreatif. Apalagi, kini pekerja kreatif cenderung memublikasikan karyanya secara dalam jaringan sehingga berpotensi dapat diklaim dan dimanfaatkan oleh pihak yang tak bertanggung jawab.
Terkait HKI, regulasi yang berlaku di Indonesia ialah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak cipta yang bersifat eksklusif tersebut turut mengandung aspek ekonomi, yakni hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya. Kegiatan yang berkaitan dengan manfaat ekonomi tersebut ialah penerbitan ciptaan; penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya; penerjemahan ciptaan; pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan; pendistribusian ciptaan atau salinannya; pertunjukan ciptaan; pengumuman ciptaan; komunikasi ciptaan; serta penyewaan ciptaan.