Gelombang unjuk rasa terpicu oleh pengesahan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan usulan pemerintahan Perdana Menteri India Narendra Modi yang dianggap sebagai sikap anti-Muslim.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
NEW DELHI, JUMAT — Bentrokan antara polisi dan ribuan pengunjuk rasa kembali terjadi, Jumat (20/12/2019), setelah gelombang unjuk rasa yang berakhir rusuh pekan lalu menewaskan enam orang dan lebih dari 1.200 orang ditahan.
Tiga pengunjuk rasa tewas ditembak polisi lagi, hingga kini tercatat ada sembilan orang yang tewas. Unjuk rasa terjadi di Lucknow di wilayah utara, Mangalore di selatan, dan Gujarat.
Juru bicara kepolisian Mangalore, Qadir Shah, menjelaskan, polisi mulai menembak ke arah sekitar 200 pengunjuk rasa sehingga dua orang tewas dan empat terluka. ”Polisi sudah menembakkan gas air mata, tetapi mereka tetap tidak mau membubarkan diri. Polisi terpaksa mengeluarkan tembakan,” ujarnya.
Gelombang unjuk rasa terpicu oleh pengesahan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan usulan pemerintahan Perdana Menteri India Narendra Modi yang dianggap sebagai sikap anti-Muslim.
Undang-undang tersebut mempermudah pemberian status kewarganegaraan India bagi warga minoritas yang mengalami persekusi agama di Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan yang mengungsi ke India sebelum 2015.
Namun, undang-undang ini tidak berlaku bagi warga Rohingya yang mengungsi akibat persekusi di Myanmar. Para pengunjuk rasa khawatir Modi hendak mengubah India menjadi negara Hindu. Namun, Modi membantah hal itu.
Untuk menghentikan unjuk rasa dan perlawanan dari masyarakat, pemerintah memberlakukan UU darurat, memblokir akses internet, serta menutup pertokoan dan restoran di daerah-daerah yang dianggap rawan.
Dinding aspirasi
Memprotes tindakan pemerintah yang membungkam aspirasi rakyat, mahasiswa Jamia Millia Islamia University di New Delhi mengubah dinding-dinding kampus menjadi kanvas ekspresi berupa slogan mural dan grafiti yang merefleksikan penolakan mereka terhadap UU Kewarganegaraan itu.
Polisi boleh mematahkan tulang-tulang kami, tetapi tidak ide kami.
”Ini penyaluran aspirasi kami. Polisi boleh mematahkan tulang-tulang kami, tetapi tidak ide kami,” kata S Kashif, salah satu mahasiswa yang ikut melukis mural di dinding.
Aparat kepolisian memasuki kampus, Minggu pekan lalu, kemudian menembakkan gas air mata dan memukuli mahasiswa pengunjuk rasa dengan tongkat. Belasan mahasiswa terluka. Akibatnya, unjuk rasa mahasiswa meluas ke seluruh wilayah India dan berakhir dengan bentrokan antara polisi dan mahasiswa.
Diberitakan Kompas sebelumnya, sebagian pengunjuk rasa mengatakan, UU Kewarganegaraan yang baru itu akan membuat Negara Bagian Assam, yang terletak di perbatasan Bangladesh, akan dibanjiri orang asing, melemahkan budaya India, dan pengaruh politik masyarakat adat.
Kelompok pengunjuk rasa lainnya mengatakan, UU Kewarganegaraan yang baru itu merusak konstitusi sekuler India karena menawarkan perlindungan berdasarkan agama.
UU Kewarganegaraan yang baru itu merusak konstitusi sekuler India karena menawarkan perlindungan berdasarkan agama.
UU Kewarganegaraan itu disahkan di parlemen, Rabu lalu, tetapi harus ditandatangani Presiden India Ram Nath Kovind sebelum resmi diberlakukan. Menteri Dalam Negeri India Amit Shah menyatakan, UU Kewarganegaraan yang baru itu tak memengaruhi jalur kewarganegaraan yang tersedia bagi semua komunitas.
Namun, pengawas hak asasi manusia, Amnesty India, mengatakan, undang-undang itu telah melegitimasi diskriminasi atas dasar agama serta jelas melanggar konstitusi India dan hukum HAM internasional. Beberapa anggota parlemen dari pihak oposisi yang mempersoalkan RUU itu di parlemen mengatakan akan membawa UU Kewarganegaraan ke pengadilan.
Liga Muslim India mengajukan petisi di pengadilan tinggi terkait UU Kewarganegaraan yang baru itu. Menurut mereka, undang-undang itu bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar konstitusi negara karena India merupakan negara sekuler.
Pemerintah India membangun pusat detensi atau penahanan untuk menempatkan puluhan ribu imigran yang akan disidang dan dinyatakan sebagai imigran ilegal. Amit Shah berjanji akan memproses sidang dengan cepat di seluruh negeri. Upaya itu dicurigai sebagai rencana mendeportasi ribuan imigran Muslim. (REUTERS/AFP/AP)