Penyebab rekahan tanah yang berpotensi menimbulkan bencana longsor di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, masih dikaji.
Oleh
Yola Sastra / Saiful Rijal Yunus
·3 menit baca
LIMAPULUH KOTA, KOMPAS - Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral Sumatera Barat mengecek lokasi rekahan dan tanah bergerak di Nagari Koto Alam, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Limapuluh Kota, Sumbar, Kamis (19/12/2019). Dinas akan mengkaji penyebab rekahan dan pergerakan tanah itu, termasuk menguji petik aktivitas perusahaan tambang di sana.
Salah satu lokasi yang dicek perwakilan dinas adalah Jorong Polong Duo, Nagari Koto Alam. Di lokasi itu, terdapat rekahan tanah sepanjang sekitar 300 meter di bukit. Lokasinya sekitar 100 meter dari Jalan Lintas Sumbar-Riau dengan ketinggian sekitar 50 meter. Rekahan dan pergerakan tanah itu berpotensi longsor dan menimpa deretan rumah di seberang jalan.
”Memang ditemukan retakan tanah. Namun, penyebabnya perlu digali lagi. Apakah ini murni karena lokasinya di jalur patahan dan struktur geologi komplet atau memang turut dipicu aktivitas penambangan,” kata Kepala Seksi Pengusahaan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dinas ESDM Sumbar Azril A, Kamis (19/12).
Memang ditemukan retakan tanah.
Dinas ESDM juga mengunjungi areal tambang PT Atika Tunggal Mandiri, satu dari tiga perusahaan tambang batu andesit yang menggunakan bahan peledak di Koto Alam. Di areal itu dijumpai 200 lubang peledakan. Setiap lubang memiliki dimensi 20 meter x 50 meter, dengan kedalaman sekitar 3 meter serta jarak antarlubang 2,5-3 meter. Belum bisa dipastikan apakah hal itu sesuai prosedur atau tidak.
Dinas ESDM Sumbar juga akan mengecek dokumen rencana kegiatan dan anggaran biaya (RKAB) tiga perusahaan yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP), yaitu PT Koto Alam Sejahtera, PT Hasaba, dan PT Atika Tunggal Mandiri. Selain itu, akan ada inspeksi terpadu oleh inspektur tambang dan Dinas Lingkungan Hidup Limapuluh Kota ke tiga perusahaan tersebut. Inspeksi untuk mengecek dampak ledakan serta pengelolaan limbah perusahaan.
Saat berdialog dengan warga, Dinas ESDM juga menerima keluhan tentang aktivitas peledakan di tambang yang diduga memicu keretakan di rumah-rumah penduduk. Ilham Ocu (32), warga Jorong Polong Duo, mengatakan, tidak menolak keberadaan perusahaan tambang di Koto Alam. Namun, ia berharap aktivitas tambang tidak mengganggu warga sekitar. Selain retakan tanah, sebagian besar rumah warga juga retak-retak, diduga akibat aktivitas tambang menggunakan bahan peledak.
Sebelumnya, juru bicara PT Koto Alam Sejahtera dan PT Hasaba, Ramli Syarif Datuak Gundam Simano, membantah aktivitas tambang menjadi pemicu tanah bergerak dan keretakan rumah warga di Jorong Polong Duo dan Jorong Simpang Tigo, Koto Alam. Sebelum ada tambang, kawasan Koto Alam memang sudah rawan longsor.
Getaran yang ditimbulkan aktivitas peledakan batu juga tidak signifikan. Peledakan batu dengan dinamit dilakukan pada kedalaman 3-6 meter. Radius getaran diklaim hanya 20-30 meter. Sementara lokasi tambang berjarak 1 kilometer dari pemukiman. Selain di Jorong Polong Duo, fenomena pergerakan tanah juga terjadi di Jorong Simpang Tigo, Nagari Koto Alam, dekat Jalan Lintas Sumbar-Riau. Sebanyak empat rumah dan satu rumah yang tengah dibangun ambles hingga 3 meter. Satu rumah deret di sekitar lokasi itu juga terancam roboh. Delapan keluarga terdampak mengungsi ke rumah saudaranya.
Kendari
Potensi longsor di daerah pegunungan di Sulawesi Tenggara patut diwaspadai, khususnya saat memasuki musim hujan. Hujan deras berpotensi memicu bencana. Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kendari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Ramlan menyampaikan, wilayah di Sultra sedang mengalami peralihan dari musim kemarau yang panjang ke musim hujan.
Situasi ini ditandai dengan awan konfektif yang tumbuh vertikal ke atas sehingga menimbulkan angin kencang, petir, bahkan hingga hujan es. Sejumlah wilayah di Kota Kendari, Konawe Selatan, dan Konawe telah mengalami hujan dengan intensitas cukup tinggi.
Meski demikian, hujan turun secara sporadis dan belum merata. ”Masyarakat yang tinggal di lereng gunung, tepian sungai perlu mewaspadai jika kondisi cuaca seperti ini. Termasuk jika terdengar suara tanah retak di sekitar tempat tinggal,” kata Ramlan. Sejumlah daerah diimbau meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana. Terlebih lagi, sebagian wilayah pegunungan telah beralih fungsi menjadi daerah terbuka untuk perkebunan dan pertambangan.