Pimpinan KPK dan lima unsur Dewan Pengawas KPK, sejak hari pertama bekerja, dituntut untuk membuktikan diri mampu bekerja profesional, bebas dari politik praktis, dan mampu mengungkap kasus besar.
Oleh
Riana A Ibrahim, Rini Kustiasih, dan M Ikhsan Mahar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lima unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi 2019-2023 berikut Dewan Pengawas KPK akan dilantik hari ini, Jumat (20/12/2019).
Tantangan berat menyambut mereka sejak hari pertama bertugas, yang antara lain dipicu oleh meningkatnya skeptisisme publik terkait kemampuan KPK memberantas korupsi serta adanya UU KPK baru yang dinilai membatasi ruang gerak lembaga itu.
Kondisi ini membuat para pemimpin KPK dan lima unsur Dewan Pengawas KPK, sejak hari pertama mereka bekerja, dituntut untuk membuktikan diri mampu bekerja profesional, bebas dari politik praktis, dan mampu mengungkap kasus besar.
Pimpinan KPK 2019-2023 yang akan dilantik ialah Firli Bahuri, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, dan Alexander Marwata. Sementara lima unsur Dewas KPK, hingga kemarin, masih difinalisasi Presiden Joko Widodo.
Secara umum, citra KPK di mata masyarakat masih relatif tinggi, tetapi mulai muncul skeptisisme publik. Hasil survei Litbang Kompas sepanjang April 2016-Oktober 2019 menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK cenderung fluktuatif.
Namun, masyarakat yang menganggap baik citra KPK pada Oktober 2019 tercatat 76,5 persen, terendah dalam kurun waktu ini. Pada April 2017, citra KPK tercatat paling baik, yakni 87,3 persen.
Sementara itu, jajak pendapat Kompas pada 4-5 Desember 2019 menunjukkan ada 30,1 persen responden yang menjawab tidak yakin kinerja KPK dalam memberantas korupsi akan tetap berjalan baik di masa depan. Publik yang skeptis ini sedikit lebih banyak dibandingkan dengan publik yang skeptis pada jajak pendapat 23-25 November 2011, yakni 26,7 persen.
Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo di Jakarta, Kamis (19/12/2019), meminta optimisme terhadap upaya pemberantasan korupsi tetap dijaga. Meski UU KPK saat ini dinilainya bakal memberatkan langkah KPK ke depan, Agus meyakini upaya pemberantasan korupsi tetap hidup.
”Ini dalam bayangan saya, bisa saja karena mengedepankan case building, justru dapat mengungkap kasus dengan kerugian yang lebih besar. Walau lewat operasi tangkap tangan juga dapat membongkar peran lain,” tutur Agus.
Tantangan menghadang
Pada September 2019, revisi UU KPK disetujui DPR untuk disahkan menjadi UU, dan kemudian UU itu resmi berlaku pada Oktober 2019.
Di dalam UU KPK baru muncul beberapa pengaturan baru, seperti pembentukan Dewan Pengawas KPK yang berwenang mengawasi tugas dan wewenang KPK. Dewan ini juga berwenang memberikan izin penyadapan dan penyitaan, serta berwenang menggelar sidang memeriksa dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK.
Di satu sisi Dewan Pengawas KPK dianggap pembuat UU sebagai fungsi kontrol. Namun, di sisi lain Dewan Pengawas KPK dinilai sejumlah pihak seperti pegiat gerakan antikorupsi, akan melemahkan KPK karena memperpanjang rantai birokrasi penyadapan.
Terkait Dewan Pengawas, Agus menuturkan, peraturan turunan UU KPK diperlukan. Kode etik untuk Dewan Pengawas KPK harus ada untuk menjamin tugasnya tidak diintervensi kepentingan politik.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Akhiar Salmi menilai siapa pun sosok yang menjadi anggota Dewan Pengawas KPK dan pimpinan baru KPK tetap tidak akan optimal menjalankan pemberantasan korupsi karena terbentur UU KPK yang baru.
Meski demikian, Akhiar menilai, hal itu tidak boleh membuat pemberantasan korupsi berhenti. Diperlukan inovasi serta komunikasi yang baik antara pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK.
Sekalipun KPK dinilai tidak dalam kondisi ideal, Manajer Riset Transparency International Indonesia Wawan Suyatmiko mengatakan, optimisme harus menjadi sikap pimpinan KPK untuk menunjukkan KPK masih memiliki keberanian menuntaskan kasus korupsi skala besar dan melibatkan politisi.
”Pimpinan KPK yang baru sebelumnya beberapa kali menegaskan mereka tak akan terlibat dalam politik. Maka buktikanlah mereka bekerja sebagaimana diharapkan publik, dan tidak bermain politik seperti dikhawatirkan sebelumnya,” ujar Wawan.
Kerja sama antara pimpinan KPK dan Dewan Pengawas sebagaimana diatur dalam UU No 19/2019 tentang KPK adalah kerja-kerja penegak hukum. Oleh karena itu, mereka harus bersikap profesional.
Dewan Pengawas, misalnya, tak bisa menghambat izin penyadapan, pencekalan, dan penyitaan jika ada bukti-bukti kuat yang mengarah pada seseorang yang diduga terlibat kasus korupsi.
Sementara itu, Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK 2015-2019 yang akan dilantik pada masa jabatan kedua, mengatakan, akan ada perubahan pola kerja di KPK karena perubahan struktur yang memuat Dewan Pengawas. Pencegahan juga menjadi hal yang dikedepankan sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.
Pengajar hukum pidana Universitas Parahyangan, Bandung, Agustinus Pohan, menilai KPK harus membuktikan mampu mengungkap kasus besar yang didasari proses penyelidikan berjenjang atau case building.