Umat Kristiani di Dua Nagari Sumbar Kesulitan Beribadah
Umat Kristiani di dua nagari di Sumatera Barat kesulitan beribadah, termasuk saat Natal, akibat tidak mendapat izin beribadah secara berjemaah di tempat tidak resmi.
LIMAPULUH KOTA, KOMPAS — Umat Kristiani di dua nagari di Sumatera Barat kesulitan beribadah, termasuk saat Natal, akibat tidak mendapat izin beribadah secara berjemaah di tempat tidak resmi. Padahal, umat di dua nagari itu belum memiliki tempat ibadah resmi karena sulitnya proses perizinan.
Dua nagari tersebut adalah Sikabau, Kabupaten Dharmasraya, dan Sungai Tambang, Kabupaten Sijunjung. Di Sikabau, larangan beribadah secara berjemaah di tempat tidak resmi dialami umat Katolik. Sementara di Sungai Tambang, larangan dialami oleh umat Katolik dan Protestan.
Kepala Paroki Santa Barbara Sawahlunto Pastor Frelly Pasaribu, Kamis (19/12/2019), mengatakan, jemaat sudah berupaya meminta izin kepada kepala jorong, wali nagari, dan pihak keamanan dengan mengirimkan surat resmi. Namun, permohonan izin itu justru mendapatkan penolakan dari tokoh masyarakat.
”Pemerintah kabupaten memang tidak mengatakan menolak, tetapi memperbolehkan beribadah di rumah masing-masing dengan tidak berjemaah. Hal ini sama saja dengan penolakan. Yang namanya ibadah itu pasti berjemaah,” kata Pastor Frelly. Paroki Santa Barbara Sawahlunto menaungi sejumlah stasi, termasuk Stasi Sikabau dan Stasi Sungai Tambang.
Pemerintah kabupaten memang tidak mengatakan menolak, tetapi memperbolehkan beribadah di rumah masing-masing dengan tidak berjemaah. Hal ini sama saja dengan penolakan. Yang namanya ibadah itu pasti berjemaah.
Menurut Pastor Frelly, jemaat Katolik di kedua nagari itu seharusnya difasilitasi oleh pemda untuk mengadakan ibadah karena lokasi ibadah resmi terlalu jauh. Tempat ibadah resmi hanya ada di Sawahlunto yang berjarak sekitar 120 kilometer.
Sementara itu, di sekitar Sikabau belum ada tempat ibadah resmi. Kata Pastor Frelly, jemaat kesulitan membangun tempat ibadah resmi. Salah satu faktornya karena sulit mendapatkan izin.
Baca juga: Kepala Daerah Wajib Sediakan Tempat Ibadah
Pastor Frelly melanjutkan, pelarangan beribadah di tempat tidak resmi sudah berlangsung bertahun-tahun. Sebagian umat ada yang terpaksa beribadah ke Sawahlunto dengan risiko kelelahan ketika sampai lokasi. Sebagian umat ada pula yang memilih tidak ikut beribadah.
Ditambahkan Pastor Frelly, tidak pernah ada kesepakatan di antara kedua belah pihak bahwa umat Kristiani di Sikabau tidak boleh mengadakan ibadah di tempat tidak resmi. Kesepakatan yang ada sejak 1985 itu hanya disepakati secara sepihak tanpa melibatkan umat Kristiani. ”Jika ada pun ’kesepakatan’ itu karena terpaksa akibat adanya tekanan,” ujarnya.
Pelarangan untuk tidak mengadakan ibadah secara berjemaah di tempat tidak resmi juga diungkapkan oleh Penetua Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Sungai Tambang Anggiat Siahaan.
Dalam rapat koordinasi yang diadakan Camat Kamang Baru bersama tokoh masyarakat dan pemuda, 16 Desember 2019, umat HKBP Sungai Tambang sempat dilarang merayakan dan beribadah Natal. Padahal, bangunan yang dijadikan lokasi ibadah sudah mendapat izin dari Wali Nagari Sungai Tambang sejak 2017.
Namun, sehari kemudian, kata Anggiat, sejumlah tokoh, termasuk Wali Nagari Sungai Tambang, mengizinkan umat HKBP Sungai Tambang beribadah di bangunan berizin itu. ”Jadi intinya, umat Kristen HKBP bisa merayakan Natal,” kata Anggiat.
Baca juga: Keuskupan Agung Jakarta: Umat Jangan Takut ke Tempat Ibadah
Sementara itu, Penetua Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Sungai Tambang Bilmar Simanjuntak mengatakan, umat terpaksa memusatkan perayaan dan ibadah Natal di Kabupaten Tebo, Jambi. Keputusan itu diambil jauh sebelum adanya rapat koordinasi dengan Camat Kamang Baru.
Menurut Bilmar, umat GBIS Sungai Tambang merayakan dan beribadah Natal di luar Sumbar karena berkaca pada pengalaman pahit tahun 2015 dan 2018. Saat itu, umat dilarang dan diintimidasi oleh oknum masyarakat agar tidak mengadakan perayaan dan ibadah Natal secara bersama-sama di tempat tidak resmi.
Dijelaskan Bilmar, pelarangan tidak hanya terjadi saat Natal, tetapi juga saat ibadah mingguan. Akhirnya, umat di Sungai Tambang terpaksa beribadah sembunyi-sembunyi dengan berpindah-pindah lokasi di rumah umat.
”Izinkanlah kami beribadah dengan tidak ada tekanan dan intimidasi. Tidak hanya ketika Natal, yang hanya sekali setahun, tetapi juga ibadah lainnya. Di rumah biasa tidak masalah, tidak perlu pakai pernak-pernik kekristenan juga. Yang penting kami punya satu tempat bagi kami bersekutu dan memuji Tuhan kami sesuai kepercayaan kami,” kata Bilmar.
Izinkanlah kami beribadah dengan tidak ada tekanan dan intimidasi. Tidak hanya ketika Natal, yang hanya sekali setahun, tetapi juga ibadah lainnya. Di rumah biasa tidak masalah, tidak perlu pakai pernak-pernik kekristenan juga. Yang penting kami punya satu tempat bagi kami bersekutu dan memuji Tuhan kami sesuai kepercayaan kami.
Berdasarkan catatan Pemerintah Kabupaten Dharmasraya, jumlah umat Kristiani di Kampung Baru, Nagari Sikabau, adalah 17 keluarga, yaitu 6 keluarga Katolik, 8 keluarga Protestan, dan 3 keluarga Pentakosta. Sementara Pusaka Foundation Padang mencatat, jumlah umat Katolik di Stasi Sikabau sebanyak 22 keluarga. Adapun jumlah umat Kristiani di Sungai Tambang berdasarkan catatan Pusaka mencapai sekitar 212 keluarga, yaitu umat HKBP 122 keluarga, umat Katolik 60 keluarga, dan umat GBIS 30 keluarga.
Membantah
Kepala Bagian Humas Pemkab Dharmasraya Budi Waluyo membantah adanya larangan merayakan Natal bagi umat Kristiani. Namun, untuk merayakan dan beribadah Natal di tempat tidak resmi, memang tidak diperkenankan.
”Kalau berjemaah, sepanjang yang kami pantau, warga sekitar tidak berkenan. Sebab, sebelumnya sudah ada perjanjian, kalau melakukan ibadah berjemaah atau mendatangkan jemaah dari daerah lain, dilakukan di gereja. Jadi, lantaran ada kearifan lokal yang disepakati warga setempat dan umat Kristiani, Pemkab menghormati saja dan mencarikan jalan keluar terbaik,” kata Budi.
Menurut Budi, pemkab menyarankan agar umat Stasi Sikabau bergabung dengan umat Stasi Sungai Rumbai, Dharmasraya, saat merayakan dan beribadah Natal. Jika butuh angkutan, pemkab bersedia menyediakan. Adapun terkait pendirian rumah ibadah resmi, kata Budi, tetap harus memenuhi aturan yang berlaku.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Sijunjung Zefnifan juga membantah bahwa Pemkab Sijunjung melarang umat Kristiani di Sungai Tambang merayakan dan beribadah Natal. ”Tidak ada pelarangan. Selama ini, umat Islam dan Kristiani hidup berdampingan tanpa ada gesekan,” kata Zefnifan.
Tidak ada pelarangan. Selama ini, umat Islam dan Kristiani hidup berdampingan tanpa ada gesekan.
Ditambahkan Zefnifan, pemkab dan seluruh pihak bersama-sama memberikan rasa aman dan nyaman untuk pelaksanaan Natal tahun ini. Ia meminta masyarakat bisa menjaga kerukunan dan tidak terpancing provokasi dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Melanggar aturan
Manajer Program Pusaka Foundation Padang Sudarto mengatakan, pelarangan umat Kristiani merayakan dan beribadah Natal oleh pemerintah daerah melanggar aturan. Padahal, pemerintah daerah semestinya memfasilitasi penyelesaian konflik antarumat beragama dan memfasilitasi umat beragama yang belum memiliki tempat ibadah.
Menurut Sudarto, poin itu tercakup dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9, 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
”Pemerintah pusat mesti turun tangan. Menteri Dalam Negeri mesti membina dan memberikan pemahaman kepada kepala daerah yang melanggar,” kata Sudarto. Sementara itu, Menteri Agama selaku koordinator melalui Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota bisa menyelesaikan permasalahan antarumat beragama ini.
Pemerintah pusat mesti turun tangan. Menteri Dalam Negeri mesti membina dan memberikan pemahaman kepada kepala daerah yang melanggar.
Menurut Sudarto, selama ini umat Kristiani di nagari itu memang kesulitan mendapatkan izin pembangunan rumah ibadah resmi. Tidak hanya karena faktor jumlah jemaat, susahnya membangun rumah ibadah juga karena sulitnya mendapatkan izin dari warga sekitar.
Sudarto menambahkan, jika memang umat Kristiani tidak bisa membangun rumah ibadah, semestinya pemerintah daerah memfasilitasi dengan menyediakan tempat. Dengan demikian, setiap umat beragama bisa menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dijamin oleh konstitusi.
Menyesalkan
Humas Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Irma Riana Simanjuntak menyesalkan pelarangan merayakan dan ibadah Natal di Sumbar. PGI pun mengajak Pemerintah Provinsi Sumbar, pemerintah kabupaten/kota, camat, lurah, RT dan RW, serta semua elemen masyarakat untuk mengakomodasi keinginan umat Kristiani, sebagai sesama saudara sebangsa yang berhak menyelenggarakan ibadah menurut agama dan kepercayaannya.
”Hak ini diwadahi dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 yang menjamin masyarakat untuk menjalankan ibadahnya,” kata Irma dalam siaran pers yang diterima Kompas.
Secara khusus, PGI meminta perhatian Pemerintah Kabupaten Dharmasraya, Kecamatan Pulau Punjung, Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, dan Pemerintah Kabupaten Sijunjung, Nagari Sungai Tambang, Provinsi Subar, untuk mengedepankan prinsip kesetaraan di hadapan hukum serta menghargai konstitusi. Pemerintah wajib memfasilitasi kegiatan keagamaan.
Baca juga: Hadiri Konferensi Islam di Abu Dhabi, Din Syamsuddin Tekankan Toleransi
Dilanjutkan Irma, PGI sangat menghargai jalan dialog sebagai cara bermartabat dan berbudaya serta para sahabat yang sudah menempuhnya untuk membantu penyelesaian masalah seperti ini. Apresiasi juga kepada Pemkab Dharmasraya yang telah mendorong ditempuhnya langkah dengan dialog damai. Ke depannya PGI berharap pemerintah setempat tetap memfasilitasi warga Kristiani melakukan peribadahan melalui pemberian izin pendirian rumah ibadah.
”Sebagai sesama saudara sebangsa, kami menegaskan, pernyataan sikap ini merupakan pesan perdamaian dan persahabatan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dan prinsip dasar hak asasi manusia serta menghormati konsensus dan konstitusi yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. PGI mengajak semua komponen masyarakat bangsa untuk bersatu padu membangun persahabatan demi Indonesia yang makin maju dan tangguh ke depan,” ujar Irma.
PGI juga mengimbau seluruh umat Kristiani untuk tetap menjalin hubungan baik dengan pemerintah, tokoh masyarakat, serta umat lain dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Baca juga: Pimpinan Agama Sepakat Bumikan Semangat Toleransi