Kemenpora masih menunggu laporan penggunaan anggaran pelatnas 2019 dari 64 cabang olahraga. Semakin cepat laporan diselesaikan, anggaran pelatnas 2020 pun akan cepat tersalurkan.
Oleh
Denty Piawai Nastitie & Adrian Fajriansyah
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Pemuda dan Olahraga meminta cabang-cabang olahraga segera melaporkan penggunaan anggaran sebelum 31 Desember 2019. Hal itu supaya proses nota kesepahaman atau MoU anggaran pelatnas 2020 bisa terealisasi di awal tahun. Semakin cepat anggaran cair, cabang-cabang yang atletnya sedang mengejar tiket ke Olimpiade Tokyo 2020 bisa segera menjalankan agenda mereka.
”Dari 65 cabang olahraga penerima bantuan anggaran pelatnas, baru satu cabang olahraga yang telah selesai membuat laporan, yaitu Sekretariat Ikatan Olahraga Dansa Indonesia,” ujar Kepala Bidang Olahraga Prestasi Internasional selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) Yayan Rubaeni dari Solo, Jawa Tengah, Jumat (20/12/2019).
Sepanjang 2019, lanjut Yayan, Kemenpora memfasilitasi pembinaan pelatnas 65 cabang olahraga melalui PPON, yang terdiri atas 49 cabang untuk persiapan SEA Games dan Olimpiade, serta 16 cabang ASEAN Para Games dan Paralimpiade. Total anggaran 2019 yang dikucurkan sebesar Rp 386,06 miliar, dengan rincian Rp 266,20 miliar untuk pelatnas persiapan SEA Games 2019 dan Olimpiade 2020, serta Rp 119,86 miliar untuk persiapan ASEAN Para Games 2020 dan Paralimpiade 2020.
Sejak Rabu lalu, Kemenpora telah mengumpulkan bendahara cabang-cabang olahraga untuk pendampingan proses penyusunan laporan pertanggungjawaban. Pengawasan dan pendampingan dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak seperti Tim Pengawalan, Pengamanan, Pemerintahan dan Pembangunan Pusat Kejaksaan, Inspektorat Kemenpora, dan beberapa pihak lainnya.
”Kami membantu apabila ada kendala yang dihadapi. Kami harapkan agar cabang olahraga penerima bantuan dapat segera menyampaikan laporan sebelum 31 Desember, sesuai dengan MoU,” tegas Yayan.
Yayan mengatakan, kendala yang dihadapi cabang adalah proses pengadaan perlengkapan latihan terutama yang bernilai lebih dari Rp 400 juta, serta penghitungan perpajakan. ”Untuk membantu kendala tersebut kami telah menyiapkan tim pendamping dan pedoman teknis yang dapat dijadikan acuan bagi petugas administrasi,” ujarnya.
Manajer Timnas Balap Sepeda, Budi Saputro mengatakan, anggaran pelatnas tahun 2019 telah digunakan untuk persiapan atlet ke SEA Games 2019 dan Olimpiade 2020. ”Untuk laporan, kami akan segera mengirimkan kepada Kemenpora. Diusahakan sebelum akhir bulan sudah kami laporkan,” ujarnya.
Budi menjelaskan, meski belum memberikan laporan pertanggung jawaban, pihaknya sudah menyerahkan proposal kualifikasi Olimpiade 2020 kepada Kemenpora. Anggaran yang dibutuhkan untuk kualifikasi sekitar Rp 10 miliar untuk tiga atlet BMX dan enam atlet disiplin trek.
Mulai Januari 2020, atlet-atlet BMX akan mengikuti kejuaraan untuk mengumpulkan poin Olimpiade, antara lain seri Piala Dunia BMX Supercross 2020 di Australia, Kejuaraan Dunia BMX di Amerika Serikat, dan tiga seri kejuaraan C1 BMX di Indonesia dan Malaysia.
“Menurut Kemenpora semua akan diproses sesuai prosedur. Belum ada kepastian kapan akan dicairkan,” ujar Budi.
Selain membuat laporan pertanggungjawaban anggaran pelatnas, tim balap sepeda Indonesia juga sedang menyusun proposal anggaran untuk meloloskan atlet menuju Olimpiade Paris 2024. “Sesuai dengan arahan pemerintah, cabang balap sepeda masuk dalam sepuluh olahraga prioritas Olimpiade. Jadi kami sedang membuat program dan susunan anggaran untuk Olimpiade,” ujar Budi.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto menjelaskan, pada 2020, Kemenpora akan lebih fokus memberikan anggaran kepada cabang-cabang yang mengejar tiket ke Olimpiade Tokyo. Sejauh ini, cabang yang menjadi prioritas utama adalah bulu tangkis, angkat besi, panjat tebing, dan atletik. Sebab, mereka sudah memastikan atletnya masuk Olimpiade. Kemenpora mendukung mereka untuk menambah atlet lolos ke Olimpiade dan bisa meraih prestasi.
Untuk cabang lain yang masih berjuang di kualifikasi Olimpiade, jumlahnya akan dipastikan setelah rapat antara Kemenpora dan pengurus induk cabang-cabang olahraga. ”Adapun cabang-cabang lain yang bukan cabang Olimpiade tetap diberi dukungan. Tetapi, bentuknya fasilitas kegiatan, seperti ketika ingin ikut kejuaraan internasional. Kami tidak mungkin juga tidak membantu mereka sama sekali,” tutur Gatot.
Perbaikan tata kelola
Untuk mempercepat proses penyaluran anggaran bantuan pelatnas, Kemenpora telah merombak struktur pimpinan di Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional. Ada dua dari tiga pergantian yang krusial.
Pada 16 Desember, Plt Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Yuni Poerwanti diganti dengan Chandra Bhakti. Sedangkan pada 28 Desember, Bambang Hermansyah menggantikan Ahmad Arsani sebagai Plt Asisten Deputi Olahraga Prestasi Deputi IV.
Chandra dan Bambang dinilai berpengalaman di posisi tersebut, komunikatif, dan proaktif. ”Kalau tidak komunikatif dan proaktif, nanti ada informasi yang tidak tersampaikan ke pengurus induk cabang. Ujung-ujungnya, bisa terjadi kesalahpahaman,” ujar Gatot.
”Apalagi, tahun 2020, anggaran untuk pelatnas cabang non paralimpiade sangat minim, yakni kurang dari Rp 270 miliar. Nilai itu jauh berkurang dibanding anggaran untuk Asian Games 2018 yang mencapai Rp 550 miliar. Pejabat terkait di Deputi IV harus bisa memberikan pemahaman mengenai itu,” lanjut Gatot.
Pergantian pimpinan di Deputi IV itu melengkapi upaya Kemenpora mempercepat laporan keuangan 2019, membentuk perangkat aturan, dan administrasi untuk menunjang pelaksanaan MoU antara Kemenpora dan pengurus induk cabang-cabang olahraga. ”Dengan begitu, MoU bantuan anggaran pelatnas diharapkan bisa segera beres pada Januari dan diharapkan anggaran bisa segera turun secara tuntas antara Januari dan Februari,” kata Gatot.
Penyaluran anggaran
Chandra mengutarakan, proses penyaluran anggaran bantuan pelatnas 2019 memang ada yang terlambat. Namun, itu tidak sepenuhnya salah Kemenpora. Sebab, beberapa cabang sempat menolak usulan anggaran yang ditawarkan Kemenpora. Contohnya PB PRSI yang meminta anggaran pelatnas mencapai Rp 52 miliar. Padahal, anggaran Kemenpora terbatas. Di sisi lain, prestasi PB PRSI juga tidak terlalu menjanjikan pada Asian Games 2018 dan SEA Games 2017. ”Untuk itu, mereka hanya diberikan bantuan sekitar Rp 9 miliar,” ujarnya.
Menurut Chandra, pihaknya akan lebih proaktif menjelaskan kepada pengurus induk cabang olahraga, bahwa anggaran Kemenpora sangat terbatas. Pihaknya tidak bisa memenuhi semua permintaan cabang. Apalagi, semua cabang pasti menginginkan bantuan yang besar. Oleh karena itu, Kemenpora menyalurkan anggaran berdasarkan kluster. Cabang yang punya prestasi menjanjikan pada sejumlah ajang multicabang akan mendapatkan anggaran jauh lebih besar.
”Untuk cabang yang merasa dapat anggaran terbatas, mereka patut berupaya mandiri dengan mencari anggaran bantuan dari sponsor. Mereka juga bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah, terutama untuk membina atlet-atlet muda. Kalau bisa menunjukkan prestasi jauh lebih baik, tentu Kemenpora akan memberikan mereka apresiasi berupa anggaran lebih baik di tahun berikutnya,” kata Chandra.
Ketua Pembinaan dan Prestasi PB PRSI Wisnu Wardhana menyampaikan, usulan anggaran yang mereka ajukan itu sudah sesuai dengan program untuk mengejar prestasi optimal di SEA Games 2019. Namun, karena keterbatasan anggaran, Kemenpora hanya menyanggupi bantuan yang jauh lebih kecil. Tentu, hal itu sempat membuat mereka bernegosiasi dengan Kemenpora agar diberi bantuan lebih layak.
Namun, karena tidak mungkin lagi berubah, akhirnya PB PRSI hanya mendapatkan bantuan sekitar Rp 9 miliar. Anggaran sebesar itu tidak bisa optimal. Setidaknya, mereka harus menggilir atlet pelatnas untuk mengikuti kejuaraan internasional. ”Dengan kondisi itu, prestasi di SEA Games 2019 pun tidak optimal, yakni hanya meraih satu emas. Sedangkan Singapura yang menjadi juara umum di renang SEA Games itu, karena dukungan pelatnas mereka lebih besar, 10 kali lipat dibandingkan anggaran pelatnas Indonesia,” ujar Wisnu.