KPK memasuki babak baru dengan dibentuknya Dewan Pengawas. Keberadaan Dewan Pengawas cukup memberi harapan karena integritas anggotanya diakui. Namun, skeptisisme tetap muncul.
Oleh
INA/NTA/HAR/SAN/AGE/IAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Setelah pelantikan lima unsur pimpinan dan lima unsur Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023, Jumat (20/12/2019), KPK memasuki babak baru. Di tengah berbagai hambatan yang mungkin menghadang, KPK diharapkan tetap mampu memberantas korupsi secara sistematis dan berdampak positif bagi ekonomi dan kehidupan bangsa pada umumnya.
Babak baru KPK dimulai setelah untuk pertama kali sejak lembaga ini dibentuk 2003 dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK memiliki Dewan Pengawas (Dewas). Pemerintah dan DPR selaku pembuat UU menilai Dewas sebagai bentuk kontrol. Namun, sebagian kelompok masyarakat sipil menganggap Dewas akan memperpanjang jalur birokrasi penyidikan di KPK.
Di sisi lain, pimpinan KPK juga akan menghadapi tantangan internal sebagai dampak berlakunya UU No 19/2019 yang merupakan revisi atas UU No 30/2002. Di bawah UU No 19/2019 yang mulai berlaku Oktober, sejumlah hal akan berubah di internal KPK. Hal yang dianggap mencolok ialah pembentukan Dewas yang antara lain berwenang memberi atau tidak memberi izin penyadapan dan penyitaan, serta pimpinan KPK yang bukan lagi berstatus penyidik dan penuntut. KPK juga berhadapan dengan skeptisisme masyarakat sipil.
Kemarin, Presiden Joko Widodo menyebut pembentukan Dewas KPK sebagai sejarah baru dalam gerakan pemberantasan korupsi. Presiden meyakini pimpinan KPK akan membawa KPK bekerja lebih baik lagi. Apalagi, saat ini pimpinan KPK didampingi Dewas.
”Saya berharap, sekali lagi, penguatan KPK itu betul-betul nyata. Pemberantasan korupsi bisa sistematis sehingga memberikan dampak yang baik bagi ekonomi, bagi negara kita,” kata Presiden seusai menyaksikan pembacaan sumpah jabatan anggota Dewas serta pimpinan KPK periode 2019-2023 di Istana Negara, Jakarta.
Lima unsur pimpinan KPK yang kemarin dilantik ialah Firli Bahuri sebagai ketua serta Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, dan Nurul Ghufron sebagai wakil ketua. Adapun lima unsur Dewas KPK ialah Tumpak Hatorangan Panggabean sebagai ketua serta Albertina Ho, Artidjo Alkostar, Harjono, dan Syamsuddin Haris menjadi anggota.
Seusai dilantik, pimpinan KPK dan Dewas KPK menjalani serah terima jabatan di Gedung KPK. Ke-10 orang itu menandatangani pakta integritas disaksikan empat pimpinan KPK 2015-2019 dan pegawai KPK.
Dalam sambutannya, Firli Bahuri menyampaikan, pemberantasan korupsi bukan hal mudah sehingga dibutuhkan kerja sama, bukan hanya di internal, melainkan juga dengan penegak hukum lain. Untuk menjawab tantangan ke depan, hal pertama yang dilakukan pimpinan KPK ialah membenahi manajemen sumber daya manusia dan tata kerja.
Tumpak Hatorangan menegaskan, komunikasi menjadi hal terpenting saat ini. Transparansi dan akuntabilitas mesti dipertahankan mengingat hal itu jadi salah satu asas yang melandasi kerja KPK. ”Ada yang perlu disampaikan ke publik, ada juga yang tidak. Tetapi, untuk hal yang biasa dibuka untuk publik, itu tidak boleh berubah,” ujarnya.
Mekanisme berbeda
Keberadaan Dewas KPK dinilai memberi harapan karena merupakan figur yang diakui integritasnya. Namun, dampak Dewas terhadap kinerja KPK ditanggapi skeptis masyarakat sipil karena sosok-sosok itu ada dalam sistem kelembagaan yang sudah problematik.
Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan, dengan berlakunya UU KPK yang baru, penyidikan kasus korupsi melibatkan lebih banyak tangan daripada sebelumnya. Di UU KPK yang baru, lima pimpinan KPK tak lagi berstatus penyidik dan penuntut.
”Apakah dengan ini KPK akan jadi lebih baik? Belum tentu. Banyak hal yang akan memengaruhi kerja KPK di bawah UU yang baru. Keberadaan Dewas, sekalipun dengan komposisi sekarang, sedikit banyak menghalangi kerja KPK, di samping pimpinan yang kehilangan peranan,” kata Bivitri.
Pengajar hukum pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana, mengatakan, anggota Dewas KPK saat ini adalah orang-orang yang memiliki rekam jejak yang baik. Namun, ke depannya secara sistemik tetap diperlukan perbaikan organisasi KPK melalui revisi UU KPK.