Setengah Abad Waduk Jatiluhur Bersolek
Waduk Jatiluhur di Purwakarta, Jawa Barat, bertransformasi. Sumber irigasi pertanian, pembangkit listrik, air minum, dan perikanan itu kini fokus mengembangkan pariwisata.
Pada usia lebih dari setengah abad, Waduk Jatiluhur di Purwakarta, Jawa Barat, bertransformasi. Selain tetap menjadi sumber irigasi pertanian, pembangkit listrik, air minum, dan perikanan, waduk ini kini fokus mengembangkan pariwisata. Waduk seluas 8.300 hektar itu kini semakin meriah.
Hujan deras tak menghalangi tekad Muhammad Husen (34), warga Pasawahan, Purwakarta, menyaksikan ”The 1st International Jatiluhur Jazz Festival”, Sabtu (30/11/2019) malam. Ia datang seorang diri ke acara ini sejak pukul 15.00. Saat konser berlangsung, baju dan sepatu masih basah akibat kehujanan selama perjalanan.
Hujan juga yang membuat konsep ideal festival itu meleset. Semula harapannya festival itu bisa dinikmati ditemani matahari terbenam di ujung waduk. Namun, mendung lantas disusul hujan deras membuyarkan rencana itu.
Akan tetapi, Husen tak kecewa. Dia merayakan setiap tetesan air sebagai berkat. Baginya, air jatuh di tempat yang tepat untuk ditampung dan bermanfaat bagi kehidupan lain. Di Jatiluhur itu pula ia merayakan kesendiriannya, ditemani musisi papan atas Indonesia.
Nika Ayu (28) dan Bintang Rahman (27), pasangan asal Purwakarta, juga seakan tak peduli rintik hujan membasahi badan mereka. Lagu-lagu yang dinyanyikan Java Jive berjudul ”Kau yang Terindah” menghangatkan mereka malam itu.
”Arena lapangan konser memang becek dan sepatu jadi kotor, tapi tidak apa-apa. Yang penting kami bahagia bisa menonton konser jazz di tepi danau. Sensasinya berbeda,” kata Bintang semringah.
The 1st International Jatiluhur Jazz Festival mengusung tema ”Green, Water, and Life”. Beragam sajian musik jazz digagas langsung oleh Dwiki Dharmawan, musisi jazz asal Jabar. Komposisi musik jazz itu diharapkan dapat menyatu dengan lingkungan Jatiluhur.
Bintang tamu yang diundang antara lain Java Jive, Marcell, Via Vallen, Krakatau, Wizzy, dan Mus Mujiono. Penonton diajak menikmati pemandangan alam Jatiluhur sambil larut bernyanyi bersama.
Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) II, pengelola Jatiluhur, Saefudin Noer menuturkan, tema dipilih sebagai bentuk kampanye untuk menjaga lingkungan dan air bagi kehidupan. Menjaga kebersihan lingkungan dengan melindungi hutan dan keberlangsungan air menjadi tanggung jawab semua lapisan masyarakat. Terlebih menjaga ekosistem air sangat penting karena merupakan sumber kehidupan.
Sebelumnya tema serupa juga menjadi payung penyelenggaraan beragam kegiatan di Jatiluhur sepanjang tahun ini. Beberapa di antaranya seperti ”The 1st Jatiluhur Stand Up Paddle and Kayak Exhibition” di Pantai Timur, kawasan Waduk Jatiluhur, pada 13-14 Juli 2019 serta ”The 1st Jatiluhur Heroes 5k Fun Run and Walk” pada 10 November 2019.
Menjaga fungsi
Saefudin menambahkan, sepanjang tahun 2019, program konservasi dan optimalisasi pengelolaan air telah dilakukan oleh PJT II bekerja sama dengan warga dan pihak terkait. Kegiatan yang dilakukan di antaranya pembersihan sumber air mulai dari Situ Cisanti, pembersihan dari eceng gondok, waduk, bendung, dan saluran sepanjang Sungai Citarum.
Kondisi waduk yang bersih bermanfaat bagi keberlanjutan ekosistem air dan dapat dimanfaatkan untuk pergelaran acara. Dengan demikian, berbagai manfaat Jatiluhur dapat dirasakan dalam multidimensi.
”Kami ingin memanfaatkan potensi air di bidang wisata dengan mengadakan kegiatan yang menyajikan pemandangan indah,” ucapnya.
Akan tetapi, upaya itu juga mempunyai tantangan. Merebaknya eceng gondok dan sedimen santer menjadi permasalahan tahunan yang muncul. Berdasarkan catatan Kompas, eceng gondok sempat memenuhi permukaan air Waduk Jatiluhur pada Februari hingga April.
Hasil penelitian Balai Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Jatiluhur yang dibukukan tahun 2016, populasi eceng gondok yang tinggi disebabkan berlebihnya jumlah nutrien pada ekosistem perairan. Nutrien itu dapat bersumber dari pakan ikan yang dibudidayakan.
Ledakan pertumbuhan eceng gondok juga menyebabkan penurunan kandungan oksigen karena penetrasi cahaya matahari tidak bisa menembus hingga lapisan bawah air. Jika dibiarkan, semuanya akan mengganggu fungsi Jatiluhur.
Sejak awal diresmikan Penjabat Presiden RI Jenderal Soeharto pada 26 Agustus 1967, waduk terbesar di Indonesia ini sudah memiliki banyak peran. Berada di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, sekitar 9 kilometer dari pusat kota Purwakarta, ada enam fungsi, yaitu pencegahan banjir, irigasi, pembangkit tenaga listrik, penyediaan air baku minum kota Jakarta, perikanan darat, dan pariwisata.
Kini, rincian kebutuhan air dari Jatiluhur hingga akhir tahun meliputi irigasi 3.053 juta meter kubik, 729 juta meter kubik (air baku), dan 367 juta meter kubik (industri). Kebutuhan air itu tersebar di Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu, dan DKI Jakarta. Jatiluhur juga vital membangkitkan listrik. Bersama dua waduk lain di Sungai Citarum, Saguling, dan Cirata, Jatiluhur menghasilkan energi bagi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 1.880 MW. Listrik itu memasok interkoneksi kelistrikan Jawa-Bali untuk menerangi lebih dari setengah penduduk negeri ini di Pulau Jawa dan Bali.
Transformasi
Selain pengerukan sedimen dan pengangkatan eceng gondok, PJT II mencoba jalan pariwisata untuk mengurangi dampak sekaligus menggenjot wisata Jatiluhur. Harapannya, setelah kenal lebih jauh, cinta warga pada Jatiluhur semakin kuat.
Waduk Jatiluhur masuk dalam rencana pengembangan wisata 2020 oleh Pemerintah Provinsi Jabar. Pada tahun ini Pemprov Jabar bersama PJT II dan Pemerintah Kabupaten Purwakarta bersinergi untuk mengoptimalkan wisata di kawasan Waduk Jatiluhur.
Pada Agustus lalu, Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengunjungi sejumlah lokasi rencana pembangunan tempat wisata baru di Jatiluhur. Pengembangan pariwisata akan dikebut selesai awal 2021. Ragam wahana baru akan dibangun untuk menyedot wisatawan.
Berdasarkan data Unit Usaha Pariwisata dan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Perum Jasa Tirta II, jumlah kunjungan wisatawan lokal selama tiga tahun terakhir di Jatiluhur menurun. Pada 2016 tercatat 221.761 kunjungan wisatawan. Namun, pada 2017, kunjungan berkurang menjadi 211.779 dan anjlok lagi pada 2018 menjadi 183.551 kunjungan.
Kamil menyebut rencana pengembangan terbagi dalam rencana jangka pendek (enam bulan), menengah (satu tahun), dan panjang (dua tahun lebih). Rencana jangka pendek ialah membangun masjid terapung di tengah waduk yang didesain Kamil. Sementara rencana jangka menengah membangun hotel terapung. Investasi untuk membangun satu spot baru diperlukan dana Rp 20 miliar-Rp 30 miliar.
General Manager Unit Usaha Pariwisata dan AMDK Perum Jasa Tirta II Dindin Hendriana menargetkan, ada peningkatan pengunjung 15 persen untuk mendongkrak jumlah pengunjung di Jatiluhur. Selain peningkatan kunjungan, juga supaya branding Jatiluhur semakin dikenal luas.
Menurut rencana, transformasi itu akan dilengkapi dengan penambahan sejumlah wahana untuk menarik kunjungan wisatawan. Pada 2018, Dindin bersama tim telah mengajukan konsep pembuatan jogging track sepanjang 1,5 kilometer di tepi Jatiluhur. Di sisi kanan-kiri lokasi itu akan dilengkapi dengan taman bunga dan kursi untuk bersantai. Apabila itu terjadi, bisa jadi penyelenggaraan International Jatiluhur Jazz Festival tahun depan bakal lebih semarak karena cinta para pengunjungnya.
Ternyata tak perlu menunggu tahun depan. Menjelang malam, penonton masih bersemangat meskipun gerimis masih turun. Mereka mengangkat tangan ke atas sambil mengangguk-anggukkan kepala. Kondisi arena yang becek tak jadi masalah buat mereka.
”Senang sekali bisa menjadi saksi sejarah festival musik jazz di Jatiluhur. Jujur, tidak pernah membayangkan bakal romantis dan magis banget suasananya,” ujar Husen.
Api semangat mengembangkan potensi Jatiluhur tengah bergelora. Warna-warni lampu yang menerangi Husen, Ayu, dan Bintang di arena festival seolah menjadi harapan agar inovasi Jatiluhur terus menjadi inspirasi.