Empat pimpinan KPK yang mengakhiri masa jabatannya pekan lalu itu belum akan berhenti. Mereka akan tetap berkarya di bidang antikorupsi, meski tidak lagi melalui cara yang sama dengan sebelumnya.
Oleh
Riana A Ibrahim dan Danang David Aritonang
·4 menit baca
Empat tahun pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi jilid IV, Agus Rahardjo cs, menakhodai kapal antikorupsi di negeri ini. Bukan laut yang tenang yang diarungi selama kurun waktu tersebut. Badai datang silih berganti. Namun, keempat unsur pimpinan KPK yang mengakhiri masa jabatannya pekan lalu itu belum akan berhenti. Mereka akan tetap berkarya di bidang antikorupsi, meski tidak lagi melalui cara yang sama dengan sebelumnya.
Pada Senin (16/12/2019) lalu, dua Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif dan Saut Situmorang, menggelar konferensi pers penetapan tersangka. Mata Laode berkaca-kaca seusai mengakhiri sesi tersebut. Secara spontan, Laode merangkul Saut sembari mengucapkan salam perpisahan: ”Mungkin ini konpers penetapan tersangka terakhir bersama saya dan Pak Saut.”
Jika biasanya Laode dan Saut dengan ramah melayani pertanyaan wartawan seusai sesi jumpa pers, kali ini keduanya hanya melambaikan tangan dan bergegas meninggalkan ruang konferensi pers. Hal serupa terulang saat Paparan Kinerja KPK 2016-2019 pada Selasa (17/12). Keempat unsur pimpinan yang hendak purnatugas tak sanggup menahan haru di depan awak media. Dari lima unsur pimpinan periode 2015-2019, hanya satu yang kembali memimpin KPK, yaitu Alexander Marwata.
Menjelang berakhirnya tugas mereka, pimpinan KPK jilid IV akhirnya mengizinkan Kompas untuk bertandang langsung ke ruang kerjanya di lantai 15 Gedung KPK Jakarta. Selama ini, kesempatan wawancara atau pertemuan dengan pimpinan hanya terbatas di ruang Perpustakaan KPK atau saat ada kegiatan.
”Ya, ini ruangan saya. Sudah nyicil dirapikan sejak seminggu lalu. Biasanya banyak buku di meja dan di lemari,” kata Agus Rahardjo kepada Kompas, Rabu (18/12). Ada beberapa barang yang belum dibereskan. Salah satunya lukisan tokoh pewayangan, Raden Bratasena, yang menjadi favoritnya yang masih terpasang di dinding ruang kerjanya. Dalam kesempatan itu, ia bercerita tentang rencana lanjutannya setelah merampungkan masa tugasnya di KPK.
”Cucu saya ada empat. Nanti saya mau jemput cucu tiap pulang sekolah dan kebetulan saya punya keramba kecil-kecilan,” ungkap Agus sambil menunjukkan keramba ikan miliknya yang berada di Lampung. Tak ada rencana untuk kembali berkiprah di lembaga negara lagi karena ia sudah merasa sudah cukup waktu untuk mengabdi. Kendati demikian, ia tetap memikirkan upaya pemberantasan korupsi ke depan melalui sarana yang lain. “Pasti tetap akan berkontribusi. Tapi sekarang saatnya saya kembali ke keluarga,” ujar Agus.
Tetap berkarya
Berbeda dengan Agus, Laode justru berniat akan kembali mengajar sebagai dosen dan tetap aktif di bidang pemberantasan korupsi dengan membuat program antikorupsi dari segi penegakan hukum untuk membantu polisi dan jaksa, juga memperbaiki kondisi Mahkamah Agung.
”Perbaikan masih dibutuhkan. Selama masih bisa melakukan sesuatu, saya tidak akan berhenti. Perlu napas panjang memberantas korupsi,” ungkap Laode yang ternyata memiliki kebiasaan menyeduh kopi racikan sendiri selama di kantor.
Rencana serupa juga disusun Saut Situmorang.
Ia berniat membentuk suatu lembaga independen yang melibatkan orang-orang yang peduli dengan isu antikorupsi di berbagai bidang. ”Mungkin bisa nanti namanya SS Inisiatif atau apa, ya, sedang dipikirkan. Tapi nanti saya akan gandeng orang-orang yang punya kemampuan. Pak Laode ini saya mau ajak untuk isu lingkungan,” kata Saut.
Untuk Basaria Pandjaitan, ia memilih kembali pada para purnawirawan polisi wanita dan tetap menghidupkan program Saya Perempuan Antikorupsi yang dirintisnya selama menjadi komisioner KPK. ”Saya sudah purna dari kepolisian, saya juga sudah selesai di sini. Tapi nilai antikorupsi tidak boleh padam. Saya masih punya jejaring purnawirawan itu yang akan saya optimalkan,” ujar Basaria.
Meski semasa menjabat keempatnya kerap berbeda pendapat dengan para pegawai internal, kepergian mereka menyisakan haru. Para pegawai KPK tak kuasa juga menahan tangis melihat keempatnya pada hari terakhir mengingat pernah sama-sama berjuang saat KPK dirundung berbagai masalah dan tekanan, seperti saat revisi UU KPK bergulir dan saat muncul teror karena KPK menangani perkara besar.
Di tengah kondisi ini, secercah cahaya seakan muncul dengan kembalinya mantan Wakil Ketua KPK periode 2003-2007 Tumpak Hatorangan Panggabean dengan menjadi Dewan Pengawas KPK. Meski keberadaan organ ini sempat ditolak, tetapi kemunculan Tumpak memberikan warna berbeda dan harapan baru.
”Opung kembali lagi ke sini,” ujar dia saat sambutan dibalas tepukan riuh para pegawai KPK. Ia mengaku tak menyangka akan kembali lagi bekerja di KPK. ”Kami tetap berkomitmen bahwa pemberantasan korupsi, baik penindakan maupun pencegahan harus dikedepankan oleh KPK sebagai garda terdepan dan menjaga sinergi dengan aparat penegak hukum lainnya. Mohon doa restu, mungkin bisa memperkuat sebelumnya,” kata Tumpak.
Memang pemberantasan korupsi masih berlanjut apa pun mediumnya. Seperti ungkapan Agus pada sambutan terakhirnya. ”Saya sudah menjadi anggota alumni, tetapi masih merasa memiliki KPK. Tugas kita belum selesai. Masih banyak hal yang harus dilakukan. Jaga rumah kita, mari terus berjuang,” ungkapnya menutup masa jabatannya.