Mewujudkan birokrasi yang baik, profesional, dengan mind set dan culture set yang mencerminkan integritas dan kinerja tinggi tidak cukup mengandalkan perampingan semata.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
Berapi-api, pidato Joko Widodo saat dilantik menjadi presiden untuk periode kedua, 2019-2024. Penyederhanaan birokrasi menjadi program keempat yang akan dilakukan pemerintahannya. Eselon III dan IV dipangkas, dialihkan menjadi jabatan fungsional dengan penghargaan pada keahlian dan kompetensi.
Harapannya, pemangkasan itu membuat prosedur menjadi pendek, birokrasi jadi lincah, dan investasi masuk dengan cepat. Investasi akan menciptakan lapangan kerja.
Tiga pekan setelah Kabinet Indonesia Maju terbentuk, pemangkasan eselon siap dilakukan. Namun, pelaksanaannya secara resmi menunggu Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang masih diharmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menpan dan RB Tjahjo Kumolo menyebutkan SK itu diperkirakan terbit Januari atau Februari tahun depan.
Tjahjo menjelaskan bagaimana selama ini sebuah instruksi dilaksanakan. Tugas dari menteri diberikan kepada direktur jenderal/deputi yang merupakan eselon I, lalu diturunkan ke direktur pejabat eselon II, kemudian diberikan ke pejabat eselon III yang setelahnya dilanjutkan ke pejabat eselon IV. Dari pejabat eselon IV, barulah tugas dikerjakan pegawai fungsional. Ketika akan diserahkan kembali hasilnya, proses bertingkat serupa kembali terjadi.
Betapa panjang rantai kerja birokrasi. Proses perizinan juga melalui proses hierarki ini. Durasi pengerjaan bertambah panjang ketika salah seorang pejabat sedang absen atau tak ada di kantor. Hal ini, menurut Tjahjo, membuat Presiden Jokowi jengkel dan meminta dilakukan debirokratisasi.
Kemenpan dan RB pun mencoba menerapkannya. Sebanyak 159 jabatan eselon III dan IV dialihkan menjadi tugas fungsional. Tinggal tiga jabatan yang disisakan, yakni Kepala Bagian Tata Usaha dan Layanan Pengadaan, Kepala Subbagian Rumah Tangga, dan Kepala Subbagian Protokol.
Kementerian/lembaga lain pun mulai mengidentifikasi jabatan-jabatan yang bisa dialihkan ke pejabat fungsional. Beberapa jabatan eselon III dan IV sesungguhnya tak perlu dihapus. Surat Edaran Menpan dan RB No 384/2019 tentang Langkah Strategis dan Konkret Penyederhanaan Birokrasi menyebutkan perkecualian pada pejabat yang bertugas sebagai kepala satuan kerja dengan kewenangan penggunaan anggaran atau pengadaan barang/jasa; memiliki tugas dan fungsi terkait otoritas, legalisasi, pengesahan, persetujuan dokumen, atau kewenangan kewilayahan; atau kriteria khusus lain berdasarkan usulan tiap kementerian/lembaga. Jadi, jabatan camat dan lurah tak serta-merta dihilangkan kendati diisi pejabat eselon III dan IV.
Tjahjo pun optimistis, pertengahan 2020, debirokratisasi selesai di tingkat kementerian/lembaga. Namun, untuk jajaran pemerintahan daerah, ia tak berani memastikan.
Hal lain yang perlu diperhatikan, keberhasilan debirokratisasi sangat dipengaruhi oleh peran pejabat pembina kepegawaian (PPK). Yang dimaksud PPK adalah menteri/kepala lembaga dan kepala daerah. Hanya saja, kebijakan ini berpotensi dijadikan senjata oleh kepala daerah untuk menyingkirkan para pejabat yang dinilai tak mendukungnya dalam pemilihan kepala daerah dan memberikan ”hadiah” kepada pejabat yang berkontribusi dalam pilkada. Hal serupa juga bisa dibaca publik dalam pemilihan para pejabat di sekeliling Presiden. Oleh karena itu, indikator yang obyektif mesti disiapkan dalam pemangkasan birokrasi.
Komprehensif
Selain itu, debirokratisasi memerlukan langkah yang komprehensif. Pengajar School of Policy the University of Southern California, Gerald E Caiden, dalam artikelnya, Administrative Reform, di Handbook of Comparative and Development Public Administration (2001) menyebutkan, debirokratisasi antara lain juga mencakup perbaikan cara pengambilan keputusan dan kebijakan; dekonsentrasi kekuasaan dan otoritas; penyembuhan penyakit birokrasi seperti kecurangan, buang-buang anggaran, dan korupsi; adopsi teknologi yang mumpuni; menyederhanakan proses administrasi; mengurangi utang publik; memperbaiki simulasi dan prediksi; mendidik pengelola publik dalam mengelola pemerintahan; menekankan etika dan norma publik; serta deregulasi.
Tanpa langkah komprehensif, kendati bisa mengurangi kegiatan yang tidak produktif dan pelaksanaan reorganisasi bisa meningkatkan kinerja pemerintahan, hal itu tetap tidak bisa mengatasi penggunaan anggaran berlebihan. Apalagi, di Asia, resistensi birokrasi dan masalah korupsi disebutkan bisa dengan mudah menggagalkan upaya reformasi yang dilakukan.
Tanpa langkah komprehensif, kendati bisa mengurangi kegiatan yang tidak produktif dan pelaksanaan reorganisasi bisa meningkatkan kinerja pemerintahan, hal itu tetap tidak bisa mengatasi penggunaan anggaran berlebihan
Untuk itu, Caiden menegaskan, keberhasilan reformasi birokrasi sangat bergantung pada praktik keseharian pemerintahan dan ratusan ribu pegawai yang menangani urusan publik. Karena itu, diperlukan sistem yang tertata dan para pemimpin yang mampu mengarahkan dan memastikan reformasi birokrasi terus berjalan. Mewujudkan birokrasi yang baik, profesional, dengan mind set dan culture set yang mencerminkan integritas dan kinerja tinggi tidak cukup mengandalkan perampingan semata.