Impor Barang ”Online” Senilai Rp 42.000 Bakal Dikenai Bea Masuk
Pemerintah menurunkan batasan nilai pembebasan bea masuk untuk impor barang kiriman dari 75 dollar AS menjadi 3 dollar AS. Langkah itu merespons aspirasi industri dan pelaku usaha yang menginginkan kesetaraan berbisnis.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah kembali menurunkan batasan nilai pembebasan bea masuk untuk impor barang kiriman dari 75 dollar AS menjadi 3 dollar AS atau sekitar Rp 42.000. Langkah tersebut merespons aspirasi industri dan pelaku usaha yang menginginkan kesetaraan dalam berbisnis (level playing field).
Penurunan batas nilai pembebasan bea masuk tersebut merevisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112 Tahun 2018 tentang ketentuan impor barang kiriman. Batas nilai pembebasan bea masuk sebesar 3 dollar AS berlaku mulai Januari 2020.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, penurunan batas nilai pembebasan bea masuk dalam rangka menjawab tuntutan industri dan pelaku usaha. Pemerintah diminta melindungi produk-produk dalam negeri dan menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha perdagangan daring (online) dan luring.
”Pengusaha banyak memberi masukan bahwa mereka mengalami persaingan yang ketat. Terlebih, setelah perang dagang AS-China semakin meluas dan berdampak ke industri domestik,” kata Heru dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (23/12/2019).
Berdasarkan catatan dokumen impor Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, kegiatan e-dagang berupa impor barang kiriman meningkat tajam dari 6,1 juta paket tahun 2017 menjadi 48,69 juta paket tahun 2019. Adapun volume impor barang kiriman melonjak dari 290 juta dollar AS menjadi 673,87 juta dollar AS.
Penurunan batas nilai pembebasan bea masuk dalam rangka menjawab tuntutan industri dan pelaku usaha. Pemerintah diminta melindungi produk-produk dalam negeri dan menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha perdagangan daring dan luring.
Heru mengatakan, mayoritas impor barang kiriman bernilai di bawah 75 dollar AS atau dalam rupiah pada kisaran Rp 1,05 juta. Rata-rata impor barang melalui platform e-dagang bernilai 3,8 dollar AS atau sekitar Rp 53.000 per kiriman. Dengan demikian, pemerintah menurunkan batas nilai pembebasan bea masuk per kiriman menjadi 3 dollar AS.
”Volume impor barang kiriman yang bernilai di bawah 75 dollar AS mencapai 83,88 persen dari total keseluruhan,” ujar Heru.
Selain menurunkan batas nilai pembebasan bea masuk, pemerintah juga merasionalisasi tarif pungutan pajak dalam rangka impor yang terdiri dari bea masuk sebesar 7,5 persen, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) badan 0 persen. Dengan demikian, setiap impor barang kiriman dikenai tarif pajak sebesar 17,5 persen.
”Tarif pajak sebesar 17,5 persen berlaku untuk barang-barang impor umum, kecuali tas, sepatu, dan produk hasil tekstil,” lanjut Heru.
Perbedaan tarif impor untuk ketiga jenis barang itu karena sejumlah sentra perajin tas dan sepatu di Indonesia banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk asal China. Tarif pajak dalam rangka impor untuk tas berkisar 32,5-40 persen, sepatu 42,5-50 persen, dan produk tekstil 32,5-45 persen dari nilai produk.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Arif Baharudin mengatakan, batas nilai pembebasan bea masuk yang ditetapkan Indonesia mirip dengan negara lain, seperti Liberia 2 dollar AS, Ghana 2 dollar AS, Madagaskar 2 dollar AS, Swiss 5 persen, dan China 7 persen per kiriman.
Perubahan ketentuan batas nilai dan tarif pajak impor barang kiriman dibarengi kerja sama pemerintah dan platform e-dagang. Sinergi ini memungkinkan platform mengalirkan data transaksi e-dagang ke sistem Bea dan Cukai secara daring sehingga mampu meminimalkan ketidaksesuaian pencatatan dan mengurangi praktik kecurangan.
Respons baik
Public Policy dan Government Relation Indonesia E-commerce Association atau Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Rofi Uddarojat mengatakan, porsi pelapak yang aktif melakukan transaksi lintas negara atau kegiatan impor barang kiriman kurang dari 10 persen. Meski jumlahnya kecil, kebijakan baru tetap berdampak bagi ekosistem perdagangan daring.
”Kami akan kaji terlebih dahulu bagaimana dampak ke platform e-dagang. Kendati tidak signifikan, tetapi ada dampaknya,” ucap Rofi.
Penurunan batas nilai pembebasan bea masuk dan rasionalisasi tarif pajak dalam rangka impor diyakini dapat menciptakan kesetaraan dalam berbisnis. Produk-produk yang dihasilkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan lebih terjaga dari gempuran impor barang, yang sebagian besar dari China.
Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah merespons baik kebijakan baru atas impor barang kiriman ini. Kebijakan ini bentuk perhatian pemerintah kepada pelaku usaha konvensional yang taat membayar pajak. Produksi barang-barang dalam negeri diharapkan bisa meningkat.
”Ini kado awal tahun dari pemerintah untuk kami, para pelaku usaha konvensional,” ujar Budihardjo.
Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama menambahkan, penurunan batas nilai pembebasan bea masuk menjadi 3 dollar AS akan mengurangi praktik penyalahgunaan, terutama dengan modus pemisahaan pengiriman barang (splitting). Di sisi lain, kebijakan baru ini memberikan kepastian investasi dan perlakukan perpajakan yang sama.