Kehadiran teknologi menggerus kebiasaan mengirim ucapan Natal lewat kartu. Di tengah gempuran digital, kartu natal tetap mendapat tempat. Keberadaannya dicari demi menghidupkan nostalgia dan pengalaman tak tergantikan.
Oleh
I Gusti Agung Bagus Angga Putra
·5 menit baca
Toko Buku Gunung Mulia di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12/2019) petang, tampak lengang. Tak banyak pengunjung yang hilir mudik meskipun Natal dan Tahun Baru semakin dekat. Namun, toko telah bersiap menyambutnya dengan hiasan dan dekorasi khas natal. Di etalase dan dinding toko terpajang pernak-pernik natal. Hiasan lampu gantung dan pohon natal tertata rapi di setiap sudut toko.
Dari banyaknya pernak-pernik natal yang berjejeran dalam rak, terselip pula kartu-kartu natal. Rak kartu natal disusun pada lantai 2 toko. Ratusan kartu natal dari beragam ukuran dan warna menghiasi rak berbahan kayu. Kartu-kartu itu bertuliskan pesan dan harapan dan juga dilengkapi gambar unik beragam warna dengan nuansa sarat natal. Tak banyak pengunjung yang kini memburu kartu ucapan natal. Mereka lebih berminat mencari pernak-pernik untuk menghias pohon natal di rumah.
Pramuniaga Toko Buku Gunung Mulia, Arif Manzai (25), mengaku terjadinya penurunan volume penjualan kartu natal dalam beberapa tahun belakangan. Penurunan itu banyak dipengaruhi perkembangan media sosial yang semakin marak. Masyarakat kini bisa mengirimkan ucapan natal melalui media sosial, misalnya Instagram, Facebook, dan Whatsapp.
Dari segi usia, pembeli kartu pos di toko buku tersebut kebanyakan dari kalangan pengunjung berusia 25 tahun ke atas. ”Pembeli perseorangan yang mencari kartu natal biasanya untuk diberikan kepada keluarga dekatnya,” katanya. Sementara untuk pembeli dari perusahaan biasanya memesan dengan motif khusus dan dalam jumlah banyak sekaligus.
Arif mengungkapkan, menjelang Natal dan Tahun Baru, Toko Buku Gunung Mulia bisa menyiapkan lebih dari 100 lembar kartu natal. Kartu natal termurah dipatok seharga Rp 6.000 per lembar, dan yang termahal bisa mencapai Rp 12.000 per lembar. Harga bergantung pada ukuran kartu.
Kelesuan permintaan kartu natal juga dirasakan penjual kartu natal bermotif batik, yaitu Batik 76. Pengelola Batik 76, Yadi (50), menuturkan, peminat kartu natal berkurang drastis dari tahun ke tahun. Masyarakat, kata Yadi, kini lebih senang mengucapkan selamat Natal melalui media sosial dan pesan singkat. Kendati demikian, masih ada kalangan perseorangan yang mencari kartu natal, tetapi jumlahnya tidak terlalu banyak.
”Di tempat kami, sudah sangat jarang orang-orang yang mencari kartu natal. Paling yang ada cuma perusahaan-perusahaan yang memesan, sekitar 50 lembar,” kata Yadi. Yadi menyadari segmentasi peminat kartu natal mulai bergeser dari kalangan perseorangan ke perusahaan. Oleh sebab itu, ia memutuskan menjual kartu natal bermotif batik, yang dihargai Rp 15.000 per lembar.
Alasan itu dipilih karena perusahaan cenderung lebih memilih memesan kartu natal yang eksklusif dan tidak banyak terdapat di toko-toko buku. Sementara kartu natal batik yang dijual Yadi bisa dipesan sesuai desain setiap perusahaan. Menurut dia, motif batik cocok dilekatkan di segala suasana, termasuk natal.
Wakil Kepala Bidang Bisnis Kantor Pos Jakarta Pusat Muhammad Basori mengisahkan, sebelum era digital marak, pada 1996 masih banyak warga yang mengirimkan ucapan selamat Natal melalui kartu natal. Antrean warga yang mengirim kartu natal lewat pos selalu ada setiap menjelang Natal. Kala itu, kantor pos bahkan pernah pula menjual kartu natal.
Kini penurunan jumlah warga yang mengirim kartu natal amat terasa karena pengaruh media sosial. Warga tak perlu repot-repot membeli kartu natal, menulis ucapan, dan mengirimkannya lewat pos. Cukup mengetik ucapan Natal di ponsel lalu mengirimkannya kepada sanak famili.
Basori mengungkapkan, pada 2019 masih ada warga yang mengirim ucapan natal melalui kartu. Dari pantauan Kompas di Kantor Pos Jakarta Pusat, rata-rata pengirim kartu ucapan Natal adalah dari kalangan perusahaan-perusahaan dan juga gereja. ”Pengirim kartu natal dari kalangan perseorangan sudah sangat jarang,” kata Basori.
Menjelang Natal, dalam sehari Kantor Pos Jakarta Pusat bisa menerima lebih dari 1.000 pucuk surat, termasuk kartu natal. Kantor pos tak memiliki data spesifik mengenai jumlah kartu natal yang dikrim setiap hari. Puncak pengiriman surat terjadi pada 10 Desember 2019, saat itu ada sebanyak 3.843 pucuk surat dikirim.
Mendapat tempat
Kendati mulai digantikan media lain, Yadi percaya kartu natal tetap akan mendapat tempat di hati masyarakat. Perasaan saat menerima kiriman kartu dan membaca ucapan selamat Natal yang ditulis langsung orang terkasih tidak bisa digantikan media lain.
Selain itu, kartu natal bisa dipajang atau untuk disimpan kemudian. Kartu natal itu akan mengingatkan dia terhadap seseorang secara lebih nyata. Dibandingkan dengan saat menerima ucapan Natal melalui pesan singkat yang cenderung ala kadarnya. ”Kalau mengirim ucapan selamat Natal lewat kartu itu lebih berkesan. Ada sentuhan personalnya. Maknanya lebih dalam,” ujar Yadi.
Hal serupa diungkapkan Yenni Feliana (50), warga Surabaya, Jawa Timur. Bagi Yenni, menerima kiriman kartu natal memberikan kesan tersendiri baginya. Ada rasa penasaran dan sukacita yang bercampur jadi satu saat membuka kartu natal. Pengalaman dan perasaan itulah yang, menurut dia, tidak akan bisa digantikan dengan mengirim kartu ucapan Natal via media sosial.
Yenni biasa mengirimkan kartu natal melalui pos. Selain itu, kartu natal juga ia selipkan dalam kado natal untuk diberikan kepada keluarga dekatnya. Kebiasaan itu sudah ia jalani selama bertahun-tahun. ”Meski sudah ada surat elektronik atau media sosial, saya senang menulis ucapan Natal di kartu natal,” katanya.
Pengajar komunikasi di Universitas Mercu Buana, Emilia Bassar, menjelaskan, kartu natal ke depan akan tetap dicari dan diperlukan. Hal itu karena ucapan Natal yang dikirim menggunakan kartu punya sentuhan personal dan kesan yang lebih serius. Bagi orang yang menerima kartu natal akan terasa lebih berkesan. Penerima ucapan merasa lebih dihargai.
”Apalagi ucapan Natal ditulis tangan, akan ada keunikan di sana,” ucapnya. Hanya, menurut Emilia, desain kartu natal harus lebih mengikuti selera pasar sehingga tidak terkesan biasa-biasa saja. Dengan tampilan yang kreatif dan menarik secara visual, kartu natal akan semakin diminati sebagai medium mengucapkan selamat Natal pada tahun-tahun mendatang.