Perayaan Natal, Rabu (25/12/2019), di Manado, Sulawesi Utara, berlangsung aman dan tenteram. Gereja-gereja yang dipenuhi umat terus berada di bawah pengawasan aparat keamanan.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Perayaan Natal, Rabu (25/12/2019), di Manado, Sulawesi Utara, berlangsung aman dan tenteram. Gereja-gereja yang dipenuhi umat terus berada di bawah pengawasan aparat keamanan. Hingga tengah hari, tidak banyak aktivitas di pusat-pusat keramaian kota. Jalan-jalan protokol di ibu kota Sulawesi Utara itu pun lengang.
Hari Natal sebagai hari kelahiran Yesus Kristus memang dirayakan secara meriah oleh sebagian besar warga Manado. Sekitar 322.600 warga Manado, atau sekitar 61,22 persen penduduknya, beragama Kristen dan Katolik.
Perayaan besar salah satunya terlihat di Katedral Hati Tersuci Maria di Kecamatan Wenang. Pada misa Natal pukul 09.00 Wita, umat membeludak sehingga tak semua mendapat tempat duduk di dalam gereja. Karena itu, sebagian umat harus duduk di serambi hingga trotoar dan bahu Jalan Sam Ratulangi.
Yang tidak kebagian tempat duduk, kami arahkan ke samping gereja. (Tonny Bachmid)
Pengurus Legium Christum Provinsial di Katedral, Tonny Bachmid (57), mengatakan, umat yang menghadiri misa kedua diperkirakan sebanyak 1.500-2.000 orang. Kepadatan melebihi misa Malam Natal, Selasa (24/12), yang dihadiri sekitar 1.200 orang.
”Kapasitas gereja kira-kira 800 orang, ditambah 200-an di balkon. Yang tidak kebagian tempat duduk, kami arahkan ke samping gereja. Tetapi, karena tidak cukup juga, kami sediakan kursi plastik di halaman gereja hingga ke luar pagar,” kata Tonny.
Misa Natal kedua dipimpin oleh Pastor Agustinus Sumarauw Pr, pastor Paroki Katedral. Adapun Uskup Manado Mgr Benedictus Estephanus Rolly Untu MSC merayakan Natal di Koirot, Minahasa Selatan.
Agustinus mengajak umat Katolik untuk berbahagia karena kelahiran Yesus Kristus berarti Tuhan telah hadir di tengah manusia. ”Allah sungguh tinggal di tengah kita. Ia menjadi manusia seperti kita semua meski berbeda dalam hal dosa,” katanya.
Kedamaian akan menyertai kita semua dan siapa pun yang memiliki kehendak baik.(Agustinus Sumarauw Pr)
Karena itu, umat Katolik diingatkan untuk terbuka pada rahmat keselamatan yang diturunkan saat hari Natal dalam wujud bayi Yesus. ”Kedamaian akan menyertai kita semua dan siapa pun yang memiliki kehendak baik,” kata Agustinus.
Hanya 100 meter di samping Katedral, ibadah Natal juga berlangsung aman dan meriah di Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Jemaat Paulus. Gereja hanya berkapasitas sekitar 300 orang dan dipenuhi jemaat. Namun, umat telah disediakan tempat duduk di bawah tenda di depan pintu masuk gereja.
Pendeta Priskila Solang-Tampemawa memimpin perayaan dengan campuran bahasa Indonesia dan Melayu Manado. Dalam khotbah, ia mengajak jemaat untuk tidak menyia-nyiakan kedatangan Yesus Kristus. ”Karya keselamatan telah datang dalam diri Yesus Kristus. Mari hidup dalam Tuhan agar kita senantiasa berkenan kepada-Nya,” pesan Priskila.
Ia juga mengajak jemaat untuk menyertakan diri dalam pelayanan di gereja. Menurut dia, jumlah pendeta semakin sedikit, sementara minat generasi muda untuk menjadi pendeta semakin berkurang. Per 2018, GMIM memiliki 795.809 umat dari 226.753 keluarga. Namun, jumlah pendeta hanya 2.198 orang.
Pemandangan serupa terlihat di GMIM Sentrum Manado. Sebagian umat duduk di bawah tenda di depan gedung gereja. Sebagian lagi duduk di Monumen Perang Dunia II di samping kiri gereja.
Pendeta Flori Monigir Laoh, yang memimpin ibadah, mengatakan, GMIM Sentrum Manado adalah rumah bersama bagi semua orang yang mencari Tuhan dari segala penjuru arah mata angin. Jemaat pun diajak bersukacita karena kelahiran Kristus.
Di samping itu, ia juga mengajak umat Kristen menolak segala bentuk radikalisme. ”Segala agama yang ada di Sulawesi Utara adalah kekayaan yang harus kita pelihara,” katanya.
Aparat keamanan telah berjaga sejak perayaan Natal pada pagi hari yang berlangsung pukul 05.30-08.00. Brigadir Satu Sjaripudin, misalnya, berjaga di kantor Keuskupan di seberang Katedral dan GMIM Paulus Wenang. ”Kami berjaga sampai pukul delapan malam,” katanya.
Hingga tengah hari sekitar pukul 11.30, jalan protokol di Manado masih lengang, seperti pusat pertokoan di Jalan Boulevard Pierre Tendean serta Jalan Walanda Maramis. Mal Manado Town Square bahkan belum dibuka. Tidak terlihat pula aktivitas masyarakat di daerah perkantoran di Jalan 17 Agustus.
Selepas misa di Katedral, umat yang telah tampil dengan pakaian dan gaun terbaik berfoto dengan latar altar dan salib gereja. Sebagian juga berswafoto bersama maskot Sinterklas di depan gerbang gereja.
Di GMIM Paulus Wenang maupun GMIM Sentrum Manado, umat juga tampil dengan baju-baju terbaik. Di Gereja Protestan di Indonesia (GPdI) Jemaat Tikala, para wanita bahkan mengenakan gaun pesta dengan warna-warna senada. Adapun para pria mengenakan jas, dasi, celana kain, dan sepatu pantofel.
Sejak awal Desember, tak sedikit warga dari segala usia, dewasa hingga anak usia SD, yang mewarnai rambutnya menjadi pirang, merah, bahkan hijau. Ada pula umat yang menata rambut di salon sebelum berangkat ke gereja.
Selepas dari gereja, sebagian warga melanjutkan perayaan dengan perjamuan di rumah. Philia Turnip (25), warga Ranotana, Sario, misalnya, telah diundang rekan-rekan sesama guru di sekolah tempatnya bekerja untuk makan sepulang ibadah. ”Banyak guru dan orangtua murid yang mengadakan open house,” katanya.