Di sejumlah negara, perayaan Natal pada tahun ini berlangsung dalam suasana muram dan penuh keprihatinan karena adanya bencana alam dan gelombang unjuk rasa.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
MANILA, RABU -- Pesan perdamaian bagi seluruh umat di dunia, terutama di negara yang tengah berkonflik dan mengalami krisis, menjadi pesan utama Natal tahun ini. Bagi sebagian negara, Natal tahun ini berselimut duka dan suasana yang muram.
Hal itu antara lain dialami warga Filipina yang menjadi korban bencana angin topan Phanfone. Topan ini menerjang Filipina pada saat Natal. Akibatnya, sekitar 10.000 orang harus dievakuasi ke tempat perlindungan tertutup, seperti sekolah, gedung olahraga, dan kantor pemerintah, Selasa (24/12/2019).
Topan itu mengakibatkan ribuan rumah dan pohon roboh. Jaringan listrik di sejumlah kota pun padam. Jalur Phanfone ini mirip dengan Topan Super Haiyan yang paling mematikan dalam sejarah dan pernah mengakibatkan 7.300 orang tewas atau hilang pada 2013. ”Seram sekali. Kaca jendela rumah hancur dan anginnya sangat kencang,” kata Ailyn Metran, warga setempat.
Kekuatan tiupan topan bertambah menjadi 195 kilometer per jam pada Selasa malam. Situasinya belum pulih sampai topan itu kemudian diperkirakan mengarah ke Laut China Selatan, Kamis dini hari. Sedikitnya 25.000 orang tidak bisa pulang ke rumah karena terjebak di pelabuhan laut. Transportasi udara juga mengalami hal serupa. Semua jadwal penerbangan dibatalkan.
Terjangan topan biasa dialami Filipina. Setiap tahun, Filipina diterjang rata-rata 20 topan dan badai.
Suasana Natal yang tidak damai pada tahun ini juga terasa di Hong Kong. Unjuk rasa anti- pemerintah masih berlanjut pada hari Natal. Bentrokan kembali terjadi, dan polisi menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa. ”Tetap saja terjadi bentrokan. Tidak peduli ini Natal. Saya kecewa karena pemerintah tidak menanggapi tuntutan kami,” kata Chan (28), pekerja restoran.
Ratusan pengunjuk rasa yang berpakaian hitam dan memakai topeng bergerak ke pusat-pusat pertokoan dan berteriak, ”Bebaskan Hong Kong!” Beberapa pengunjuk rasa ditahan polisi di daerah pertokoan Sha Tin setelah mereka terkena gas air mata. Meski situasi kota ricuh, sebagian toko tetap buka. Sejak Selasa malam, tercatat 25 orang terluka, dan sebagian besar terluka karena mencoba melarikan diri dari kejaran polisi.
Suasana muram juga terjadi di Perancis akibat pemogokan angkutan umum yang memasuki minggu keempat. Banyak warga tidak bisa berkumpul dengan keluarga untuk merayakan Natal. Akibat protes terhadap reformasi pensiun, ribuan jadwal kereta ditunda atau dibatalkan. Taksi konvensional ataupun taksi daring tak mampu melayani semua pesanan.
Tanpa misa
Di Paris, untuk pertama kalinya dalam 200 tahun, Katedral Notre-Dame tidak menyelenggarakan misa Natal setelah bangunannya terbakar 15 April lalu. Sebagai gantinya, jemaat Katolik berkumpul di gereja yang terletak di dekat Notre-Dame, Gereja Saint-Germain l’Auxerrois. ”Rasanya jelas tidak sama, tetapi tetap saja ini namanya misa Natal juga. Kami akan mendoakan Notre-Dame,” kata Juliette (16), jemaat misa.
Selama dua abad, Notre-Dame tidak pernah tutup, apalagi saat Natal. Bahkan, di masa penjajahan Nazi pada Perang Dunia II katedral itu juga tetap buka. Hanya pernah sekali dipaksa tutup saat masa revolusioner anti-Katolik pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19.
Presiden Perancis Emmanuel Macron sudah menentukan jadwal perbaikan Notre-Dame. Seluruh perbaikan struktur bangunan yang berusia delapan abad itu diperkirakan selesai dalam waktu lima tahun. Pemerintah menduga hanya akan bisa menyelamatkan 50 persen bangunan aslinya.
Misa di Palestina
Perayaan Natal di Bethlehem, di gereja tempat lahir Yesus, dihadiri Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Ratusan warga Katolik yang berkumpul di luar gereja menyaksikan acara misa melalui layar lebar. Suara bel dibunyikan ke segala penjuru kota, Selasa malam, sebelum Uskup Agung Pierbattista Pizzaballa memimpin doa.
”Setiap perayaan Natal, seluruh mata dunia tertuju ke Bethlehem. Ini masa yang serba sulit dengan berbagai masalah politik, ekonomi, pengangguran. Namun, pada perayaan Natal kita merayakan harapan,” kata Pizzaballa yang harus menyeberangi tembok pembatas dari Jerusalem ke Bethlehem.
Ribuan warga Palestina dan warga asing berkumpul di Tepi Barat saat perayaan Natal berlangsung. Bethlehem berada di dekat Jerusalem, tetapi terpisah oleh dinding pembatas Israel. ”Gerejanya indah dan sesuai dengan yang dikatakan di dalam kitab suci. Ini semua sangat berarti bagi kami,” kata Laneda, turis dari Amerika Serikat yang datang berkunjung.
Penasihat Pimpinan Gereja di Tanah Suci Wadi Abunassar menjelaskan, sebenarnya jumlah warga Nasrani yang datang dari wilayah Jalur Gaza untuk ikut merayakan Natal di Bethlehem itu tidak sebanyak warga yang datang pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan Pemerintah Israel hanya bersedia memberikan izin kepada sekitar 300 orang dari 900 orang yang sudah mengajukan izin masuk sebelumnya.