Mantan Kades di Purbalingga Terjerat Laporan Fiktif
Kepolisian Resor Purbalingga menangkap mantan Kepala Desa Arenan, ED (43), bersama Kepala Urusan Keuangan SB (33) dalam kasus dugaan korupsi anggaran pendapatan dan belanja desa. Total kerugian negara Rp 844 juta.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Kepolisian Resor Purbalingga menangkap mantan Kepala Desa Arenan, ED (43), bersama Kepala Urusan Keuangan SB (33) dalam kasus dugaan korupsi anggaran pendapatan dan belanja desa. Total kerugian negara mencapai Rp 844,9 juta
”Modus operandi yang dilakukan para tersangka di antaranya adalah penggunaan anggaran fiktif dan pertanggungjawaban keuangan secara fiktif,” kata Kepala Kepolisian Resor Purbalingga Ajun Komisaris Besar Kholilur Rochman, Kamis (26/12/2019), di Purbalingga, Jawa Tengah.
Sumber dana yang diduga dikorupsi, di antaranya berasal dari alokasi dana desa (ADD), bantuan keuangan khusus (BKK) provinsi, bantuan keuangan khusus kabupaten, dana pendapatan asli desa (PADes), dana bagi hasil pajak dan retribusi daerah (BHP/R), serta dana desa (DD).
Modus operandi yang dilakukan para tersangka, di antaranya penggunaan anggaran fiktif dan pertanggungjawaban keuangan secara fiktif.
Dana itu dikorupsi pada periode 2015-2017. ”Ada beberapa bangunan yang sama sekali tidak dianggarkan di dalam anggaran desa dan dibangun oleh swadaya masyarakat, tetapi dimasukkan ke dalam laporan pengeluaran belanja di desa tersebut,” papar Kholilur.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Purbalingga Ajun Komisaris Willy Budiyanto menambahkan, tersangka mantan kades menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya. ”Mantan kades menguasai sebagian dari anggaran pendapatan yang diterima pemerintah desa, menunjuk pihak lain di luar struktur tim pengelola desa (TPD) untuk melakukan belanja dan pembangunan fisik tanpa musyawarah desa serta tanpa prosedur atau aturan pengadaan barang dan jasa di desa terlebih dahulu,” papar Willy.
Selain itu, lanjut Willy, kades perempuan yang menjabat 2013-2019 ini juga berbelanja barang dan material sendiri tanpa melibatkan TPD. Kades juga tidak menyalurkan sepenuhnya sumber anggaran dan pendapatan desa untuk belanja fisik sesuai dalam rencana anggaran biaya (RAB), sebagian uang tersebut justru dikuasi dirinya untuk kepentingan pribadi.
Mantan kades juga menandatangani dan menetapkan peraturan desa tentang laporan pertanggungjawaban APBDes tanpa didahului mekanisme pembahasan bersama unsur badan permusyawaratan desa (BPD), sedangkan dirinya mengetahui dan menyadari bahwa nilai yang tercantum dalam laporan itu tidak sesuai dengan keadaan senyatanya. Kerugian negara yang diakibatkan dari tindakan mantan kades ini Rp 698.845.600.
Tersangka SB juga diduga menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya sebagai kepala urusan keuangan atau bendahara. Tersangka SB, papar Willy, tidak menyalurkan dana sepenuhnya bagi belanja dan pembangunan fisik, tetapi justru digunakan untuk kepentingan pribadi. SB juga tidak membayarkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas beberapa pengelolaan pendapatan desa sejak 2015-2017.
Dia pun menyusun LPJ APBDes tanpa mengecek ulang kesesuaian dengan kondisi nyata pengeluaran dana. Kerugian negara yang disebabkan atas tindakan SB sebesar Rp 146.137.500.
Barang bukti yang disita, antara lain, buku tabungan Simpeda Hipprada Bank Jateng Cabang Purbalingga atas nama Pemerintah Desa Arenan, Kecamatan Kaligondang, Purbalingga. Selain itu, ada pula kumpulan kuitansi, nota pembelian, surat pesanan terkait APBDes, kumpulan berkas dan dokumen tentang gambar rencana dan RAB atas belanja fisik desa, serta kumpulan berkas LPJ atas APBDes.
”Saya tidak pernah memutuskan untuk menyalahgunakan uang desa. Saya juga bukan orang kaya. Sampai sekarang saya juga tidak pernah kaya,” kara ED sambil menangis.
Kholilur juga menyampaikan, sampai saat ini Polres Purbalingga masih menyelidiki lima kasus korupsi dan tiga di antaranya berada di pemerintahan desa. Untuk kasus Desa Arenan ini, prosesnya sudah sampai pada tahap II, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan.
Kasus korupsi di pemerintahan desa juga pernah diungkap Polres Banjarnegara pada Februari lalu. Saat itu, Kepala Desa dan Sekretaris Desa Merden diduga melakukan korupsi atas pengelolaan tanah desa sehingga menyebabkan kerugian negara Rp 563 juta.
Terhadap kasus korupsi di pemerintahan desa, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Hibnu Nugroho mengatakan, peran badan permusyawaratan desa perlu diperkuat untuk mengontrol pemerintahan desa. ”BPD ini harusnya jadi filter. Mungkin BPD kurang kontrol sehingga terjadi penyalahgunaan wewenang, yang harusnya masuk kepentingan desa, tetapi masuk ke kantong pribadi. Ini secara internal desa perlu pembenahan,” kata Hibnu.
Menurut Hibnu, kasus korupsi di desa tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi desa lainnya. ”Ini eranya keterbukaan sehingga saling kontrol pemerintah desa dan kecamatan itu perlu ikut andil untuk memberikan perhatian khusus jangan sampai terjebak pada masalah-masalah seperti itu,” tutur Hibnu.