Acara seperti ini juga bukan soal agama, tapi persahabatan dan kekeluargaan yang kita bangun. Tidak banyak masyarakat yang mau memperhatikan mereka.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Di hadapan meja bundar, Lukas (50), duduk di antara ibu-ibu. Bersama mereka, ia menyantap es krim mangkok yang menjadi kudapan akhir usai menikmati makan siang di sebuah restoran megah di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara.
Hari Rabu (25/12/2019) ini menjadi hari yang spesial bagi pria tersebut. Pasalnya, Natal kali ini ia rayakan bersama keluarga yang baru saja ia kenal dalam kegiatan Makan Siang Natal bersama komunitas Sant\'Egidio.
"Kalau merayakan Natal sama keluarga sudah biasa. Yang luar biasa itu kalau ada keinginan dari hati kita untuk menjumpai saudara-saudara sesama manusia, membantu memberikan kesempatan pada sesama untuk bersuka cita," tutur warga asal Kelapa Gading, Jakarta Utara, itu kepada Kompas, Rabu (25/12/2019).
Secara sukarela ia mendampingi tamu-tamu yang diundang dalam acara tersebut. Tamu dimaksud adalah keluarga kurang mampu yang jarang diperhatikan orang lain. Sebagian dari mereka hanya tinggal di lapak-lapak pinggir jalan bahkan rumah bedeng di sudut-sudut Ibukota Jakarta.
Salah satu dari mereka adalah Mak Eem, asal Kedoya, Jakarta Barat, yang datang bersama sekitar 600 tamu lainnya menggunakan bus pariwisata. Perempuan yang kesehariannya berdagang dan mengasuh cucunya yang berkebutuhan khusus itu bahagia bisa diundang ke perjamuan spesial tersebut.
"Saya sama (komunitas) ini udah enam tahun diajak makan tiap minggu. Kalau acara makan siang Natal sudah dua kali. Saya bahagia lah. Soalnya kalau kita sendiri enggak bisa," ujarnya.
Mak Eem dan ratusan warga yang diundang pada kesempatan itu tampak menikmati rangkaian acara yang menghibur. Selain makan siang bersama, tarian anak dan puisi dari para tamu dan sukarelawan juga dipentaskan.
Di penghujung acara, para tamu juga dikejutkan dengan kehadiran Sinterklas dan sukarelawan yang membagikan beragam hadiah pada hampir seluruh tamu undangan, termasuk sejumlah undangan dari kalangan difabel dan imigran pencari suaka.
Koordinator Nasional Komunitas Sant’Egidio Indonesia, Respati Teguh Budiono, menuturkan, kegiatan makan bersama dengan keluarga kurang berkecukupan tersebut bukan sekali dua kali mereka adakan, melainkan setiap minggu sebagai bentuk pelayanan. Pada beberapa kesempatan, komunitas mereka juga kerap ikut mengadakan makan bersama saat Bulan Puasa atau Lebaran.
"Jadi, persahabatan kami dengan mereka, membuat mereka nggak kaget dengan undangan natal ini. Acara seperti ini juga bukan soal agama, tapi persahabatan dan kekeluargaan yang kita bangun. Tidak banyak masyarakat yang mau memperhatikan mereka, mereka ada yang pemulung dan orang jalanan yang mungkin banyak dianggap sebelah mata," tuturnya.
Persahabatan dan kekeluargaan yang dibangun komunitas pemuda Katolik itu juga bukan hanya dengan warga yang kurang berkecukupan, tapi juga dengan komunitas lintas agama, seperti organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Sayid Bani Hassan, salah satu anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) NU, yang mencolok dengan jaket hijau lorengnya, mengaku sengaja untuk menyempatkan diri datang ke acara tersebut demi saling menjaga hubungan baik sesama warga masyarakat.
"Ini acaranya bagus karena kita bisa saling berbagi. Sebagai saudara satu negara, kami muslim wajib menjaga ini ukhuwah wathoniyah atau hubungan persaudaraan atas kebangsaan. Sebagai muslim, kita wajib menghormati agama lain," ujarnya yang bukan sekali ini menghadiri acara dengan komunitas beda agama.
Bahagiakan lansia
Di lokasi berbeda, komunitas Sant\'Egidio juga merayakan Natal bersama para lansia di Panti Lansia Santa Anna, di Jakarta Utara. Sekitar 30 sukarelawan mendampingi 70 lansia dengan 30 komunitas janda dalam kegiatan sama, yakni Makan Siang Natal.
Acara yang kali kedua diadakan di panti tersebut tidak kalah meriah dengan acara sama di tempat lain. Para penghuni panti yang berulang tahun di bulan Desember diberi kejutan dengan perayaan ulang tahun. Sebelum acara makan siang dimulai, sejumlah penghuni panti juga berani tampil untuk bernyanyi.
Di sela-sela kemeriahan itu, Kusuma (76) sempat menumpahkan rasa harunya kepada Kompas, karena hari itu ia bisa mengikuti perayaan Natal di "rumahnya", meski sempat didera sakit malam sebelumnya. Sejak delapan tahun menitipkan dirinya sendiri di panti tersebut, ia mengaku baru menikmati Natal semeriah itu.
"Tahun lalu acara ini sudah mulai di sini. Tapi, sekarang lebih meriah. Aku senang banget, karena suasananya dibikin lebih bagus, ada kado, dan hiasan Natal di mana-mana," tuturnya yang masih berbicara dengan lugas.
Maria Laurentia Puji Utami, salah satu penanggung jawab acara di panti tersebut, mengatakan, makan siang Natal merupakan acara puncak dari kegiatan pelayanan mereka tiap minggu. Ia berharap, perayaan Natal tersebut dapat membahagiakan para lansia di sana yang tidak hanya tua secara alami, beberapa dari mereka juga mengidap demensia dan cacat fisik.
"Mereka banyak yang jarang dikunjungi keluarga bahkan tidak punya keluarga. Jadi, kami pikir, perhatian seperti ini sangat penting bagi mereka," ujarnya.