Lomba senjata yang menyusut seusai era Perang Dingin seolah hidup kembali setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan memiliki senjata hipersonik.
Oleh
·2 menit baca
”Kami sudah sampai pada situasi unik dalam sejarah modern dunia. Tak ada satu pun negara di dunia yang memiliki senjata hipersonik (Avangard), apalagi berdaya jangkau antarbenua,” kata Presiden Rusia Vladimir Putin pada pertemuan petinggi militer Kementerian Pertahanan Rusia, Selasa (24/12/2019), di Moskwa. (Kompas, 26/12/2019).
Menurut Putin, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Rusia memimpin dunia dalam mengembangkan seluruh kelas senjata baru. Dulu Rusia mengatasi ketertinggalan sistem persenjataan, khususnya bom atom dan membangun pesawat pengebom strategis, dari Amerika Serikat. Bahkan, Rusia siap mengembangkan Zircon, senjata hipersonik lain yang berkecepatan 6.000 mil (9.654 kilometer) per jam.
Pada awal November lalu, dikabarkan pesawat jet pencegat MiG-31K Rusia melakukan uji coba rudal hipersonik Kinzhal, pendahulu Avangard, di Arktik. ”Tes berlangsung pada pertengahan November”, tulis kantor berita Rusia, TASS. Pesawat pencegat MiG-31K yang membawa Kinzhal lepas landas dari Bandara Olenegorsk dan menembakkan rudal ke sasaran darat di wilayah Komi, Arktik Rusia.
Namun, TASS tidak merinci lebih jauh laporannya. Namun, media Rusia melaporkan, Kinzhal mampu mencapai sasaran dengan jarak tempuh 2.000 km. Bahkan, Kinzhal dilaporkan telah ”ditempatkan” di wilayah selatan Rusia.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Rusia memimpin dunia dalam mengembangkan seluruh kelas senjata baru.
Di tahun ini, Putin secara terbuka memamerkan sejumlah senjata canggih yang diklaim mampu mengalahkan sistem pertahanan AS dan NATO, termasuk rudal yang dapat mengirimkan hulu ledak dengan kecepatan hipersonik. Tetapi, para analis ragu akan klaim Putin tersebut.
Bukan hanya Rusia, AS dan China juga sedang mengerjakan proyek hipersonik. Awal 2019, Beijing telah menguji pesawat hipersonik, sementara Angkatan Udara AS telah memberikan kontrak kepada Lockheed Martin mengembangkan rudal.
Pentagon dan dinas militer AS mengerjakan pengembangan senjata hipersonik dalam beberapa tahun terakhir. Namun, Agustus lalu, Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengakui bahwa hal ini akan menjadi masalah dalam beberapa tahun mendatang sebelum AS memilikinya.
Pemerintahan AS telah berulang kali memperingatkan Kongres tentang rudal hipersonik yang dikembangkan Rusia dan China, yang lebih sulit dilacak dan dikalahkan. Presiden Donald Trump berencana mempelajari ide bagaimana mencegat senjata lawan di ruang angkasa sehingga AS dapat menyerang atau mencegat rudal musuh yang masuk.
Pernyataan dan klaim Putin ini memicu lomba persenjataan baru, yang dinyatakan berakhir di awal 1990-an. China menjadi peserta baru dalam perlombaan senjata. Kenyataan ini kian melengkapi ketidakpastian global di bidang ekonomi, yang dampaknya telah dirasakan Indonesia.