Pentas wayang seusai misa Natal di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus di Desa Sumbermulyo, berkisah tentang sekelompok hewan yang berupaya menyelamatkan hutan yang terancam oleh keserakahan manusia.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
Pentas wayang di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Kabupaten Bantul, bukan sekadar pentas kesenian. Pementasan itu juga membawa pesan pentingnya harmoni dengan alam serta toleransi dengan umat agama lain. Dalang itu mengangkat wayang kulit berbentuk kancil dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya memegang wayang berbentuk harimau. Dua wayang binatang itu berhadap-hadapan, lalu berkelahi.
Dengan terampil sang dalang memutar-mutar kedua wayang yang dipegangnya, hingga si kancil seolah sedang berakrobat menghindari terkaman harimau. Namun, akhirnya, kancil itu tak bisa menandingi keperkasaan harimau, hingga berusaha melarikan diri agar tak jadi santapan binatang itu.
Kekalahan kancil dalam pertarungan itu menghambat niatnya untuk menyelamatkan hutan tempatnya hidup. Pasalnya, si harimau ternyata mendukung keinginan manusia untuk membabat pohon-pohon di hutan dan menangkap berbagai hewan yang ada di sana. Setelah itu, hutan akan diubah menjadi pabrik untuk mendatangkan uang.
Pentas wayang seusai misa Natal di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus (GHKTY) Ganjuran di Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul, DI Yogyakarta, itu berkisah tentang sekelompok hewan yang berupaya menyelamatkan hutan yang terancam oleh keserakahan manusia. Melalui cerita ini, Sanggar Bhuana Alit yang mementaskan wayang tersebut ingin menyebarkan pesan pentingnya menjaga kelestarian alam dan lingkungan.
”Oleh karena penontonnya anak-anak, pesan pentas ini sederhana, yakni bagaimana kita harus mencintai lingkungan,” ujar Indra Suroinggeno (33), pendiri Museum Wayang Beber Sekartaji, Rabu (25/12/2019).
Seorang anak jemaat GHKTY Ganjuran, Christofer Delano Lisniawan Putra (13), sangat senang menyaksikan pentas wayang itu. ”Dari pentas ini, saya jadi tahu, hewan butuh tempat untuk hidup. Jadi, sejak kecil, kita harus menjaga lingkungan,” ujarnya.
Menurut Indra, yang juga pendiri Sanggar Bhuana Alit, pentas wayang itu menggunakan tiga jenis wayang, yakni wayang beber yang berbentuk lembaran kertas atau kain, wayang wahyu yang cerita dan tokohnya diambil dari kitab suci umat Kristiani, dan wayang fabel yang berupa tokoh binatang. Bentuk wayang wahyu dan wayang fabel mirip dengan wayang kulit Jawa.
Selain pesan terkait lingkungan, pentas itu juga tetap menyelipkan pesan keagamaan, misalnya tentang pentingnya berdoa. Pesan ini ditampilkan lewat kisah sekelompok hewan yang berdoa kepada Tuhan untuk menyelamatkan hutan yang tengah terancam. Tuhan lalu menjawab doa itu dengan mengirimkan burung garuda untuk mengusir para perusak hutan.
Toleransi
Pentas wayang di GHKTY Ganjuran juga menyiratkan pesan tentang kebinekaan dan toleransi di antara umat beragama. Pesan ini muncul, antara lain, lewat kehadiran dalang, yaitu Yuli Wiryanto (49), yang beragama Islam. ”Pak Yuli Wiryanto seorang Muslim, tetapi beliau bersedia mementaskan wayang di gereja. Sebagian pengrawit (penabuh gamelan) ini juga Muslim dan sebagian lainnya Katolik,” papar Indra.
Beragamnya latar belakang agama para pendukung pentas wayang itu, lanjut Indra, juga membawa pesan tentang pentingnya merawat keberagaman dan kerukunan di masyarakat. ”Dalam pentas kali ini, kami juga menghadirkan pesan tentang pluralisme dan keberagaman. Jadi, walau berbeda-beda, kita tetap satu,” ujarnya.
Adapun Yuli Wiryanto menyebut pementasan itu merupakan bentuk penghormatan terhadap umat agama lain yang tengah merayakan hari besar keagamaan. ”Ini pertama kali saya pentas di gereja. Tetapi, tidak masalah. Hal yang penting, kita saling menjaga dan menghormati dengan teman-teman dari agama lain,” ungkap pria yang belajar menjadi dalang secara otodidak itu.
Ini pertama kali saya pentas di gereja.
Rutin digelar
Koordinator Pendampingan Iman Anak GHKTY Ganjuran Irmawati Setiawan mengatakan, pentas kesenian memang rutin digelar sebagai bagian dari perayaan Natal di gereja tersebut. Perayaan Natal tahun ini juga diramaikan oleh pentas tari tradisional dan modern oleh anak-anak.
”Dengan adanya pentas wayang itu, kami ingin mendekatkan anak-anak dengan budaya Indonesia. Selain itu, dengan melihat pentas kesenian, kami berharap anak-anak bisa menjadi lebih kreatif,” ujar Irmawati.