"Koboi Kemang" Alarm Penyalahgunaan Senjata Api di Indonesia
Penggunaan senjata api di luar ketentuan bisa membahayakan warga lain. Aksi "Koboi Kemang" yang mengancam pelajar di Kemang, Jakarta Selatan menjadi pelajaran penting untuk mengawasi izin dan penggunaan senjata api.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kasus yang menjerat ”koboi Kemang”, AM, menjadi peringatan bahwa pengawasan senjata api di Indonesia tidak berjalan dengan baik. Sebagian kalangan meminta kepolisian memberi perhatian lebih serius untuk memastikan izin peredaran senjata api di masyarakat guna mencegah kejahatan dan jatuhnya korban jiwa.
Aksi koboi itu dilakukan AM di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (21/12/2019) sekitar pukul 16.30. Dia tersinggung atas celetukan "Wah mobil bos" oleh dua orang pelajar sekolah menengah atas. Lalu AM turun dari Lamborghini dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. AM menyuruh kedua korban berhenti dan jongkok sambil melepaskan tembakan.
"Tidak boleh senjata api digunakan untuk sok pamer, gaya-gayaan atau untuk aksi kriminalitas," kata Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti di Jakarta, Kamis (26/12/2019). Penggunaan senjata api harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, kata Poengky, pengawasan harus lebih diperketat. Apabila ada yang melanggar, izin harus dicabut dan penggunanya diproses pidana.
Poengky mendesak kepolisian menggiatkan kembali operasi pengecekan senjata api yang beredar di masyarakat sebelum ada peristiwa serupa. "Ini penting, khususnya di kota-kota yang marak tindakan kejahatan jalanan," ujarnya.
Adapun penggunaan senjata api di Indonesia, antara lain tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api, Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Perubahan Lembaran Negara Tahun 1948 Nomor 17.
Selain itu, tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisan Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 tentang Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api non Organik Kepolisian Negara Republik Indonesia/Tentara Nasional Indonesia untuk Kepentingan Bela Diri dan Peraturan Kepala Kepolisan Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non-Organik TNI atau Polri untuk Kepentingan Olahraga.
Izin senjata
Dalam Pasal 8 Perkap Nomor 18 Tahun 2015 disebutkan syarat-syarat seseorang boleh memiliki atau menggunakan senjata, antara lain berusia minimal 24 tahun; sehat jasmani dan rohani; memenuhi persyaratan psikologis; memiliki keterampilan penggunaan senjata melalui sertifikat menembak dengan klasifikasi paling rendah kelas III yang diterbitkan oleh Sekolah Polisi Negara atau Pusat Pendidikan Polri.
Sementara itu, penggunanya berstatus pengusaha yang memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan atau akte pendirian perusahaan, TNI/Polri, Pegawai Negeri Sipil/BUMN, anggota legislatif/lembaga tinggi negara/kepala daerah. Mereka akan mendapatkan izin jika tidak sedang menjalani proses hukum atau pidana penjara; tidak pernah melakukan tindak pidana penyalahgunaan senjata api atau tindak pidana dengan kekerasan. Hal serupa berlaku juga berlaku untuk persyaratan memiliki dan menggunakan benda yang menyerupai senjata api untuk kepentingan bela diri, seperti semprotan gas dan alat kejut listrik.
Selanjutnya Pasal 11 menyebutkan, setiap warga negara dapat memiliki dan menggunakan dua pucuk senjata api nonorganik untuk kepentingan bela diri. Senjata itu dapat berupa jenis dan kaliber yang sama atau jenis dan kaliber yang berbeda. Kemudian dalam Pasal 12 dijelaskan bahwa warga yang telah mendapat izin dilengkapi dengan paling banyak 50 butir peluru.
Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi "koboi Kemang." Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Bastoni Purnama mengatakan, polisi menemukan tiga selongsong peluru pistol dan sembilan peluru senjata jenis laras panjang di kediaman AM. Padahal, dia hanya memiliki izin kepemilikan senjata pistol dari Persatuan Menembak Sasaran dan Berburu Indonesia (Perbakin). Bastoni memastikan, kepolisian bekerja sama dengan Perbakin dan Badan Intelkam Mabes Polri untuk menyelidiki kepemilikan senjata jenis lain ini.
Berkaitan dengan status sebagai anggota Perbakin, Ketua Perbakin DKI Jakarta Setyo Wasisto mengatakan, anggota Perbakin tidak boleh membawa senjata api ke rumah. Semua senjata disimpan di gudang dan hanya digunakan untuk latihan menembak. "Tidak ada senjata yang bisa keluar dari gudang kecuali untuk latihan. Senjata api hanya untuk keperluan olahraga," kata Setyo.
Dalam Pasal 2 Perkap Nomor 13 Tahun 2006 disebutkan senjata api non-organik TNI atau Polri perorangan digunakan untuk keperluan olahraga menembak sasaran atau target, tembak reaksi, dan berburu. Kemudian sesuai Pasal 3, setiap anggota Perbakin paling banyak memiliki atau membawa dua pucuk senjata api untuk untuk olahraga dan latihan. Senjata hanya digunakan di lokasi kedua aktivitas tersebut.
Adapun untuk berburu, dalam Pasal 7 disebutkan setiap anggota Perbakin paling banyak memiliki delapan pucuk senjata berbagai kaliber berdasarkan usulan pengurus daerah dan disetujui oleh PB Perbakin. Saat berburu, anggota hanya boleh membawa dua pucuk senjata dengan 30 butir amunisi per pucuk. Senjata hanya digunakan di lokasi berburu.
Selain itu, persyaratan menjadi anggota Perbakin dalam Pasal 8, yakni memiliki kartu tanda anggota; usia 17-65 tahun; sehat jasmani dan rohani; sertifikat telah mengikuti penataran oleh Perbakin; dan memiliki kemampuan dan kemahiran dalam menguasai senjata api, termasuk juga dalam hal perawatan, penyimpanan, dan pengamanannya. Persyaratan usia mendapat pengecualian bagi atlet berprestasi atas rekomendasi Perbakin.
Kurang serius
Berkaitan dengan pengawasan, Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengatakan, kepolisian tidak efektif dalam menjalankan fungsi tersebut. Akibatnya, lahirlah koboi-koboi jalanan.
Sebelum "koboi Kemang", seorang pengendara BMW mengacungkan senjata api kepada pengemudi lain di Jalan Alaydrus, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019). Dia kesal lantaran tidak bisa menyalip dalam posisi lawan arah. "Sudah cukup lama Polri tidak melakukan operasi sapu jagat untuk memburu dan memberantas peredaran senjata api ilegal. Polisi juga tidak bersikap tegas untuk memburu pemilik senjata legal yang tidak memperpanjang surat izinnya sehingga senjata menjadi ilegal," kata Neta.
Pemilik senjata nekat tidak mengurus perpanjangan izin karena polisi tidak tegas dan tidak memburu mereka. Lanjut Neta, padahal data berupa alamat dan informasi terkait sangat jelas dan dimiliki oleh Intelijen Keamanan Polri. Data itu dimiliki sebagai syarat wajib mengurus surat izin kepemilikan senjata.
Dengan keadaan yang demikian, kata Neta, koboi-koboi jalanan mulai bermunculan. Untuk itu, sudah saatnya Polri melakukan operasi sapu jagat, terutama terhadap orang-orang yang tidak memperpanjang izin senjata. Sebab Indonesia menjadi salah satu negara yang marak peredaran senjata ilegal.
Senjata itu bersumber dari rakitan, daerah konflik maupun sisa konflik, selundupan dari luar negeri dalam kondisi baru maupun bekas, miliki purnawirawan yang telah meninggal tetapi tidak dikembalikan, dan senjata legal yang habis masa izinya. "Jangan sampai ada oknum yang bermain-main, terutama dengan orang-orang berduit pemegang senjata yang tidak memperpanjang izinnya," ujarnya.