Ledakan Penjualan Kembang Api di Manado Jelang Tahun Baru
Penjualan kembang api meningkat drastis menjelang perayaan pergantian tahun di Sulawesi Utara. Kepolisian mengontrol peredaran sekaligus dampak negatif terhadap ketertiban umum.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Penjualan kembang api meningkat drastis menjelang perayaan pergantian tahun di Sulawesi Utara. Kepolisian mengontrol peredaran sekaligus dampak negatif terhadap ketertiban umum dengan mewajibkan semua agen kembang api mengantongi izin penjualan dan mendata pengecer yang membeli produknya.
Kios, lapak mobil pikap, hingga lapak kayu semipermanen yang menjual kembang api menjamur di sejumlah jalan protokol Manado sejak awal Desember. Di sepanjang Jalan Sam Ratulangi, Sario, ada sekitar 20 pedagang eceran dalam jarak sekira 3 kilometer saja, Jumat (27/12/2019).
Hedi Taju (62), salah satu pemilik toko pengecer kembang api merek Pegasus, mengatakan, penjualan meningkat drastis sejak malam Natal, Selasa (24/12/2019). Omzet toko bisa mencapai Rp 15 juta per hari dibandingkan dengan awal November lalu saat ia baru membuka tokonya. ”Sebelumnya tidak pernah sampai Rp 1 juta,” katanya.
Hedi menjual beragam jenis kembang api, mulai dari kembang api tangan, kembang api tetes, kembang api asap, petasan, hingga kembang api jenis roman candle ataupun cake untuk diletuskan di langit. Dengan harga Rp 100.000-Rp 3 jutaan, pembeli datang dari kalangan warga hingga perhotelan yang akan mengadakan acara pergantian tahun.
”Perseorangan bisa beli sekitar Rp 1 jutaan, sedangkan hotel-hotel bisa sampai Rp 10 juta,” katanya.
Hedi, petani di Desa Rumengkor, Tombulu, Minahasa, telah menjadi pedagang kembang api musiman di Manado selama tujuh tahun terakhir. Selain di Jalan Sam Ratulangi, ia juga membuka toko pengecer di bilangan Kampung Cina dan Kairagi.
Ia memperkirakan, total keuntungan bersih masing-masing toko bisa mencapai Rp 25 juta di pengujung masa berjualan pada 1 Januari 2020. ”Miliaran bisa dihabiskan di Manado hanya untuk kembang api,” katanya.
Sebaliknya, Ho (61), yang menyewa kafe di seberang toko Hedi untuk dijadikan kios kembang api, menilai ada penurunan penjualan. Omzet terbesar dalam sehari hanya sekitar Rp 3 juta. Tahun lalu, omzet sehari bisa mencapai Rp 10 juta.
”Masyarakat sudah lebih pintar, beli kembang api sama saja bakar duit. Mereka lebih suka beli baju atau makan,” kata Ho.
Ho juga menjual berbagai jenis kembang api dan petasan dari agen kembang api merek Golden Eye, Flower Basket, dan Happy Face yang diimpor dari China. Seperti Hedi, ia mendapat surat keterangan pengecer dari agennya.
”Kami tidak boleh menjual kembang api yang diameter tabungnya di atas 2 inci. Sudah dilarang Polda Sulut, soalnya suaranya mengganggu karena terlalu keras,” kata Ho.
Kami tidak boleh menjual kembang api yang diameter tabungnya di atas 2 inci. Sudah dilarang Polda Sulut, soalnya suaranya mengganggu karena terlalu keras.
Beberapa warga seperti Ellen Pelealu (42), warga Mokupa, Tombariri, Minahasa, memborong berbagai jenis kembang api dengan harga lebih dari Rp 1 juta dari toko Ho. Selain dipakai sendiri, ia juga berniat menjualnya kembali di area rumahnya.
”Ini ketiga kali saya beli untuk dijual lagi. Selalu habis, anak-anak suka sekali beli kembang api tangan dan petasan,” katanya.
Sebaliknya, Evan Krisdianto (25), warga Pakowa, Manado, memilih tidak membeli kembang api. Sebab, tiga tahun terakhir, langit Manado selalu disemarakkan ribuan letusan kembang api di segala penjuru saat malam pergantian tahun.
”Langit bakal penuh kembang api, bahkan sampai langit gelap gulita karena asap kembang api. Jadi saya mau menonton saja,” kata Evan.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulut Komisaris Besar Jules Abbast mengatakan, pihaknya telah mengawasi distribusi kembang api di Sulut. Setiap agen yang mengimpor kembang api wajib mengantongi izin dari Polda. Jumlah pengecer setiap agen pun harus dicatat.
”Yang kami pantau adalah agennya, tetapi kami tidak bisa merilis jumlahnya. Mungkin di kisaran puluhan. Kalau pengecer, bisa saja ada ratusan ribu orang di seluruh Sulut,” katanya.
Jules mengatakan, tidak ada larangan menjual kembang api. Namun, diameter tabung kembang api jenis cake dan roman candle dibatasi maksimal 2 inci untuk menjaga ketertiban umum. ”Kalau ada yang melanggar, akan kami hukum,” katanya.
Terkait dengan dampak pada kebersihan udara di Manado, Jules belum dapat mengatakan adanya tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulut Marly Gumalag yang sedang cuti tidak menjawab ketika dihubungi.