Indonesia menyerahkan sepenuhnya penanganan isu etnis Uighur kepada China. Indonesia menghormati dan tidak akan mencampuri kebijakan China dalam persoalan tersebut.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar & Kris Mada
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah Indonesia telah menggali informasi untuk mengetahui persoalan etnis Uighur di China. Oleh karena itu, Indonesia menghormati dan tidak akan mencampuri kebijakan China dalam persoalan tersebut.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan telah memanggil Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian untuk berbicara mengenai isu Uighur yang mengusik Muslim di Indonesia. Mahfud menambahkan, dirinya sering berkunjung ke China dan tidak kesulitan untuk melakukan ibadah di masjid serta menemukan makanan halal.
Kepada Mahfud, Qian menjelaskan latar belakang sosial-politik etnis Uighur di China. Berdasarkan penjelasan itu, lanjut Mahfud, Indonesia menyerahkan sepenuhnya penanganan isu etnis Uighur kepada China. ”Kami memutuskan tidak ikut campur. Diplomasi lunak dikedepankan pemerintah, bukan diplomasi megafon,” ujarnya, Kamis (26/12/2019), di Jakarta.
Senin lalu, Qian juga telah menjelaskan soal Uighur kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Kala itu, Moeldoko juga memastikan, Pemerintah Indonesia tidak akan mengintervensi persoalan Uighur karena hal itu merupakan persoalan dalam negeri China.
Pengajar ilmu hubungan internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, menilai pendekatan Indonesia dalam kasus Uighur justru menunjukkan kemandirian politik luar negeri. Pendekatan Indonesia juga menggambarkan kredibilitas Indonesia yang menolak mengaitkan diri dengan pola Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, atau Australia yang menghakimi China.
Menurut Rezasyah, baik pemerintah maupun masyarakat Indonesia sebenarnya sama-sama mengkritik China dalam persoalan itu. Kritik pemerintah disampaikan dengan mempertimbangkan setidaknya tiga kerangka, yaitu Kemitraan Strategis Terpadu Indonesia-China untuk tingkat bilateral, Kemitraan Strategis ASEAN-China untuk tingkat kawasan, serta Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika untuk aras global.
Masyarakat Indonesia menilai ada pelanggaran HAM pada Uighur.
Pandangan Indonesia soal Uighur sesuai dengan prinsip kebebasan beragama dan HAM yang diatur dalam deklarasi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa. ”Pandangan-pandangan Indonesia disampaikan secara langsung kepada Pemerintah China dan perwakilan diplomatiknya di sini tanpa diketahui publik,” ujarnya.
Sementara pandangan masyarakat, yang antara lain disampaikan oleh organisasi kemasyarakatan dan perguruan tinggi, disuarakan secara lugas dan terbuka. Berbagai aktivitas penyampaian pendapat soal Uighur terjadi beberapa waktu terakhir di Indonesia.
Masyarakat Indonesia menilai ada pelanggaran HAM pada Uighur. Masyarakat juga mengkritik China karena belum bisa mencari jalan dengan sistem yang dianut secara nasional dan prinsip kekhasan lokal. Penyampaian pendapat masyarakat Indonesia soal Uighur, lanjut Rezasyah, sesuai dengan hukum nasional.
”Memang pesan yang disampaikan masyarakat (Indonesia) bisa memerahkan wajah China. Sebagai negara besar, China perlu menyimak kritik konstruktif (soal Uighur) ini,” kata Rezasyah.