Produsen batubara wajib memasok batubara ke dalam negeri sebanyak 25 persen dari produksi dengan harga jual 70 dollar AS per ton. Kebijakan itu untuk menjaga agar harga listrik stabil.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mempertahankan kebijakan pasokan dan harga batubara di dalam negeri untuk kebutuhan pembangkit listrik. Produsen batubara wajib memasok batubara ke dalam negeri sebanyak 25 persen dari produksi dengan harga jual 70 dollar AS per ton.
Kebijakan mengalokasikan batubara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) tersebut untuk menjaga agar tarif listrik stabil.
”Tak ada perubahan dan berlaku sampai akhir 2020. Aturannya sudah disiapkan,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Jumat (27/12/2019), di Jakarta, menjawab pertanyaan tentang kebijakan DMO batubara yang akan berakhir masa berlakunya pada 31 Desember 2019.
Menurut Arifin, pemerintah melanjutkan kebijakan tersebut untuk menjaga agar tarif listrik tetap stabil. Apalagi, lanjutnya, kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih. Pemerintah juga ingin industri dalam negeri kembali bergairah dengan kecukupan pasokan energi yang harganya terjangkau.
”Kenapa 70 dollar AS per ton, padahal harga batubara sedang melemah? Antisipasi saja. Bagaimana kalau nanti harga batubara naik? Kan, perlu penyesuaian,” ujar Arifin.
Kebijakan DMO pertama kali ditetapkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga Jual Batubara untuk Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum. Ketetapan tersebut berlaku mulai 1 Januari 2018 sampai dengan 31 Desember 2019.
Keputusan itu mengatur harga batubara di dalam negeri untuk kebutuhan pembangkit listrik, yakni 70 dollar AS per ton untuk batubara dengan nilai kalori 6.322 per kilogram.
Latar belakang penetapan harga batubara dalam negeri adalah biaya operasi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang membengkak akibat harga batubara yang pernah melampaui 100 dollar AS per ton.
Batubara merupakan sumber energi primer dominan, yaitu sekitar 60 persen dalam bauran energi pembangkit listrik PLN. Di satu sisi, pemerintah berkeinginan tidak ada kenaikan tarif listrik akibat harga batubara yang mahal.
Subsidi
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Dewan Penasihat Indonesian Energy and Environmental Institute Satya Widya Yudha setuju dengan kebijakan tersebut. Menurut dia, kewajiban memasok batubara dalam negeri dengan harga batubara yang lebih murah dari harga internasional itu untuk mendukung subsidi listrik bagi masyarakat miskin, khususnya pelanggan rumah tangga golongan 450 volt ampere.
”Selain itu, produsen batubara harus patuh memenuhi kewajiban pasokan batubara ke dalam negeri sebesar 25 persen. Pemerintah harus memastikan bahwa mereka mematuhi kebijakan itu,” ucap Satya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri tahun ini ditargetkan 128 juta ton dari total produksi 489 juta ton. Adapun realisasi pada 2018 sebanyak 115 juta ton dari total produksi 557 juta ton. Sampai dengan Agustus 2019, pasokan batubara ke dalam negeri baru 82 juta ton.
PT Bukit Asam Tbk, salah satu produsen batubara dalam negeri, melaporkan, pasokan batubara untuk pasar dalam negeri tahun ini mencapai 60 persen dari total produksi batubara perusahaan. Tahun ini, produksi batubara Bukit Asam sekitar 28,5 juta ton dan akan ditingkatkan menjadi 30 juta ton pada 2020. Perusahaan tetap berkomitmen mengutamakan pasokan batubara ke dalam negeri.
”Meskipun produksi batubara kami tak sampai 10 persen dari total produksi nasional, pasokan batubara kami untuk pasar dalam negeri termasuk yang terbesar atau jauh melampaui ketetapan pemerintah,” kata Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin.