Kemajuan teknologi memengaruhi layanan kedokteran. Alat-alat kedokteran baru, baik yang canggih maupun sederhana, bermunculan. Teknologi informasi memungkinkan penerapan telemedicine menjadi semakin sering dan canggih.
Oleh
DR SAMSURIDJAL DJAUZI
·5 menit baca
Saya sudah 10 tahun bekerja sebagai pemasar alat-alat kedokteran. Semula pasar untuk alat-alat kedokteran amat baik. Mulai dari alat kedokteran untuk rumah tangga, seperti pengukur tekanan darah atau pengukur suhu, sampai alat untuk mengukur gula darah terjual dalam volume cukup besar. Penjualan alat kedokteran canggih, seperti ultrasonografi (USG), CT scan, dan MRI, juga lumayan meski harganya amat mahal.
Lima tahun terakhir ini, penjualan alat kedokteran menurun. Mungkin karena situasi ekonomi, tetapi juga terpengaruh oleh perkembangan teknologi kedokteran. Kemajuan dalam teknologi kedokteran terus berlanjut. Namun, kecenderungan dewasa ini, masyarakat lebih membutuhkan alat yang sederhana, tidak sulit dioperasikan, serta dapat digunakan di daerah terpencil sekalipun. Para pakar menyebutnya sebagai point of care.
Sebagai contoh, untuk memeriksa kekebalan tubuh limfosit CD4 dulu digunakan alat flow cytometer yang harganya miliaran rupiah, penggunaannya rumit, sehingga harus dijalankan oleh tenaga teknisi terdidik (S-1 atau S-2), pemeliharaannya juga rumit. Alat ini hanya tersedia di rumah sakit rujukan. Hasil pemeriksaan baru diperoleh dalam waktu yang cukup lama.
Namun, sekarang tersedia alat pemeriksaan CD4 yang dapat dibawa-bawa, beratnya sekitar 8 kilogram, dapat digunakan di daerah yang tak mempunyai sarana listrik. Penggunaannya cukup oleh tenaga laboratorium biasa (setara D-3) atau teknisi yang dilatih. Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu 30 menit. Hasilnya sebanding dengan hasil pemeriksaan CD4 menggunakan alat flow cytometer yang mahal itu.
Sudah tentu alat ini diminati, terutama di negara yang infrastrukturnya belum berkembang dan tenaga ahlinya masih sedikit. Kecenderungan ini tidak hanya terjadi pada pemeriksaan CD4, tetapi juga pada pemeriksaan jumlah virus secara tak langsung (viral load), bahkan juga pada tes kepekaan (resistensi) kuman.
Saya menyadari bahwa pekerjaan saya sebagai tenaga pemasaran alat-alat kedokteran mungkin akan semakin sulit. Rumah sakit akan mengurangi investasi untuk membeli alat kedokteran mahal. Masyarakat cenderung menggunakan alat kedokteran yang dapat digunakan mandiri. Saya khawatir alat-alat kedokteran canggih sekarang ini akibat kemajuan teknologi akan digantikan alat sederhana. Harganya jauh lebih murah, kemampuannya tak kalah oleh alat kedokteran canggih. Jika ini terjadi, saya harus bersiap mencari usaha baru agar tak terkena disrupsi.
Sebagai dokter klinik, bagaimana pandangan Dokter tentang kemajuan teknologi kedokteran mendatang, pengaruhnya terhadap alat-alat kedokteran, bahkan juga mungkin terhadap hubungan dokter-pasien yang selama ini dianggap penting? Apakah mungkin akan terjadi pengobatan daring dan pasien akan semakin banyak memeriksakan kesehatannya mandiri dan semakin jarang ke dokter? Mohon pandangan Dokter.
K di B
Anda benar, kemajuan teknologi juga memengaruhi layanan kedokteran. Alat-alat kedokteran baru, baik yang canggih maupun sederhana, bermunculan. Teknologi informasi memungkinkan penerapan telemedicine menjadi semakin sering dan canggih.
Operasi dengan bantuan robot (robotic surgery) sekarang masih dilakukan dalam kondisi pasien dan dokter berdekatan meski mungkin berbeda kamar. Jika jaringan 5G sudah merata, mungkin saja dokter bedahnya di Amerika dan pasiennya di Jakarta. Dokter mengoperasi pasien dengan bantuan robot dan dokter operator berada di muka monitor komputer untuk melakukan sayatan dan jahitan jarak jauh.
Teknologi informasi juga dapat digunakan untuk upaya pengendalian penyakit di masyarakat. Di India, untuk mendeteksi retinopati diabetik (gangguan pembuluh darah retina mata akibat komplikasi diabetes) sebagai ganti pemeriksaan funduskopi yang memerlukan alat dan dokter spesialis mata digunakan kamera telepon genggam dengan bantuan alat tertentu sehingga pasien diabetes dapat memotret retinanya sendiri. Hasil foto dikirim melalui Whatsapp ke pusat kesehatan yang telah ditentukan.
Oleh karena penduduk India yang melebihi 1 miliar jiwa, penyandang diabetes melitus di negeri itu melebihi 50 juta orang. Foto yang masuk akan dinilai oleh artificial intelligence untuk memisahkan foto normal dan yang dicurigai. Foto yang dicurigai baru diperiksa oleh dokter spesialis mata dan jika ada retinopati, pasien dihubungi agar memeriksakan diri lebih lanjut ke dokter mata terdekat. Screening dengan teknologi ini akan memungkinkan dilaksanakannya pemeriksaan dalam cakupan besar dengan biaya jauh lebih hemat dan jam kerja dokter spesialis mata dapat dihemat untuk tindakan lain.
Di National Cancer Centre Tokyo ditemukan screening untuk pemeriksaan 13 kanker tersering melalui pemeriksaan 1 cc darah. Ini berdasarkan pemeriksaan DNA. Aplikasi teknologi itu menghemat pemeriksaan screening kanker yang ada, seperti pap smear, dan lain-lain. Selama ini, pemeriksaan pap smear dilakukan pada jutaan perempuan dan hasilnya yang positif hanya beberapa persen. Jadi, terbuang waktu, peralatan, dan biaya yang banyak sekali untuk mendapatkan hasil positif. Jika tes melalui darah ini dilaksanakan, tindakan pap smear mungkin cukup dilakukan bagi mereka yang hasilnya dicurigai kanker saja.
Di Kanada ditemukan alat serupa USG yang besarnya hanya sebesar ponsel, tetapi kemampuan pencitraannya sama dengan USG yang kita kenal. Harga alat USG yang cukup baik sekarang sekitar Rp 200 juta, tetapi alat yang ditemukan dapat dijual sekitar 100 dollar AS saja. Selain murah, alat ini mudah digunakan dan bukan tidak mungkin akan jadi alat yang digunakan dokter umum serupa stetoskop.
Peter Diamandis, pengamat perkembangan teknologi, menggambarkan dalam buku karangannya, Abundance, kehidupan manusia pada tahun 2030. Di buku itu dapat kita baca bagaimana transportasi telah berubah total dan layanan kedokteran juga akan mengalami perubahan drastis.
Data science akan berkembang dan artificial intelligence serta machine learning akan banyak membantu dan memudahkan pekerjaan dokter. Kekurangan tenaga dokter dewasa ini mungkin tidak lagi jadi masalah. Data epidemiologis yang besar dapat dianalisis dengan menggunakan machine learning untuk membuat proyeksi ke depan.
Predictive medicine, precission medicine, serta personal medicine akan berkembang. Seorang bayi yang baru lahir mungkin dapat diperkirakan kapan dia akan menderita diabetes melitus. Obat yang diberikan kepada pasien dosisnya akan mempertimbangkan usia, jender, berat badan, kecepatan metabolisme obat di tubuh, serta faktor genetik sehingga tiap orang mungkin dosis obatnya berbeda.
Layanan kedokteran daring bisa saja berkembang, tetapi fungsi dokter rasanya tak dapat digantikan oleh mesin. Dokter harus memahami keadaan fisik, psikologis, dan sosial pasien. Artificial intelligence mungkin dapat membantu banyak dalam menganalisis data fisik, tetapi data psikis mungkin terbatas.
Jika dokter berhadapan dengan pasien, dia tidak hanya melihat, tetapi juga dapat membaca bahasa tubuh pasien. Dokter akan tetap diperlukan. Namun, semua orang, termasuk Anda sebagai pemasar alat kedokteran, harus punya pendapatan pasif di samping tugas utama Anda. Dengan demikian, kita tidak akan merasa kehilangan banyak jika penghasilan dari pekerjaan utama kita menurun atau terkena disrupsi.