Okupansi Hotel dan Vila di Daerah Bekas Bencana Masih Rendah
Tingkat keterisian hotel dan vila di daerah Banten yang terdampak bencana tsunami Selat Sunda, khususnya di Kabupaten Serang dan Pandeglang, dilaporkan belum membaik.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat keterisian hotel dan vila di daerah Banten yang terdampak bencana tsunami Selat Sunda, khususnya di Kabupaten Serang dan Pandeglang, dilaporkan belum membaik. Meski dampak psikologis setelah bencana telah pulih, singkatnya waktu kunjungan wisatawan ke pesisir barat Banten membuat industri hotel tidak stabil.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banten Achmad Sari Alam saat dihubungi Kompas di Jakarta, Sabtu (28/12/2019), mengatakan, 15 hari menjelang Tahun Baru, semua hotel di Anyer sampai Tanjung Lesung, Pandeglang, biasanya selalu penuh wisatawan. Namun, hal itu tidak lagi terjadi sejak bencana tsunami pada 22 Desember 2018 hingga saat ini.
”Rata-rata okupansi hotel berbintang dan vila di kawasan yang terdampak tsunami itu masih sekitar 20 persen. Seharusnya, setelah setahun sudah cepat pulih. Apalagi, jarak dari Jakarta menuju destinasi hanya 1,5 jam sampai 2,5 jam, didukung kondisi jalan tol dan jalan biasa yang sudah baik,” katanya.
Ia menilai, saat ini pelaku industri wisata tidak lagi khawatir dengan potensi tsunami. Pasalnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memasang kamera pemantau di Gunung Anak Krakatau dan alat deteksi gempa dan tsunami di sekitar Selat Sunda.
”Untuk para pelaku usaha hotel dan restoran, saya mengimbau agar mau memberikan pelayanan yang baik, menjaga kebersihan, memasang harga yang normal, serta membuat promosi bahwa pantai di Selat Sunda aman. Saya berharap, suasana destinasi pantai di Selat Sunda lebih baik pada 2020,” katanya.
Achmad menambahkan, okupansi hotel yang tak sampai 50 persen itu terjadi lantaran Banten baru mampu menarik wisatawan Nusantara yang menginap dalam waktu singkat. Rendahnya waktu menginap dan besarnya modal pengoperasian membuat banyak usaha penginapan bangkrut atau mengurangi karyawan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, Provinsi Banten didatangi 18,3 juta wisatawan Nusantara dan 327.003 wisatawan mancanegara. Keseluruhan jumlah wisatawan tercatat tumbuh negatif 15,67 persen dibandingkan dengan jumlah wisatawan di Banten pada 2017.
Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Banten Bambang Widjonarko mengatakan, pertumbuhan jumlah wisatawan di pesisir Banten, khususnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung di Kabupaten Pandeglang, terkendala kejadian tsunami yang datang di pengujung tahun 2018.
”Namun, dampak tsunami hanya pada daerah pantai. Wisatawan banyak menghindari hotel atau tempat menginap di pantai dan beralih ke luar wilayah pantai,” katanya.
Berdasarkan data terakhir pada September 2019, BPS mencatat, tingkat okupansi di hotel bintang di Banten 49,63 persen. Angka itu tidak jauh dibanding tingkat okupansi di Januari sebesar 49,92 persen.
Ketua Association of The Indonesian Tour and Travel Agencies (Asita) Banten Muklis Ihsor Gatot pada Jumat (27/12/2019) mengatakan, wisatawan Nusantara yang menggandrungi destinasi pantai cenderung tinggal lebih cepat daripada wisatawan mancanegara, yakni sehari sampai dua hari saja. Sebagian besar dari mereka datang dari Banten (83 persen), DKI Jakarta (5,9 persen), Jawa Barat (5,2 persen), dan luar Pulau Jawa (2,7 persen).
”Sebagian besar wisatawannya masih domestik. Kami sangat aktif mengikuti acara travel mart ke sejumlah daerah di Indonesia. Sementara sales mission wisata Banten di luar negeri masih kurang, jadi kedatangan wisatawan mancanegara ke Banten masih kecil,” katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Bagian Humas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Guntur Sakti, yang dihubungi terpisah, mengatakan, pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata berupaya mendorong pemerintah daerah setempat dan pelaku industri pariwisata menggencarkan kembali promosi wisata, baik di dalam maupun luar negeri.
”Menurut laporan dinas terkait setempat, wisatawan lokal selalu penuh setiap akhir pekan, tetapi mereka day trip, bukan untuk menginap di hotel, sehingga okupansi hotel memang belum stabil,” ujarnya.
Pesisir Selat Sunda merupakan daerah tujuan wisatawan Nusantara dan sedikit sekali wisatawan mancanegara yang berkunjung ke sana. ”Padahal, berbagai macam atraksi dan acara pariwisata, baik yang dilakukan pemda maupun industri perhotelan, banyak sekali,” ujar Guntur.