Riak lembut pantai-pantai berpasir putih di Banten tampak semarak menyambut tahun baru. Kamar-kamar penginapan beserta atraksi pariwisata telah disiapkan.
Oleh
·4 menit baca
Riak lembut pantai-pantai berpasir putih di Banten tampak semarak menyambut tahun baru. Kamar-kamar penginapan beserta atraksi pariwisata telah disiapkan. Hamparan biru nan teduh itu tak lagi sendu sebagaimana keadaannya setahun silam.
Menjelang Tahun Baru 2020 ini, Christoper Chandra berharap keberuntungan akan berpihak. Hingga Sabtu (28/12/2019), baru sekitar 40 dari 85 kamar resor Coconut Island yang dikelolanya telah dipesan. Jumlah itu jauh menurun ketimbang tahun lalu.
Biasanya, dua pekan sebelum Natal dan Tahun Baru, semua kamar habis dipesan. Termasuk sewaktu tsunami menerjang wilayah itu setahun silam, pesanan kamar sebenarnya telah penuh. ”Kali ini kami sangat berharap akan banyak yang datang untuk merayakan tahun baru di sini,” ujarnya.
Bukan hal mudah memulihkan pariwisata yang luluh lantak diterjang bencana. Tak hanya kawasan wisata itu porak poranda, masyarakat dan pelaku pariwisata pun dilanda trauma. Belum lagi kunjungan wisata merosot drastis. Namun, Christoper menetapkan tekad untuk bangkit. Di sepanjang tepian pantai itu dibangunkan tanggul. Tujuannya untuk mengantisipasi jika tsunami kembali berulang.
Tak cuma tanggul, langkah lain diupayakan demi menggaet turis. Tarif sewa kamar juga diturunkan. Menjelang tahun baru ini, kamar dengan fasilitas standar ditawarkan hanya Rp 1,5 juta per malam. Harga itu jauh lebih murah daripada saat kondisi normal yang mencapai Rp 2,5 juta.
Kecemasan akan berulangnya tsunami memang masih menahan wisatawan berlibur di kawasan pesisir barat Banten. Beberapa bulan pascatsunami, kenang Christoper, ada wisatawan hendak menginap, tetapi ragu untuk membayar uang muka penginapan. Alasannya, ia khawatir jika terjadi tsunami, uang akan hangus. Christoper berusaha meyakinkan. ”Akhirnya disepakati, kalau terjadi bencana alam atau force majeur di sini, seluruh uang muka akan kami kembalikan,” katanya.
Untuk meyakinkan wisatawan, pengelola memberikan jaminan aman dari bencana.
Upaya serupa dilakukan Resort Tanjung Lesung. Pengelola resor tersebut, Widiasmanto, mengisahkan, perbaikan bangunan hotel yang hancur diterjang tsunami akhirnya dilakukan. Bukannya sedikit, total biaya yang mengucur untuk perbaikan mencapai Rp 10 miliar. ”Memang mahal. Tapi begitu fisik bangunan kami perbaiki, sekarang kesannya seperti tidak pernah ada bencana,” ujar Widiasmanto.
Untuk meyakinkan wisatawan, pengelola memberikan jaminan aman dari bencana. Salah satu caranya adalah dengan memasang tiga alat mitigasi bencana yang berfungsi mengirimkan sinyal jika terjadi gempa di dasar laut.
Jalur evakuasi
Di sekitar resor juga dipasangi jalur-jalur evakuasi. Kesadaran karyawan hotel terhadap mitigasi bencana dilatih. Bagian belakang hotel yang menghadap laut ditanami pohon ketapang dan butun. Pohon-pohon itu berguna sebagai pemecah gelombang laut. ”Penanaman masih terus kami perbanyak,” katanya.
Seraya meyakinkan keamanan kawasan, upaya perbaikan citra juga dilakukan. Menjelang masa perbaikan rampung, Widiasmanto meminta semua karyawan hotel mengunggah indahnya resor lewat media sosial.
Beragam promosi juga ditawarkan. Ada paket bersepeda keliling desa wisata. Ada pula tur wahana laut. Titik-titik wisata baru juga dipermak sedemikian rupa sebagai daya tarik. ”Menjelang tahun baru, promosi dioptimalkan. Perlu usaha ekstra untuk memulihkan pariwisata ini,” katanya.
Para pelaku pariwisata menyadari tak ada pilihan lain kecuali bangkit memulihkan ”Si Cantik Selat Sunda”. Tak hanya pengelola resor, para pelaku usaha kecil pun mengupayakan berbagai cara menarik kunjungan wisatawan.
Salah satunya Sainan (21), pemilik usaha banana boat di Pantai Lagundi, Carita. Sebelumnya, ia mematok biaya sewa banana boat per orang Rp 45.000. Pascatsunami, ia menurunkan harga sewa menjadi Rp 25.000 per orang. ”Yang penting wisatawan mau datang dulu dan melihat bahwa di sini sudah benar-benar pulih,” katanya.
Harus diakui, pesona pesisir barat Banten memikat wisatawan. Air laut Pantai Karangbolong, misalnya. Laut yang jernih menjadi daya tarik tersendiri bagi Timan (38). Pemandangan itu baginya tak bisa ditemui di kawasan wisata lain di Jakarta dan sekitarnya. Tak heran, ia rela jauh-jauh datang dari Jakarta guna kembali berkunjung menikmati sore di tepian pantai Banten.
”Saya ke sini lagi untuk mencari ketenangan,” ujar Timan yang berasal dari Pondok Bambu, Jakarta Timur, di Pantai Karangbolong. Kerinduan mencicipi ketenangan alam juga mendorong Amri (45) berkunjung. ”Suasananya tenang dan ombaknya ramah,” katanya.
Meski angka kedatangan wisatawan mulai naik, Bupati Pandeglang, Banten, Irna Narulita mengakui, pariwisata di Banten belum sepenuhnya pulih. Ia akan mengirim surat kepada pemerintah provinsi dan pusat agar pengembangan pariwisata lebih optimal. (I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA/INSAN ALFAJRI)