Terlepas dari salah dan benar, insiden minibus menyeruduk tujuh pesepeda di Jalan Sudirman, Jakarta, Sabtu (28/12/2019), hendaknya menjadi pelajaran tentang berbagi ruang di jalan dan menggunakan jalur sesuai peruntukan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Terlepas dari salah dan benar, insiden minibus menyeruduk tujuh pesepeda di Jalan Sudirman, Jakarta, Sabtu (28/12/2019), hendaknya menjadi pelajaran tentang berbagi ruang di jalan dan menggunakan jalur sesuai peruntukannya. Semua itu hanya untuk satu tujuan, yakni keamanan dan keselamatan seluruh pengguna jalan.
TP (43), pegawai negeri sipil Subbagian Sarana Prasarana Polres Metro Jakarta Selatan, menabrak sekelompok pesepeda di depan Gedung Summitmas, Jalan Sudirman, Jakarta, Sabtu pagi. Akibatnya, dua orang mengalami luka berat dan lainnya luka ringan.
Berdasarkan hasil cek urine, TP positif mengonsumsi amfetamin. Akan tetapi, dia mengaku mengonsumsi ekstasi. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, minibus menyeruduk pesepeda dengan kecepatan setidaknya 50 kilometer per jam.
Dalam insiden itu, kata Yusri, pesepeda tidak berada di jalur sepeda. ”Memang tidak ada jalur sepeda di lokasi tersebut. Saat tabrakan, sepeda berada di lajur kanan,” ujar Yusri.
Sekelompok pesepeda itu melaju dari arah Semanggi menuju Bundaran Senayan di ruas Jalan Jenderal Sudirman. Ruas jalan terbagi menjadi tiga lajur. Lajur kanan merupakan jalur cepat. Di lokasi tabrakan, titik-titik tabrakan ditandai dengan cat semprot warna putih di sepanjang lajur kanan di depan Gedung Summitmas.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, jalur sepeda di Jalan Jenderal Sudirman tidak dibuat pada badan jalan, tetapi di trotoar demi keselamatan pesepeda.
”Untuk keselamatan pesepeda, di beberapa titik memang jalur sepeda berada di trotoar, termasuk di Jalan Jenderal Sudirman. Jalur sepeda berada di trotoar jika ukuran trotoar cukup lebar agar tidak mengganggu pejalan kaki,” katanya.
Keberadaan jalur sepeda di Jalan Jenderal Sudirman ditandai dengan cat semprot warna putih pada lantai trotoar. Jalurnya terbentang mulai dari arah Ratu Plaza sampai Menara BNI dan Dukuh Atas sampai Ratu Plaza.
Kepada pesepeda yang melintas di badan Jalan Jenderal Sudirman, Syafrin mengingatkan agar berhati-hati, khususnya pada akhir pekan, karena banyak pengendara yang baru pulang dari tempat hiburan malam melintas di situ. Untuk itu, pesepeda dianjurkan mengambil lajur kiri.
Sepeda balap
Dalam tabrakan itu, kelompok pesepeda menggunakan sepeda balap atau road bike. Sepeda jenis ini memiliki kecepatan di atas sepeda biasa untuk transportasi.
Menurut Syafrin, pengguna sepeda balap dianjurkan bersepeda di Gelanggang Olahraga Velodrome, Rawamangun, Jakarta Timur, karena tersedia arena bertaraf internasional. ”Olahraga di sana. Jika di jalan dan massal, gunakan lajur kiri dan pengawal lalu lintas,” katanya.
Sementara itu, ketua komunitas sepeda Bike to Work, Poetoet Soedarjanto, mengatakan, sepeda balap memiliki kecepatan di atas rata-rata. Menurut dia, sepeda balap yang melaju di Jalan Jenderal Sudirman dapat mencapai kecepatan setidaknya 40 kilometer per jam.
Adapun Poetoet pernah melaju di ruas itu dengan kecepatan 30 kilometer per jam. Namun, lanjut Poetoet, jalan raya bukan hanya milik pesepeda dan menjadi tanggung jawab semua pengguna, termasuk pejalan kaki. Untuk itu, pesepeda jangan abai terhadap aspek keselamatan.
”Jangan lupa melihat ke dua arah saat melintas atau menyeberang, memastikan keberadaannya terlihat pengendara lain melalui kode tangan, pakaian khusus, ataupun lampu,” kata Poetoet.
Keselamatan
Kini, pesepeda di Ibu Kota lebih mudah bepergian karena telah tersedia jalur sepeda sepanjang 63 kilometer. Jalur itu terbagi dalam tiga, yakni jalur yang berada di badan jalan dengan marka garis putih utuh (khusus pesepeda), jalur di badan jalan dengan marka garis putih putus-putus (lalu lintas campuran), dan jalur di atas trotoar. Kendati demikian, masih banyak persoalan, seperti jalur yang terputus-putus atau belum mencakup banyak titik, belum steril, dan lainnya.
Terlepas dari berbagai persoalan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mewajibkan pemerintah untuk memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda. Kemudian, pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas (Pasal 62 Ayat 1 dan 2).
Selain kemudahan, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda (Pasal 106 Ayat 2).
Dinas Perhubungan DKI Jakarta berencana mengintensifkan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk keamanan dan keselamatan pesepeda pada 2020.
Selain meneruskan target 200 kilometer jalur sepeda, lanjut Syafrin, juga memberikan insentif parkir sepeda gratis dan meminta pengelola gedung menyediakan parkir sepeda dan tanda parkirnya agar pesepeda terfasilitasi dengan baik.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menambahkan, jika memungkinkan, jalur sepeda harus diberi pembatas fisik agar keamanan mereka lebih terjamin.
”Rambu jalur sepeda perlu diperbesar agar semakin mudah terlihat dan menambah penyewaan sepeda, seperti yang tersedia di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat,” katanya.