Kisah Pertempuran Jelang Natal 1945 di Bogor-Sukabumi
Rangkaian pertempuran dan kontak senjata yang dialami Sekutu di Kota Bogor sepanjang bulan Desember 1945 memperlihatkan gigihnya perlawanan pejuang Indonesia dalam menghadapi Sekutu dan kembalinya Belanda.
Tenggelam di balik ingar bingar pertempuran Surabaya bulan November 1945, Palagan Ambarawa medio Desember 1945, di selatan Jakarta, di kota Bogor dan Sukabumi, terjadi rangkaian pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan tentara Sekutu yang dipimpin militer Inggris dari Komando Asia Tenggara (South East Asia Command/SEAC) yang bermarkas di Singapura.
Pengurus persahabatan Indonesia-New South Wales, Australia, Michael Kramer, mengirimkan dokumen dari arsip Australia berupa dokumen ”War Diary” Batalyon Ke-5 Resimen India yang bertugas di Sukabumi-Bogor pada periode Desember 1945 berisi catatan operasi dan pertempuran yang terjadi.
Michael Kramer mengirimkan salinan dokumen tersebut sebagai bagian dari risetnya tentang pertempuran Bojong Kokosan di jalan raya Bogor-Sukabumi antara TKR dan pasukan Inggris. Kini, sebuah museum dan monumen dibangun di lokasi pertempuran Bojong Kokosan yang sejarahnya semakin tidak dikenal generasi muda Indonesia, Inggris, India, Belanda, dan Jepang yang terlibat dalam pertempuran berdarah di lokasi tersebut.
Dokumen yang sebelumnya berkategori secret (rahasia) itu mencatat laporan Batalyon 5 Resimen Jat India. Resimen Jat adalah salah satu resimen elite dalam Angkatan Darat India yang didirikan sejak 1795 dan berperang dalam berbagai mandala di Timur Tengah, Eropa, Asia, termasuk di Jawa Barat, dalam tugas melucuti dan repatriasi tentara Jepang dan memulangkan tawanan Sekutu. Menjelang akhir Perang Dunia II, mereka terlibat dalam pertempuran berdarah di kota Imphal di perbatasan India-Burma melawan bala tentara Jepang.
Resimen yang mula-mula didirikan di Madras (kini Chennai), India, itu kini bermarkas di kota Bareilly, Negara Bagian Uttar Pradesh (sebelah timur kota New Delhi) yang berbatasan dengan Nepal.
Sejak awal Desember 1945, pasukan Inggris tersebut mendarat di Tanjung Priok, Jakarta, lalu langsung bergerak ke Buitenzorg (Bogor) dengan angkutan bermotor. Mereka semula menempati barak militer di kota Bogor. Namun, arsip militer tersebut tidak menjelaskan apakah pasukan tersebut menempati barak militer di dekat Istana Bogor, Lawang Gintung, ataupun di dekat pabrik tapioka Kedung Halang.
Pada tanggal 8 dan 9 Desember 1945, Komandan Brigade 36, Komandan Brigade 5/8 Punjab, Batalyon 5 Jat, dan para pemimpin pasukan Inggris berunding dengan pejabat Republik Indonesia, yakni wali kota versi Inggris (Residen Bogor dalam versi Republik Indonesia) Barnas Tanuningrat. Pihak Inggris bermaksud menempati Istana Bogor. Wali Kota Barnas Tanuningrat dalam dua kali pertemuan menolak permintaan Inggris.
Kompi B di bawah Mayor HW Watson dan Kompi D di bawah Mayor H East membuka gerbang Istana Bogor pukul 14.00 tanggal 9 Desember 1945. Mereka segera menduduki Istana Bogor. Pasukan Inggris yang memasuki istana sempat ditembaki (dalam catatan mereka terjadi 20 kali tembakan senjata api). Pihak Inggris tidak membalas tembakan tersebut.
Kompi B segera menduduki posisi sebelah kanan dan Kompi D menguasai posisi sebelah kiri istana ke arah Kebun Raya Bogor. Kompi B memasuki sayap kanan Istana Bogor dan menemukan empat orang yang sebelumnya menjadi tawanan pihak Indonesia dan ada beberapa dinamit ditanam di tembok istana, tetapi tidak ditemukan detonator.
Selanjutnya, bendera Brigade Inggris India dikibarkan di Istana Bogor menggantikan bendera Republik Indonesia oleh prajurit Inggris India, Fazal Ali. Istana Bogor pada petang hari tanggal 9 Desember 1945 resmi dijadikan markas Brigade 36 Inggris.
Pada hari-hari pertama, serangan tembakan gelap dari pihak pemuda Republik Indonesia ke arah Istana Bogor terjadi. Kompi B membalas tembakan-tembakan gelap tersebut. Menjelang petang, Peleton 6 Kompi B berpatroli ke arah sumber tembakan gelap yang menyasar Istana Bogor.
Semasa itu, para tawanan perang ditempatkan tersebar di sejumlah lokasi di Bogor, seperti di Biara Susteran Ursulin (kini kompleks Sekolah Regina Pacis), Kolam Renang Kota Paris, Penjara Pledang, Seminari Vincentius (di kompleks Katedral Bogor), Batalyon 14 (kini Museum Pembela Tanah Air/Peta), dan yang terbesar Kamp Kedung Halang (dari wilayah Lapangan Sempur hingga Jalan Gunung Gede dan Sempur Kaler) di samping Istana Bogor.
Sejarawan Muhammad Iskandar dalam makalah ”Masa Bersiap di Kabupaten Bogor” yang disajikan dalam Kajian Lahirnya Bogor, di Sindang Barang, 11 Juni 2008, mencatat kekacauan dan pertentangan antara pasukan TKR dan milisi-milisi yang kerap bertindak di luar kendali Pemerintah Republik Indonesia.
Terjadi aksi kekerasan terhadap warga Indo Eropa dan pihak yang dituding pro-Belanda seperti di peristiwa Gedoran Depok, 7 Oktober 1945, dan berbagai perampokan oleh milisi yang semula didiamkan aparatur republik. Namun, akhirnya pasukan Republik Indonesia pun menggempur milisi, seperti serbuan terhadap gerombolan Ki Nariya dan Tje Mamat di Leuwiliang.
Situasi kacau tersebut, yang disebut masa bersiap, terjadi sejak September 1945 hingga awal tahun 1946 di Jawa dan Sumatera. Kekerasan demi kekerasan terjadi dan tidak jelas siapa melawan siapa. Revolusi seperti memakan anaknya sendiri.
Dalam kondisi tersebut, TKR juga harus menghadapi Inggris yang sudah mulai menduduki kota Bogor. Selepas pendudukan Istana Bogor tanggal 9 Desember 1945, pasukan Inggris India segera bergerak ke berbagai wilayah di sekitar Bogor hingga Sukabumi.
Dalam catatan Inggris, tanggal 9-10 Desember 1945, konvoi Sekutu bergerak meninggalkan Istana Bogor menuju kota Sukabumi dikawal Batalyon 5 Resimen Jat yang berkekuatan tiga kompi senapan (setiap kompi berkekuatan 90 prajurit bersenapan), 1 detasemen mortir, detasemen sinyal (komunikasi), didukung dua kendaraan lapis baja tank M3 Stuart dengan senjata utama kanon 37 milimeter. Secara keseluruhan terdapat 175 kendaraan bermotor, seperti kendaraan lapis baja bren gun carrier dengan 119 unit di antaranya adalah kendaraan logistik.
Dalam perjalanan sekitar pukul 15.00 terjadi kontak senjata oleh TKR yang menghadang (ambush) dan terjadi pertempuran hebat selama dua jam lebih di Bojong Kokosan (kini diperingati sebagai Hari Juang Divisi Siliwangi). Pihak Sekutu mencatat, Letkol GK Gowers terluka, empat wakil komandan terluka, 21 prajurit Inggris India gugur dalam pertempuran, 41 orang terluka, dan seorang prajurit hilang.
Untuk menghadapi TKR, Inggris mengerahkan pesawat-pesawat tempur RAF dan juga dropping bantuan. Selain itu, pasukan Inggris yang dihadang tersebut juga meminta pasokan medis dan ambulans dari Bogor dan Jakarta ke Bojong Kokosan.
Pertempuran berlanjut sepanjang jalan menuju Sukabumi. Laporan resmi Batalyon 5 Resimen Jat mencatat, kontak senjata kembali terjadi di Benda dan 2 kilometer di utara Tjibadak. Lagi-lagi pasukan Inggris dihadang pasukan TKR. Catatan Batalyon 5 Resimen Jat menuliskan, di kilometer 120 selepas daerah bernama Benda, konvoi yang sedang melintasi belokan ke kanan ke arah Sukabumi tiba-tiba dihadang lawan (pasukan TKR) diperkirakan 100 orang yang menguasai kedua sisi tebing yang mengapit jalan raya.
Pasukan TKR diperkirakan menggunakan dua atau tiga pucuk senapan mesin, senapan, granat tangan, bom molotov, tombak, dan pedang, menghujani posisi pasukan Inggris India. Terjadi pertempuran jarak dekat, bahkan saling serang dengan sangkur terhunus. Pihak Sekutu juga mengerahkan dukungan serangan udara dari pesawat RAF. Catatan Batalyon 5 Resimen Jat menuliskan, sebanyak 25 musuh gugur dan penghalang jalan (road block) disingkirkan.
Penghadangan berikutnya terjadi 2 kilometer utara kota kecamatan Tjibadak (kini Cibadak). Diperkirakan ada 150 prajurit TKR menghadang pasukan Inggris India. Pertempuran berkecamuk hingga pukul 18.00. Diperkirakan jumlah korban gugur di pihak pejuang Republik Indonesia sebanyak 40 orang.
Menjelang malam, setelah berulang kali membersihkan penghalang jalan dan adanya tembakan gelap serta lemparan bom molotov, konvoi Inggris-India yang tercecer melakukan konsolidasi di kamp Jepang di kota Sukabumi. Menjelang pukul 23.00 barulah seluruh rangkaian konvoi tiba di Sukabumi setelah sebelumnya mereka terhalang dua kendaraan yang melintang di tengah jalan dan seorang pengemudinya ditemukan tewas di dalam kendaraan.
Lebih kurang pada waktu bersamaan di Istana Bogor tanggal 10 Desember 1945 terjadi kontak tembak. Pasukan Inggris dengan senapan mesin bren membalas tembakan pihak pejuang Indonesia dari arah kebun raya. Pihak Inggris mencatat, tiga pejuang Indonesia gugur dan ditemukan ceceran darah, tombak, dan beberapa bilah pedang.
Selanjutnya, pada tanggal 11 Desember 1945, konvoi yang dihadang di Bojong Kokosan tersebut tiba di Sukabumi dan di tanggal 12 Desember 1945, mereka melanjutkan perjalanan ke Bandung. Jalan raya Sukabumi-Cianjur-Bandung didapati dalam keadaan sunyi seusai pertempuran besar di Bojong Kokosan. Korban luka pihak Inggris dirawat unit ambulans lapangan ke-75 di Bandung. Bagian pasukan lain ditampung di sebuah hotel besar.
Pada saat bersamaan, seusai pertempuran Bojong Kokosan, konvoi berikut di Bogor tanggal 11 Desember 1945 adalah pengangkut logistik ke Kamp Kota Paris di daerah Gunung Batu. Kamp Kota Paris tersebut terletak di ujung utara Gang Kebon Djahe (kini di sekitar Jalan Semboja, Jalan Cempaka, dan Jalan Ledeng) yang tersambung dengan Jalan Semeru. Lokasi tersebut berjarak sekitar 1,5 kilometer dari markas brigade di Istana Bogor.
Dalam perjalanan, konvoi mendapat serangan tembakan yang mengakibatkan seorang serdadu India gugur dan seorang lainnya terluka. Setelah mengirimkan logistik, konvoi kembali dengan selamat ke posisi pertahanan di sekitar Istana Bogor.
Sehari kemudian, tanggal 12 Desember 1945, konvoi logistik kembali dikirim ke Kamp Kota Paris. Operasi berlangsung aman. Sementara pada tanggal 13 Desember 1945 tidak tercatat adanya insiden apa pun.
Pada tanggal 14 Desember 1945, sebagian personel batalyon yang tidak ikut operasi konvoi bantuan dipindahkan dari barak militer ke Kedung Halang (kamp tawanan Sekutu atau RAPWI di sekitar Lapangan Sempur).
Kemudian, pada 15 Desember 1945, tercatat kedatangan batalyon yang sebelumnya terlibat pertempuran Bojong Kokosan tiba dari Bandung di Bogor. Konvoi dipimpin Mayor Mileham dengan dukungan Batalyon 3/3 Gurkha Riffle yang mendapat pengawalan udara RAF. Konvoi tersebut segera menempati kamp RAPWI Kedung Halang.
Pada tanggal 16 Desember 1945, Kompi A Batalyon 5 kemudian menempati Biara Ursulin (kini Sekolah Regina Pacis) di seberang Istana Bogor dan Kompi C menempati hunian di kompleks Istana Bogor.
Komandan Kompi A Mayor Mukat Ram dan Letnan JO Woodhouse berangkat ke Batavia (Jakarta) tanggal 17 Desember 1945 untuk melaporkan peristiwa yang dialami konvoi Sukabumi-Bandung ke Markas Besar Divisi India Ke–23.
Sementara di sekitar Istana Bogor, pada 18 Desember 1945, dilakukan pengintaian (reconaissance) oleh Batalyon 5/8 Resimen Punjab dan Kompi C Resimen Jat dengan diperkuat sebuah tank dan kendaraan lapis baja. Kompi C mengerahkan pula seksi mortir 3 inci menyebar ke jalan raya di barat dan timur Istana Bogor.
Saat pengintaian berlangsung, mereka mengalami serangan tembakan dari pejuang republik. Serangan dihadapi dengan tembakan senapan dan empat kali tembakan mortir 3 inci dengan granat daya ledak tinggi.
Ketika pasukan pengintai mundur, mereka dihujani tembakan senapan dan senapan mesin ringan para pejuang Republik Indonesia. Pihak Inggris India memperkirakan, lima pejuang terluka dan di pihak mereka seorang prajurit terluka.
Memasuki 20 Desember 1945, Kompi C Batalyon 5 Resimen Jat mengawasi wilayah dekat museum (sekarang Museum Zoologi) dekat pecinan (kini Pasar Bogor). Mayor Mukat Ram dan Letnan Woodhouse kembali dari Markas Divisi 23 di Batavia. Sebagian sisa anggota batalyon di hari tersebut diberangkatkan dari Madras, India, ke Jawa dengan menggunakan kapal SS Dunera.
Terjadi kontak tembak dan serangan granat terhadap pasukan Kompi C Batalyon 5 di sekitar Museum. Kerugian pihak lawan (pejuang Republik Indonesia) tidak diketahui dan di pihak Inggris India seorang prajurit terluka.
Kontak tembak di sekitar museum dan Pasar Bogor kembali terjadi 21 Desember 1945. Tidak ada catatan mengenai korban di kedua belah pihak. Pada hari yang sama, Kompi B dan seksi mortir 3 inci berpatroli di Bantar Kemang dipimpin Major Ingham. Situasi aman sepanjang patroli.
Keesokan hari, tanggal 22 Desember 1945, terjadi kontak tembak di sekitar museum dan Pasar Bogor ke posisi pertahanan Kompi C Batalyon 5. Adapun Kompi B dan D meninggalkan Kamp Kedung Halang (sekitar Lapangan Sempur) menyusur tepian Sungai Ciliwung ke arah jembatan (kini sekitar Jembatan Jambu Dua) untuk memeriksa perkampungan di sana.
Pada tanggal 23 Desember 1945 kembali terjadi penembakan terhadap posisi Kompi C Batalyon 5 di dekat museum. Sebagai balasan, Kompi C meminta dukungan tembakan mortir 3 inci dengan tembakan tirai asap sekali dan tiga tembakan granat ke arah kampung yang diduga menjadi sumber tembakan. Serangan terhadap Kompi C Batalyon 5 pun terhenti sesudah tembakan mortir dilakukan.
Kompi D minus satu peleton meninggalkan Kamp Kedung Halang untuk menempati posisi baru di sebuah persimpangan jalan. Wilayah Kebun Raya diperiksa oleh patroli Batalyon 5.
Selanjutnya, di tanggal 24 Desember 1945 terjadi serangan granat dan tembakan bertubi-tubi ke posisi Kompi C Batalyon 5. Diperkirakan 80 granat meledak di posisi pasukan Inggris India. Kerugian di pihak pejuang Indonesia tidak diketahui dan di pihak Inggris India dua prajurit dari Resimen Lapangan Ke-3 Inggris India terluka akibat pecahan granat (shrapnel).
Pihak Sekutu mengerahkan kekuatan Kompi A, B, dan C ke timur Pasar Bogor (sekitar Kampung Gudang). Kompi A diserang tembakan senapan mesin dari sebuah gedung besar berwarna putih (gedung terbesar di kawasan tersebut adalah Gedong Dalem yang kini sudah dirobohkan). Tercatat dua pejuang Indonesia gugur dalam kontak tembak. Lalu, dari penelusuran pasukan Sekutu di pecinan, didapat informasi adanya artileri milik Republik Indonesia di kawasan Ciawi, sekitar 9 kilometer selatan wilayah museum-Pasar Bogor.
Selanjutnya, di Hari Natal tahun 1945, serangan tembakan kembali terjadi ke posisi pasukan Inggris India di sekitar museum. Tidak tercatat adanya korban.
Tanggal 26 Desember 1945, Kompi B dan D pun dikirim berpatroli ke Babakan, Tegal Lega, Bojong Kenjod, dan Tjilibende. Kampung-kampung didapati dalam keadaan sepi.
Pada tanggal 27 Desember 1945, kembali patroli Sekutu memasuki kampung-kampung. Mereka mengamankan enam orang Indonesia dan selanjutnya empat orang dibebaskan, selebihnya ditahan. Kompi B menggantikan tugas Kompi C berjaga di sekitar museum. Pasukan Sekutu berpatroli di sepanjang sisi barat Sungai Ciliwung dari sekitar kebun raya hingga ke selatan sekitar Pasar Bogor.
Lagi-lagi terjadi serangan tembakan pejuang Indonesia terhadap posisi Inggris India di sekitar museum sepanjang tanggal 27-28 Desember 1945. Serangan balasan dilakukan dengan enam granat mortir 2 inci ditembakkan ke arah kampung yang diduga menjadi asal tembakan, empat lontaran granat, dan rentetan tembakan senapan mesin. Akhirnya, serangan pejuang Indonesia pun terhenti sekira 10 menit setelah Sekutu melancarkan tembakan dan serangan mortir tersebut.
Pada tanggal 29 Desember 1945, kembali terjadi serangan tembakan pejuang Indonesia ke posisi Sekutu di dekat museum dan Kamp Kedung Halang. Kamp Kedung Halang dihujani tembakan hampir satu jam lamanya oleh pihak Indonesia.
Demikian pula 36 granat tangan dilemparkan ke dalam Kamp Kedung Halang oleh para pejuang Indonesia. Pihak Sekutu mencatat tidak ada korban di pihak mereka. Adapun sisa pasukan yang diberangkatkan dari Madras, India, sudah tiba di Pulau Jawa dan segera bergabung dengan induk pasukan di Bogor.
Batalyon 5 Resimen Jat melakukan pergantian posisi jaga, yakni Kompi B dari museum ke jembatan, Kompi D dari Kamp Kedung Halang ke biara (sekolah Regina Pacis), Kompi A dari biara ke Kamp Kedung Halang.
Pada tanggal 30 Desember 1945 tercatat satu serangan tembakan gelap ke Kamp Kedung Halang dan akhir tahun, tanggal 31 Desember 1945, diakhiri dengan patroli bermotor Kompi B ke pos penjagaan Belanda di jalan utama menuju Batavia (jalan raya Bogor) di utara kota Bogor.
Rangkaian pertempuran dan kontak senjata yang dialami Sekutu di kota Bogor sepanjang bulan Desember 1945 tersebut memperlihatkan gigihnya perlawanan pejuang Indonesia dalam menghadapi Sekutu dan kembalinya Belanda melalui NICA. Kota Bogor, sebuah kota kecil, pun menyimpan riwayat perlawanan yang gigih dari para pemuda pejuang kemerdekaan Indonesia!