Pertempuran di Libya meningkat, pekan lalu. Sejumlah negara memasok pesawat, aneka persenjataan, dan prajurit ke faksi-faksi yang bertikai.
ROMA, MINGGU Italia mengusulkan penerapan zona larangan terbang di Libya. Roma melontarkan itu setelah serangan udara oleh faksi bertikai di Libya meningkat, pekan lalu. ”Zona larangan terbang bisa menjadi alat mencapai tujuan: menghentikan kekerasan,” ujar Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte, Sabtu (28/12/2019), di Roma.
Setelah Moammar Khadafy terguling tahun 2011, Libya terbelah dengan lahirnya dua pemerintahan: kubu Pemerintahan Kesepakatan Nasional (Government of National Accord, GNA) di Tripoli dan pemerintahan timur beribu kota di Tobruk, Libya timur. GNA dipimpin PM Fayez Sarraj, sedangkan pemerintahan timur secara de facto dikendalikan Khalifa Haftar, pemimpin Tentara Nasional Libya (LNA).
Pekan lalu, jet tempur dan pesawat nirawak LNA membombardir Zawiya dan Tajoura. Serangan di barat dan timur Tripoli ini menyasar kilang minyak dan pelabuhan di Zawiya. Perusahaan minyak pemerintah Libya, NOC, berencana menutup pelabuhan Zawiya dan mengevakuasi staf dari kilang minyak di sana serta menutup ladang minyak El Sharara.
Surati DK PBB
Menteri Luar Negeri Libya Mohamed Sayala menyurati Dewan Keamanan PBB agar bersikap atas serangan tersebut. DK PBB diminta menyelidiki dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan oleh Haftar dalam serangan itu.
GNA juga membalas dengan menyerang kubu pertahanan LNA di dekat bandara Tripoli, Sabtu lalu. Dalam pernyataan resmi tentara Libya di bawah GNA disebutkan, mereka merebut sejumlah pos LNA. Pernyataan itu juga menyinggung sejumlah tentara bayaran yang diduga dikerahkan Wagner, perusahaan keamanan Rusia, dan soal persenjataan buatan China serta Eropa mendukung LNA di dekat bandara. Dalam laporan PBB, November 2019, disebutkan, LNA menggunakan pesawat nirawak buatan China.
Laporan itu mengungkap, pesawat nirawak China lebih baik dibandingkan dengan yang dipasok Turki ke GNA. Selain bisa mengangkut peledak lebih banyak, pesawat nirawak China juga bisa menjangkau seluruh Libya. Berkat pesawat itu, LNA unggul di udara atas GNA.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan, pasukan Wagner jadi alasan Ankara membantu GNA. ”Rusia di sana dengan 2.000 (tentara) Wagner. Apakah pemerintah sah mengundang mereka?” ujarnya seraya menyebut 5.000 personel milisi Sudan juga ada di Libya untuk membantu LNA.
”Mereka membantu panglima perang (Haftar). Sementara kami diundang pemerintah sah,” katanya tentang pengerahan tentara Turki ke Libya. Menlu Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, dirinya akan bertemu dengan pimpinan oposisi Turki, Senin ini. Pertemuan itu membahas rencana pengesahan aturan pengiriman tentara ke Libya.
Parlemen Turki direncanakan mempercepat reses demi pengesahan itu. Bersama Qatar dan Italia, Turki mendukung GNA. Sementara sejumlah negara Arab dan Eropa mendukung LNA yang menguasai ladang minyak utama Libya. (AP/AFP/REUTERS/RAZ)