Pariwisata Bangkit Kembali
Perlahan tetapi pasti, daerah tujuan wisata yang pernah terkena bencana mulai bangkit. Perayaan Tahun Baru 2020 menjadi momentum kebangkitan itu.
LOMBOK, KOMPAS Sejumlah daerah tujuan wisata yang beberapa waktu lalu dilanda bencana kini bersiap menghadapi perayaan Tahun Baru 2020. Pergantian tahun menjadi momentum bagi para pelaku wisata setempat untuk meningkatkan kunjungan turis.
Bencana yang melanda daerah wisata antara lain tsunami Selat Sunda pada Desember 2018 yang menghancurkan pantai-pantai di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, dan Kabupaten Serang serta Kabupaten Pandeglang, Banten. Masih pada tahun 2018, gempa mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Gempa tahun lalu di Lombok tak hanya berdampak pada sektor wisata, tetapi juga pada hampir semua aspek kehidupan warga di NTB. Kini, industri pariwisata di NTB menggeliat lagi. Obyek wisata unggulan, seperti kawasan Gili (Gili Meno, Gili Trawangan, Gili Air) di Kabupaten Lombok Utara; Pantai Senggigi di Kabupaten Lombok Barat; serta Gunung Rinjani dan Kuta Mandalika di Lombok Tengah kembali dikunjungi cukup banyak wisatawan, baik pada hari libur maupun hari biasa.
Para pengelola obyek wisata, pemilik hotel, dan restoran pun mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menyambut Tahun Baru 2020. ”Gili siap menyambut wisatawan yang akan merayakan tahun baru,” kata Pelaksana Tugas Kepala Desa Gili Indah Suburudin, Jumat (27/12/2019).
Menurut Suburudin, setahun lebih pascagempa, industri pariwisata di tiga Gili telah pulih sekitar 80 persen. ”Secara fisik sudah pulih. Bangunan-bangunan yang rusak telah diperbaiki. Tinggal bagaimana mendorong agar semakin banyak wisatawan yang datang,” tutur Suburudin.
Oleh karena itu, pergantian tahun menjadi momentum penting untuk kembali membangkitkan pariwisata di NTB. ”Ini merupakan kesempatan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa kami sudah normal, sudah kembali seperti biasa,” papar Suburudin.
Sales Marketing Manager Hotel Vila Ombak di Gili Trawangan Lalu Jaufirrahman mengatakan, untuk malam tahun baru, pihaknya menyiapkan berbagai acara bagi tamu hotel ataupun wisatawan umum. Acara itu antara lain berupa pesta makan malam, pesta kembang api, dan pementasan musik (live music).
Penyedia akomodasi lain di Gili Trawangan, seperti James Bungalow, ikut menyambut pergantian tahun dengan cara lebih sederhana, yaitu menyiapkan dua sampai tiga trompet di setiap kamar. Hal ini menjadi bentuk penghargaan kepada tamu.
Momentum pergantian tahun dimanfaatkan pula oleh para pelaku wisata di Pantai Minang Rua, Lampung Selatan, untuk menarik wisatawan sebanyak-banyaknya. Tahun lalu, Pantai Minang Rua hancur akibat dilanda tsunami Selat Sunda.
Saat itu hampir semua aset yang telah dibangun di pantai, seperti puluhan gazebo dan warung makan, hancur. Padahal, aset senilai Rp 300 juta itu dibangun dengan keringat dan kerja keras warga selama dua tahun. Warga tidak patah semangat dan kembali membangun pantai dengan biaya swadaya. Kini fasilitas yang hancur sudah selesai diperbaiki. Bahkan, kini ada fasilitas tambahan, seperti penginapan dan tempat parkir kendaraan.
Sekretaris Kelompok Sadar Wisata Minang Rua Bahari, Rian Haikal, mengatakan, pengelola wisata menyiapkan acara bertajuk ”Injak Balik Minang Rua” pada 29-31 Desember 2019. Acara yang bertujuan mengajak wisatawan kembali berkunjung ke pantai itu diisi dengan berbagai kegiatan, seperti pameran foto.
”Lewat pameran foto, kami ingin memperlihatkan kondisi pantai sebelum tsunami, kerusakan pantai saat tsunami, hingga setelah direnovasi. Kami ingin menceritakan perjalanan masyarakat kelompok sadar wisata yang bahu-membahu merawat pantai,” tutur Rian.
Lebih lambat
Di Pantai Karangbolong dan Carita, Banten, bangunan-bangunan yang dulu rusak diterjang tsunami terlihat telah diperbaiki. Obyek wisata Pantai Karangbolong dan Pantai Carita yang hancur juga dibangun kembali. Akses jalan pun telah tersambung.
Namun, kebangkitan wisata berjalan lebih lambat. Butuh waktu lebih lama untuk membuat kawasan pariwisata di wilayah itu kembali bangkit seperti dulu. Kunjungan wisatawan di Karangbolong dan Carita, misalnya, belum seramai dulu.
”Sebelum ada tsunami, pantai ini lebih ramai. Tempat parkir dipenuhi kendaraan. Antrean mobil yang mau masuk sampai ke jalan raya. Sekarang sudah mulai pulih, tapi belum seperti sebelum tsunami,” ujar Sainan (21), warga Carita yang sehari-hari menyewakan banana boat di Pantai Lagundi, Carita.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banten Achmad Sari Alam menyebut, angka okupansi hotel berbintang dan vila di kawasan terdampak tsunami masih berkisar 20 persen. Ada harapan agar pemerintah daerah ikut membantu promosi wisata untuk memikat lebih banyak turis. (ZAK/VIO/IGA/FAI/ERK)