Menjelang pergantian tahun, beberapa media dan lembaga internasional mengumumkan nama-nama tokoh dunia yang dinilai paling berpengaruh pada tahun tersebut.
Oleh
MH SAMSUL HADI
·3 menit baca
Menjelang pergantian tahun, beberapa media dan lembaga internasional mengumumkan nama-nama tokoh dunia yang dinilai paling berpengaruh pada tahun tersebut. Majalah Time, misalnya, memiliki tradisi menahbiskan Person of the Year pada akhir tahun. Tahun 2019 ini, gelar itu jatuh kepada perempuan remaja aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg (16).
Koran negeri tetangga di Singapura, The Straits Times, menobatkan Presiden Joko Widodo sebagai Tokoh Asia 2019. Harian Financial Times (FT) bahkan tak hanya menetapkan CEO Microsoft Satya Nadella sebagai Tokoh Tahun 2019 sebagai penanda akhir tahun ini. Media berkantor pusat di London itu juga membuat daftar 50 tokoh yang memengaruhi dekade ini.
Daftar tersebut memuat 50 tokoh dari berbagai bidang, mulai dari politisi, pemimpin bisnis, ahli ekonomi, aktivis, artis, hingga bintang olahraga. Dari Xi Jinping, Vladimir Putin, Recep Tayyip Erdogan, Pangeran Mohammed bin Salman, hingga bintang pop Taylor Swift serta pesepak bola Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Ke-50 tokoh tersebut dinilai FT sebagai ”orang yang mengubah sejarah di bidang masing-masing dalam 10 tahun terakhir”.
Penilaian itu tentu bisa membuka kembali perdebatan soal siapa sebenarnya para pengubah sejarah. Apakah sejarah dunia ini ditentukan oleh individu-individu dan orang- orang hebat, ataukah lebih dipengaruhi oleh, misalnya, kerangka sistem internasional dan pembagian kekuasaan dalam sistem tersebut? Perkembangan terbaru dalam komunikasi, transportasi, iklim, pendidikan, nilai-nilai budaya, dan kesehatan telah mengubah hubungan antar-manusia saat ini.
Di dunia akademik Tanah Air, beberapa puluh tahun silam pernah muncul gugatan terhadap persepsi tentang sejarah, yang dinilai terlalu didominasi ”sejarah politik”. Sejarah yang hanya menampilkan sejarah para raja atau pemimpin. Gugatan itu untuk memberi ruang pada apa yang disebut sebagai ”sejarah sosial”. Sebuah cara pandang untuk memberi ruang penafsiran sejarah dari sudut rakyat.
Kembali pada perdebatan tentang penggerak atau pengubah sejarah, Daniel Byman dari Georgetown University’s School of Foreign Service dan Kenneth M Pollack dari American Enterprise Institute membuat catatan menarik. Individu-individu, tulis keduanya di jurnal Foreign Affairs (November/Desember 2019), bisa menonjol di atas lembaga, norma, kekuatan-kekuatan sistemik, dan politik domestik, yang bisa mengubah negara lebih kuat atau lebih lemah.
Para pemimpin juga bisa menciptakan musuh-musuh atau teman-teman baru, melemahkan atau memperkuat aliansi, mengabaikan norma, dan mengambil risiko. Mereka bisa secara mendasar mengubah aspirasi atau strategi menyeluruh sebuah negara. ”Sejarah kerap dituturkan sebagai cerita para tokoh besar,” tulis Byman dan Pollack.
Perubahan di Kerajaan Arab Saudi atau dinamika Republik Islam Iran saat ini, misalnya, tak bisa dilepaskan dari sosok—secara berurutan—Mohammed bin Salman dan Ayatollah Ali Khamenei. Begitu juga Putin di Rusia, Erdogan di Turki, Xi Jinping di China, atau Donald Trump di AS. Seperti apa dan bagaimana pergolakan dunia tahun 2020, antara lain, tak bisa dilepaskan dari kiprah mereka. Kita berharap semoga dunia ini lebih aman dan warganya lebih sejahtera. Selamat Tahun Baru 2020....