Satu demi satu kejanggalan pengelolaan keuangan di PT Asuransi Jiwasrawa mulai terkuak. Temuan kejanggalan itu menguatkan dugaan bahwa telah terjadi kejahatan korporasi secara sistematis.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dugaan kejahatan korporasi yang terjadi di tubuh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) semakin kuat. Kesalahan tata kelola investasi dan penyalahgunaan wewenang manajemen dinilai sistematis.
Dugaan kejahatan korporasi kembali mengemuka setelah beredarnya foto-foto piagam dan sertifikat penghargaan milik Jiwasraya. Badan usaha milik negara bidang asuransi ini mendulang sejumlah penghargaan di tengah masalah defisit likuiditas.
Jiwasraya salah satunya mendapat penghargaan sebagai pengembangan produk (product development) terbaik dari majalah BUMNTrack tahun 2018. Penghargaan diberikan atas kinerja laporan keuangan tahun 2017.
Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia Rhenald Kasali, yang juga dewan juri penghargaan BUMNTrack mengungkapkan, pemberian penghargaan mengacu kinerja perusahaan tahun 2016-2017. Diduga terjadi pengelabuan data sehingga masalah kecurangan (fraud) baru terungkap saat ini.
”Fraud di perusahaan asuransi ini terjadi secara terselubung pada sisi investasi. Ini adalah upaya sistematis yang penuh trik, padahal lembaga pengawasnya banyak, diaudit kantor akuntansi internasional yang biayanya puluhan miliar rupiah,” ujar Rhenald dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas, Selasa (31/12/2019).
Direksi mengklaim, keuntungan Jiwasraya pada 2017 mencapai Rp 2,7 triliun. Namun, setelah diaudit oleh Pricewaterhouse Coopers (PwC), laba Jiwasraya tahun 2017 hanya Rp 360,30 miliar. Adapun keuntungan tahun 2016 sebesar Rp 1,7 triliun.
Rhenald menambahkan, kecurangan yang dilakukan direksi berupa pengelabuan yang cukup rumit dari sisi tata kelola investasi. Pengelabuan data baru terungkap setelah dampak kerugian tampak. Nilai kerugian semakin besar karena kejadian dibiarkan berlarut-larut, ditambah beban bunga yang tinggi. ”Jangan alihkan perhatian dan jangan bantu mereka (pihak-pihak terkait) buang badan. Kejahatan adalah kejahatan, pelakunya harus dicari. Uang masyarakat harus diselamatkan,” kata Rhenald.
Hal senada disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menduga ada kejahatan korporasi terkait problem yang membelit Jiwasraya. Tata kelola investasi dinilai bermasalah, sementara manajemen dianggap menyalahgunakan wewenang (Kompas, 20/12/2019).
Menurut Sri Mulyani, persoalan yang membelit Jiwasraya mencuat pada 2008-2009 ketika dirinya menjabat Menteri Keuangan. Saat itu, Jiwasraya mengajukan dana talangan kepada pemerintah, tetapi ditolak. Langkah yang kemudian diambil adalah revaluasi aset dan perbaikan internal.
Setelah revaluasi aset, rasio solvabilitas atau risk based capital (RBC) Jiwasraya membaik, bahkan positif. Namun, tata kelola investasi bermasalah. Imbal hasil produk asuransi yang ditawarkan terlalu tinggi, sementara modal yang terkumpul justru disimpan dalam saham-saham gorengan atau tidak prospektif.
”Kondisi bagus yang seharusnya dipakai untuk memperbaiki (persoalan) justru kemudian di-abuse. Tindakan kriminal ini terutama terjadi sejak pemburukan dengan pemasaran produk-produk asuransi yang tidak berkelanjutan,” kata Sri Mulyani.
Pada Oktober 2018, Jiwasraya mengumumkan gagal bayar polis JS Saving Plan senilai Rp 802 miliar. Dalam rapat dengan Komisi VI DPR pada 16 Desember 2019, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyatakan, manajemen Jiwasraya tak sanggup memenuhi kewajiban pembayaran polis nasabah Rp 12,4 triliun per Desember 2019.
Kondisi keuangan Jiwasraya yang belum diaudit per 31 Desember 2018 mencatatkan ekuitas negatif Rp 10,24 triliun dan defisit Rp 15,83 triliun. Perbaikan cadangan keuangan sudah dilakukan, tetapi belum dengan penurunan nilai aset. Kondisi likuiditas terganggu sehingga gagal bayar.
Dalam dokumen yang beredar, Jiwasraya berencana menempuh tiga langkah eksternal untuk penguatan modal, yakni membentuk anak perusahaan asuransi jiwa bernama Jiwasraya Putra, mengajukan pinjaman jangka pendek (bridging loan), dan membuat produk asuransi baru berupa financial reinsurance.
Pendirian Jiwasraya Putra melibatkan sejumlah mitra BUMN. Sejauh ini, ada empat BUMN yang akan bergabung mendirikan Jiwasraya Putra, yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Persero), PT Pegadaian (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (Persero)
Di internal perusahaan, Jiwasraya akan merestrukturisasi aset finansial, properti, dan liabilitas. Strategi perusahaan menitikberatkan pada percepatan pertumbuhan organik melalui penetrasi pasar, pengembangan pasar dan produk, pemodelan ulang bisnis, serta perluasan kanal distribusi.
Terkait kasus ini, Kejaksaan Agung mencegah 10 orang, termasuk dua mantan Direktur Utama Jiwasraya, yakni Hendrisman Rahim dan Asmawi Syam, serta mantan Komisaris Utama Djonny Wiguna, bepergian ke luar negeri.