Terhitung hingga Rabu (1/1/2020), lokasi tambang emas liar di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, berhasil ditutup dan diawasi aparat kepolisian dari Polda Maluku selama 439 hari.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Terhitung hingga Rabu (1/1/2020), lokasi tambang emas liar di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, berhasil ditutup dan diawasi aparat kepolisian dari Polda Maluku selama 439 hari. Inilah periode penutupan terlama tambang emas ilegal terbesar di Indonesia yang pertama kali beroperasi pada 2011 itu. Potensi kehilangan sumber daya alam yang berhasil diselamatkan lebih kurang Rp 1,5 triliun.
Kepala Polda Maluku Inspektur Jenderal Royke Lumowa kepada Kompas di Ambon menegaskan, lokasi itu tetap diawasi aparat hingga pemerintah mengizinkan perusahaan profesional mengambil alih pengelolaannya. Selama ini, lokasi tambang seluas lebih kurang 250 hektar itu menjadi rebutan antara petambang liar dan beberapa perusahaan yang melakukan pencemaran lingkungan.
Penutupan lokasi tambang itu dipimpin langsung oleh Royke pada 17 Oktober 2018. Sebelumnya telah dilakukan penutupan lebih dari 30 kali, tetapi petambang kembali lagi. Penutupan terakhir itu tanpa perlawanan dari petambang. Setelah itu, dibangun pos pengamanan di sejumlah pintu masuk dan di puncak Gunung Botak. Petambang tidak berani masuk lagi.
Penutupan ini bertujuan untuk penyelamatan sumber daya alam yang selama ini diolah tanpa izin dan juga penyelamatan lingkungan yang rusak berat akibat penggunaan merkuri untuk mengolah emas. (Royke)
Royke mengatakan, penutupan itu dapat menghentikan potensi kebocoran sumber daya alam. Sejak 2011, lebih dari 20.000 orang menambang di Gunung Botak. Petambang datang dari sejumlah daerah di Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Jambi, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Jumlah petambang yang diturunkan pada 17 Oktober 2018 sekitar 7.000 orang.
Berdasarkan penelusuran Kompas, dalam satu hari, setiap petambang bisa mendapatkan emas lebih dari 1 gram. Ada yang bahkan lebih dari 1 ons atau 100 gram. Dengan begitu, dalam satu hari, paling sedikit 7.000 gram emas yang diambil secara ilegal.
Itu dengan catatan jumlah petambang 7.000 orang. Selama 439 hari, sekitar 3.073 kilogram emas yang dihasilkan dari sana. Jika dengan harga jual emas Rp 500.000 per gram, nilai jual emas itu sekitar Rp 1,5 triliun.
”Penutupan ini bertujuan untuk penyelamatan sumber daya alam yang selama ini diolah tanpa izin dan juga penyelamatan lingkungan yang rusak berat akibat penggunaan merkuri untuk mengolah emas,” ujarnya. Penutupan tambang liar juga menghentikan tidak kriminal di sana, seperti pembunuhan, perampokan, peredaran narkoba, dan perdagangan manusia.
Royke mengakui, banyak godaan kepada anggota di lapangan ataupun kepada dirinya. Ada pihak tertentu yang meminta agar tambang tersebut dibiarkan beroperasi lagi. Godaan itu bahkan berupa suap.
”Setiap hari saya menerima laporan dan sering kali saya datang ke Gunung Botak. Saya sudah ingatkan agar yang di lapangan tidak boleh main-main,” ujarnya.
Menurut catatan Kompas, setelah penutupan itu, pada April 2019, Gunung Botak didatangi tim gabungan dari sejumlah kementerian dan lembaga. Royke juga ikut dalam rombongan itu. Saat itu muncul wacana Gunung Botak akan ditangani oleh anak usaha Badan Usaha Milik Negara bekerja sama dengan masyarakat setempat. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan terkait wacana itu.
Peneliti logam berat dari Universitas Pattimura, Ambon, Abraham Mariwy, mengapresiasi keberhasilan Polda Maluku dalam menjaga Gunung Botak sehingga tidak kembali dimasuki petambang liar.
”Setidaknya laju kerusakan lingkungan, terutama pencemaran merkuri, sudah bisa dihentikan. Jika tidak, selama waktu lebih dari satu tahun ini, berton-ton merkuri dibuang ke alam,” ujarnya.
Abraham mengingatkan, tidak adanya upaya penataan lingkungan yang rusak selama penambangan berlangsung sejak 2011. Ia memperkirakan, bahaya merkuri bakal meledak pada 5 hingga 10 tahun mendatang di Pulau Buru.
Merkuri merusak tubuh manusia dan menyebabkan mutasi genetika. Ibu hamil yang terpapar merkuri dalam konsentrasi tinggi akan memengaruhi janin. Bayi yang lahir berpotensi mengalami cacat mental dan fisik.
Giliran batu sinabar
Abraham menambahkan, pekerjaan rumah lain yang kini menanti adalah penertiban lokasi tambang liar batu sinabar di Gunung Tembaga, Kabupaten Seram Bagian Barat. Atas perintah Presiden Joko Widodo, tambang sinabar terbesar di Indonesia itu ditutup pada Desember 2017. Namun, belakangan aliran sinabar dan merkuri yang diolah dari sinabar masih terus mengalir dari Seram Bagian Barat.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, sepanjang tahun 2019, Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan Yos Sudarso Ambon menggagalkan pengiriman secara ilegal 212 kilogram cairan merkuri dan 89 kilogram batu sinabar yang merupakan bahan baku merkuri. Lemahnya pengawasan di Kabupaten Seram Bagian Barat, sumber batu sinabar terbesar di Indonesia, dianggap menjadi penyebab lolosnya peredaran barang tersebut hingga ke pelabuhan di Ambon (Kompas 31/12/2019).
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat mengatakan, Kapolda Maluku telah memerintahkan Kapolres Seram Bagian Barat untuk memeriksa kondisi terakhir di lokasi tambang sinabar. Laporan dari lapangan akan dijadikan pertimbangan untuk diambil langkah lanjutan. Sejauh ini, belum ada wacana terkait penutupan lokasi tambang itu. ”Tunggu saja perkembangannya,” ujar Roem.