Kawasan Kemang yang digadang-gadang akan menjadi ikon baru Jakarta, kembali dilanda banjir besar setelah tahun 2016. Warga sekitar menyebut banjir di awal tahun 2020 ini lebih parah dibandingkan empat tahun lalu.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga RT 003 RW 002 Kelurahan Bangka, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, baru membersihkan endapan lumpur setelah banjir setinggi 1 meter merendam rumah mereka, Rabu (1/1/2020) sampai Kamis (2/2/2020) siang.
Rumah mereka yang berada di cekungan rendah terendam air sehingga warga dievakuasi ke posko pengungsian yang lebih tinggi. Sepeda motor yang biasa diparkir berjajar di mulut gang terendam banjir. Setelah banjir surut, warga segera mencuci sepeda motor dan menyalakan mesinnya.
”Banjir tahun ini lebih parah dibandingkan tahun 2016. Tahun 2016, air hanya masuk sampai tangga depan rumah (30-40 sentimeter). Kali ini, air sampai masuk ke pintu (90-100 sentimeter),” kata Khaerudin (53), warga RT 003 RW 002 Kelurahan Bangka, Kemang.
Khaerudin yang sudah puluhan tahun tinggal di Kemang mengatakan, banjir awal tahun ini disebabkan luapan Kali Krukut. Pada saat musim kemarau lalu, kali tersebut kerap dipenuhi sampah. Kali juga mengalami pendangkalan akibat endapan lumpur. Namun, sepengetahuan Khaerudin, kali justru baru dikeruk sekitar dua pekan sebelum banjir melanda.
Sarmani (50) mengatakan, banjir besar di kawasan tersebut biasanya terjadi dalam kurun lima tahunan. Namun, kali ini periode banjir besar terjadi setahun lebih awal. Menurut Sumarni, selain lebih tinggi, banjir di lokasi itu pun lebih lambat surut. Banjir kali ini mampir ke permukiman warga lebih dari 24 jam. Padahal, biasanya air bisa lebih cepat surut meskipun tidak ada bantuan dari pompa air.
”Semenjak ada pembangunan proyek gedung di sebelah, air jadi lambat surut. Itu lihat saja, fondasi gedung yang dibangun sejak tiga tahun lalu saja lebih tinggi daripada rumah warga,” kata Sarmani.
Semenjak ada pembangunan proyek gedung di sebelah, air jadi lambat surut. Itu lihat saja, fondasi gedung yang dibangun sejak tiga tahun lalu saja lebih tinggi daripada rumah warga.
Pada Rabu (1/1/2020), banjir menggenang di sejumlah titik di Kemang di antaranya di Jalan Kemang Raya dan permukiman warga di Jalan Kemang X.
Lurah Bangka Novia Enita mengatakan, banjir yang melanda kawasan Kemang disebabkan luapan Kali Krukut dan Kali Mampang. Di sejumlah titik, seperti di depan The Mansion Kemang, sungai lebih tinggi daripada permukaan jalan.
Akibatnya, saat hujan lebat, air sungai meluap ke Jalan Kemang Raya. Apalagi, curah hujan pada Tahun Baru 2020 sudah termasuk kategori ekstrem. Kawasan Kemang yang merupakan daerah cekungan dengan mudah dilanda banjir.
”Memang wilayahnya rendah, tinggian kali dibandingkan daratan jadi mudah sekali banjir,” ujar Novia.
Hingga Kamis sore, jumlah pengungsi di sekitar Kemang terdata mencapai 255 orang di Masjid Al Istiqomah di RT 001 RW 002. Menurut Novia, wilayah itu paling parah terkena banjir. Rumah-rumah warga hanya terlihat di bagian atapnya saja. Sejumlah bantuan, seperti makanan, minuman, obat-obatan, dan kebutuhan pribadi, sudah didistribusikan kepada warga. Warga juga membuka dapur umum di sekitar lokasi pengungsian.
Warga Kemang juga terkesan tidak siap dengan banjir tahun ini. Sebab, berdasarkan pengalaman mereka, banjir tidak pernah setinggi ini. Mereka memilih bertahan di lantai dua rumah mereka. Namun ternyata, air bertahan lama, dan mereka tidak bisa beraktivitas karena listrik mati. Akhirnya, bayi, lansia, dan warga lainnya dievakuasi menggunakan perahu karet.
”Kami pun sebenarnya sudah meninggikan rumah masing-masing dengan harapan air tidak akan masuk ke dalam rumah. Ternyata, air lebih tinggi dibandingkan yang kami perkirakan,” kata Sarmani.
Selain kawasan terendam banjir, sejumlah mobil yang diparkir di depan pertokoan di Kemang juga ikut tenggelam. Mobil-mobil itu baru dievakuasi dengan derek pada Kamis siang. Bagian bodi mobil masih terlihat kotor dan dipenuhi lumpur.
Setelah banjir surut, petugas dari Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Selatan dan Sudin Sumber Daya Air (SDA) menyedot air yang masih tersisa untuk dibuang ke kali. Air juga digunakan untuk membersihkan jalan dan trotoar yang dipenuhi lumpur.
Dulu, kawasan Kemang dikenal sebagai kawasan permukiman alami. Sampai 1987, wilayah itu masih sangat nyaman dihuni karena terdapat banyak tanah lapang dan pohon yang subur. Rumah dibangun dengan halaman yang luas. Jarak satu rumah dengan rumah lain berjauhan.
Dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) 2005 (1985-2005), kawasan yang menjadi bagian daerah aliran Sungai Krukut ini ditetapkan sebagai kawasan permukiman dengan pengembangan terbatas karena mengemban fungsi sebagai daerah resapan air. Namun, sejak pertengahan 1990-an, kawasan ini berubah menjadi kawasan komersial yang disesaki kafe, restoran, hotel, dan pertokoan.
Untuk menghindari perubahan fungsi lahan yang kian parah, Kemang ditetapkan sebagai kampung modern. Luas bangunan dibatasi hanya 20 persen dari keseluruhan tanah. Tinggi bangunan maksimal tiga lantai. Kenyataannya, Kemang kini semakin padat bangunan. Apartemen, hotel, dan mal tinggi menjualang terbangun (Kompas, 26 Juni 2015).
Kini, kawasan Kemang sebenarnya juga sudah bersolek menjadi daerah yang ramah bagi pejalan kaki. Trotoar di kawasan ini diperlebar dan kabel-kabel udara diganti dengan sistem ducting sehingga terlihat lebih rapi. Pemprov DKI juga memasang lampu penerangan jalan dengan aksen Betawi sehingga kawasan ini terlihat lebih bersih dan rapi.
Namun, sayangnya penataan kawasan ini tidak diikuti penataan lingkungan yang menyeluruh. Meskipun sudah berkali-kali dilanda banjir, pemprov seolah tidak belajar dari kesalahan. Jika banjir kembali merendam, lalu apa gunanya trotoar lebar yang sudah tertata rapi?