Menjaga Optimisme di Tengah Tekanan
Indonesia mesti beradaptasi, mengembangkan kemampuan mengatasi kesulitan, mencari sumber-sumber daya baru untuk menunjang kehidupan, dan tetap optimistis dalam menghadapi berbagai tekanan.
Dalam pertemuan tahunan Bank Indonesia 2019 beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menganalogikan kondisi Indonesia saat ini seperti Chuck Noland yang diperankan aktor Tom Hanks dalam film Cast Away (2001). Noland terdampar di sebuah pulau tak berpenghuni, harus mampu beradaptasi dan bertahan hidup agar dapat keluar dari pulau itu.
Ada tiga pelajaran yang dapat diambil dari cara Noland bertahan hidup, yaitu kemampuan mengatasi kesulitan, mencari sumber-sumber daya baru untuk menunjang kehidupan, dan tetap optimistis dalam menghadapi berbagai tekanan.
Saat ini kita sedang menghadapi kondisi ekonomi global yang tidak ramah. Perang dagang yang meluas, diawali Amerika Serikat (AS) dan China dan kemudian merembet ke negara-negara lain.
Kalau dulu kita bicara soal globalisasi dan perdagangan terbuka, kini beberapa negara justru menerapkan kebijakan anti-globalisasi. Jargon globalisasi meredup karena setiap negara lebih mendahulukan kepentingan ekonomi dalam negeri (inward looking policy) ketimbang membuka diri.
Bagaimana kita dapat bertahan?
Tak dapat dimungkiri bahwa dengan suasana dunia saat ini, kondisi perekonomian pada 2020 tidak akan jauh berbeda dan belum akan pulih. Menyalahkan pemerintah atau pihak lain atas kondisi yang terjadi tidak akan menjadikan suasana lebih baik. Sikap yang dapat kita tempuh adalah seperti yang dilakukan Noland dalam film Cast Away. Kita harus mampu bertahan di tengah kesulitan. Bagaimana kita dapat bertahan? Masih adakah optimisme dalam diri para pelaku usaha?
Pada prinsipnya, Indonesia telah membuktikan kemampuannya untuk bertahan hidup di tengah tekanan dan kondisi perekonomian global yang memburuk. Kinerja dan prospek ekonomi Indonesia cukup baik, meski beberapa negara lain mengalami resesi dan krisis. Selama tiga triwulan 2019, pertumbuhan ekonomi mencapai masing-masing 5,07 persen, 5,05 persen, dan 5,02 persen.
Tidak dapat dimungkiri bahwa kemampuan ekonomi kita terbatas untuk tumbuh lebih tinggi. Namun, konsumsi rumah tangga telah menjadi salah satu penopang pertumbuhan, didukung oleh inflasi yang rendah dan penyaluran bantuan sosial pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat.
Kita melihat pertumbuhan investasi bangunan masih baik, didorong oleh pembangunan proyek strategis nasional. Dengan kondisi itu, kita optimistis tahun 2020 dapat bertahan di tengah tekanan global.
Pertumbuhan baru
Namun, kita tentunya tak boleh hanya puas dapat bertahan hidup. Masalah yang kita hadapi masih berat. Investasi nonbangunan masih belum kuat dan ekspor masih turun. Oleh karena itu, harus ada cara untuk menemukan sumber daya baru untuk menunjang kehidupan.
Dengan melambatnya permintaan global dan rendahnya harga komoditas, tentunya kita tidak dapat lagi bertumpu pada ekspor barang mentah dan sumber daya alam. Di sinilah perlunya transformasi ekonomi difokuskan pada sejumlah industri manufaktur, seperti otomotif, garmen, elektronik, dan makanan. Pengembangan pariwisata dengan 10 Bali baru, maritim, pertanian, dan UMKM, juga perlu terus digenjot.
Pembangunan infrastruktur untuk konektivitas juga perlu terus diakselerasi, khususnya untuk mendukung pengembangan kawasan ekonomi sektor prioritas, dengan mendorong pula peran swasta domestik dan asing. Perbaikan iklim investasi juga mendesak dilakukan. Usulan omnibus law yang dirancang pemerintah perlu didukung guna mempermudah proses investasi sehingga mampu mempercepat kenaikan PMA dan menciptakan lapangan kerja di Indonesia.
Keuangan digital
Cara lain yang penting juga untuk dikembangkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi adalah inovasi di sektor ekonomi dan keuangan digital.
Indonesia adalah perekonomian yang berpotensi besar untuk menyerap arus digitalisasi. Meski demikian, data dari Indeks Finansial Global (2018) menunjukkan bahwa saat ini ketimpangan digital (digital divide) di Indonesia masih cukup lebar. Penetrasi pengguna internet di Indonesia baru mencapai 56 persen dari total populasi, atau lebih rendah dari rata-rata global.
Selain itu, segmen masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan (unbanked people) juga masih besar. Saat ini baru 49 persen dari total penduduk dewasa (di atas 15 tahun) yang telah memiliki rekening bank, lebih rendah dari rata-rata negara di kawasan Asia Pasifik (71 persen). Akses pembiayaan ke 62,9 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga masih terbatas.
Namun, ketimpangan itu adalah juga peluang besar bagi penetrasi pasar digital di Indonesia. Hal ini terlihat dari tumbuh pesatnya bisnis daring, khususnya pelaku teknologi finansial (tekfin) dan e-dagang. Sampai September 2019, 272 pelaku tekfin dan 200 pelaku e-dagang hadir di Indonesia.
Data menunjukkan bahwa Gojek mempekerjakan sekitar 1,7 juta mitra pengemudi dan terhubung dengan lebih dari 400.000 pelaku usaha. Bukalapak juga terhubung dengan lebih dari 700.000 pelaku usaha dan lebih dari 500.000 warung di seluruh Indonesia.
Sementara itu, Tokopedia telah menjalin 5 juta kemitraan termasuk menyalurkan bantuan permodalan kepada UMKM. Dengan contoh tersebut, tekfin dan e-dagang memiliki potensi peluang inklusivitas pada 51 persen penduduk dewasa unbanked dan 62,9 juta UMKM.
Inovasi digital merupakan solusi konkret untuk pertumbuhan dan pemerataan pembangunan karena akan mendorong persaingan usaha, menambah keberagaman layanan, dan produk usaha, sehingga dapat meningkatkan partisipasi ekonomi masyarakat.
Untuk mendorong digitalisasi ekonomi dan keuangan tersebut, Bank Indonesia telah mengeluarkan cetak biru Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Revolusi digital menuntut otoritas memahami terjadinya pergeseran kebutuhan masyarakat, peluang, dan dimensi risiko dalam menjaga kualitas kebijakan.
Sistem pembayaran
Dari visi sistem pembayaran yang disusun Bank Indonesia tersebut, ada lima inisiatif utama yang akan dilakukan, yaitu open banking, sistem pembayaran ritel, infrastruktur pasar keuangan, data, serta pengaturan, perizinan, dan pengawasan.
Inisiatif open banking dilakukan untuk mendorong transformasi digital di tubuh perbankan dan membangun keterkaitan antara bank dan pelaku tekfin. Open banking adalah pendekatan yang memungkinkan bank membuka data dan informasi keuangan nasabahnya pada pihak ketiga (pelaku tekfin). Hal ini akan memperluas layanan digital dan menjadi peluang tumbuhnya berbagai pelaku usaha baru.
Dengan melihat pada potensi di atas, kiranya kita dapat lebih percaya diri dalam memandang masa depan. Tentunya potensi belum berarti apa-apa jika tidak mampu diwujudkan dalam aksi nyata. Oleh karena itu, tak bisa kalau kita hanya saling menunggu (wait and see).
Menghadapi dunia yang sedang tidak ramah, kita perlu bekerja dan saling mendukung agar bersama-sama dapat keluar dari tekanan.
Junanto Herdiawan, Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia.