Sejumlah warga mengeluhkan minimnya jumlah perahu karet yang tersedia untuk mengevakuasi korban banjir dari rumah-rumah sehingga waktu yang diperlukan untuk memindahkan seluruh warga terdampak terlalu panjang.
Oleh
J GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga mengeluhkan minimnya jumlah perahu karet yang tersedia untuk mengevakuasi korban banjir dari rumah-rumah sehingga waktu yang diperlukan untuk memindahkan seluruh warga terdampak terlalu panjang. Kecepatan evakuasi penting mengingat sumber daya untuk bertahan hidup terbatas, terutama makanan dan air minum.
Di kompleks Ikatan Koperasi Pegawai Negeri (IKPN) Bintaro, Jakarta Selatan, luapan air Sungai Pesanggrahan mengakibatkan banjir setinggi 4-5 meter pada Rabu (1/1/2020). Salah satu warga kompleks ini, Vharzha Andrefi (28), menuturkan, evakuasi tujuh anggota keluarga di rumahnya baru selesai sekitar pukul 17.00 pada Rabu. Mereka secara bergiliran menumpang perahu karet penyelamat dengan selisih waktu sekitar satu jam karena perahu tidak bisa memuat mereka semua secara sekaligus.
Vharzha dan anggota keluarga lain khawatir jika berlama-lama di dalam rumah mengingat mereka kekurangan sumber daya untuk bertahan hidup. Apalagi, mereka tidak mampu menjangkau bahan makanan di lantai satu rumah karena takut terseret banjir. ”Kesulitan lainnya, kami waktu itu kekurangan air minum dan ibu saya perlu ke toilet, sedangkan di lantai dua tidak ada toilet,” ucapnya pada Kamis (2/1/2020).
Secara keseluruhan, ada lebih kurang 700 warga di Kompleks IKPN, tetapi hanya tersedia dua perahu karet untuk evakuasi warga. Warga sampai berselisih karena berebut perahu. Vharzha dan para pemuda lain juga dimintai tolong untuk membantu evakuasi pada Rabu malam karena sejumlah sukarelawan sudah kelelahan bekerja sejak pagi hingga sore.
Keluhan serupa disampaikan Ketua RT 007 RW 001 Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, Ari Sandra Sukmawan. Ia mengatakan, seluruh RT di RW 001 yang berjumlah 10 RT terdampak banjir. RT 007 adalah salah satu wilayah dengan banjir terparah, ketinggiannya mencapai 3,5 meter.
Namun, untuk penyelamatan lebih dari 2.000 keluarga di RW 001, hanya tersedia tiga perahu karet. ”Satu perahu hanya muat 6-7 orang, sedangkan kalau bawa warga lansia (lanjut usia), kami hanya berani memuat dua orang,” ujar Ari.
Karena itu, Ari berinisiatif meminjam rakit berbahan high density polyethylene milik petugas Dinas Lingkungan Hidup untuk mempercepat evakuasi warga RT 007. Meski demikian, evakuasi tetap berjalan lama, selesai sekitar pukul 21.00.
Kesulitan lainnya, lanjut Ari, belum ada dapur umum di pos pengungsian warga RW 001 Semanan yang berlokasi di halaman Apartemen Daan Mogot City setidaknya hingga Kamis sore. Alhasil, warga mengusahakan sendiri makanan dengan membeli ke lokasi-lokasi yang jauh mengingat di sekitar lokasi banjir tidak ada yang berjualan.
Makanan juga jadi masalah di Kompleks IKPN. Menurut Vharzha, belum ada kejelasan informasi soal lokasi pengambilan bantuan makanan, sedangkan jumlah penjual makanan amat minim. Akibatnya, ada yang memanfaatkan situasi dengan menaikkan harga makanan. Pecel lele, contohnya, dijual dengan harga Rp 35.000 per porsi, sedangkan biasanya hanya Rp 15.000-Rp 20.000 per porsi.
Vharzha dan Ari berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperbaiki pelaksanaan evakuasi dan penanganan pengungsi di masa depan mengingat potensi bencana masih membayangi selama musim hujan 2019-2020 ini. Apalagi, banjir kali ini terjadi bukan di masa puncak musim hujan.
Kepala Polda Metro Jaya Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono pada Kamis siang hingga sore mengunjungi warga di tiga lokasi terdampak banjir, yakni Kompleks IKPN, RW 001 Semanan, serta area Perumahan Ciledug Indah 2 di Tangerang. Menurut dia, para warga terdampak di ketiga lokasi masih kekurangan logistik, termasuk tenda pengungsian.
Jaminan keamanan
Meski demikian, Gatot menyebutkan, jumlah personel keamanan di pengungsian di Jakarta dan sekitarnya memadai. Ia mencontohkan, di sekitar Perumahan Ciledug Indah terdapat 1 satuan setingkat kompi (sekitar 100 orang) dari Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota, 1 satuan setingkat kompi dari Komando Distrik Militer Tangerang, 1 regu (8-13 orang) Komando Pasukan Katak TNI Angkatan Laut, dan 5 regu Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri. Ada juga unsur sukarelawan.
Gatot mengatakan, kepala kepolisian sektor dan komandan rayon militer berkoordinasi untuk membagi giliran patroli seluruh unsur tersebut. Mereka secara berkala berkeliling area banjir dengan perahu karet untuk memastikan keamanan. ”Sehingga kalau ada pihak tertentu yang memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan tindakan melawan hukum, contohnya pencurian, kami dapat melakukan tindakan tegas,” ucapnya.