Awal Tahun 2020, Bandung Barat Tanggap Darurat Bencana
Sejumlah titik bencana hidrometeorologi di Kabupaten Bandung Barat dipetakan sebagai kawasan rawan bencana. Sebanyak 1.529 jiwa terdampak.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
NGAMPRAH, KOMPAS — Sejumlah titik bencana hidrometeorologi di Kabupaten Bandung Barat dipetakan sebagai kawasan rawan bencana. Sebanyak 1.529 jiwa terdampak. Pemerintah daerah menyatakan tanggap darurat bencana selama tujuh hari di awal tahun 2020.
Kawasan rawan bencana pada Selasa (31/12/2019) sore tersebut berada di tujuh titik di Kecamatan Ngamprah dan empat titik di Kecamatan Padalarang. Dari sebelas titik tersebut, satu titik berpotensi longsor, yang berlokasi di Desa Gadobangkong, sedangkan sepuluh titik lainnya adalah banjir bandang.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung Barat, Kamis (2/1/2020), warga terdampak terbanyak berada di Desa Kertajaya, Kecamatan Padalarang. Sebanyak 557 jiwa terendam banjir dengan ketinggian kurang lebih 50 sentimeter.
Banjir di desa ini juga merendam terowongan Jalan Pasirhalang setinggi lebih dari 1,5 meter sehingga tidak bisa dilalui kendaraan. Akibatnya, akses jalan dari Padalarang ke pusat pemerintahan kabupaten di daerah Ngamprah terputus dari pukul 16.00 hingga pukul 18.00.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bandung Barat Duddy Prabowo menuturkan, pihaknya menyatakan Kabupaten Bandung Barat berstatus Tanggap Darurat Bencana terhitung 1-7 Januari 2020. Sebelas titik tersebut menjadi perhatian khusus, mulai dari pemenuhan kebutuhan warga hingga antisipasi terjadi bencana susulan.
Duddy melanjutkan, dua pos pengungsian didirikan, yaitu di Desa Mekarsari, Kecamatan Padalarang, dan di Perumahan Cimareme Indah, Kecamatan Ngamprah.
Selain untuk koordinasi bantuan, posko ini menjadi dapur umum untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan. Banyak barang yang tidak bisa digunakan akibat terendam air dan lumpur sehingga warga terdampak belum mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Menurut Duddy, banjir di daerah Bandung Barat tersebut berasal dari luapan Sungai Cihaur dan anak-anak sungai di sekitarnya. Karena itu, dia mengimbau warga untuk berkoordinasi dengan pejabat setempat jika hujan deras terjadi. Perangkat kewilayahan dan warga juga diminta lebih memperhatikan lingkungan dan memastikan saluran air bebas dari sampah.
”Ada beberapa aliran sungai yang sering meluap saat terjadi hujan deras dari hulu. Warga sekitar sungai juga diminta waspada dan lebih peduli terhadap lingkungan. Jika ada tumpukan sampah, diharapkan warga berkoordinasi membersihkannya sehingga saluran tidak tersumbat,” tuturnya.
Mencari solusi
Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum dalam kunjungannya ke lokasi bencana menjawab tudingan bahwa banjir disebabkan oleh pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang berada di sekitar saluran air. Menurut Uu, semua pihak tidak saling menyalahkan dan mengedepankan koordinasi untuk menyelesaikan persoalan ini.
”Perusahaan dan pemerintah daerah sudah berkoordinasi dan sepakat akan memberikan ganti rugi. Artinya, sudah ada sinergi. Setiap pihak sebaiknya mencari solusi agar banjir tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Perusahaan dan pemerintah daerah sudah berkoordinasi dan sepakat akan memberikan ganti rugi.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (PT KCIC) Chandra Dwiputra saat mendampingi Wakil Gubernur menambahkan, penyebab banjir kemarin adalah aliran air yang deras dan tersumbatnya gorong-gorong akibat sampah. Mengatasi hal itu, pihaknya menerapkan tiga solusi, yaitu meminimalkan saluran air, memasang saringan sampah, dan menyiagakan pompa.
Untuk kerugian, PT KCIC bersama Pemkab Bandung Barat akan mendata kerugian warga dan memberikan santunan sesuai kebutuhan.
”Sebagai antisipasi, kami akan coba mengurangi masukan air ke lokasi underpass dan meminimalkan sampah. Jika air sudah naik, kami akan bantu dengan pompa. Yang penting kami kondisikan agar tidak terjadi banjir,” tuturnya.