Pencurian Ikan Kembali Marak, Tangkapan Nelayan Natuna Anjlok
Pencurian ikan yang kembali marak di perairan Natuna Utara, Kepulauan Riau, turut memicu penurunan tangkapan nelayan lokal. Penggunaan pukat harimau kapal-kapal Vietnam dan China jadi salah satu penyebab.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pencurian ikan yang kembali marak di perairan Natuna Utara, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, turut memicu penurunan tangkapan nelayan lokal. Penggunaan pukat harimau oleh kapal-kapal dari Vietnam dan China dituding jadi penyebab. Tindakan tegas pemerintah dinanti.
Ketua Rukun Nelayan Lubuk Lumbang Kelurahan Bandarsyah di Kecamatan Bunguran Timur, Suherman, Jumat (3/1/2020), mengatakan, tangkapan ikan nelayan sejak awal Desember 2019 rata-rata hanya 1 ton per pekan. Padahal, sebelumnya bisa 3 ton per pekan. Penurunan tersebut seiring kembali masuknya kapal-kapal asing penangkap ikan di perairan Natuna Utara.
”Pencuri ikan itu mengincar ikan bernilai tinggi, angoli dan kakap merah, harganya Rp 60.000 per kilogram. Kalau saja tidak ada pencurian, nelayan tradisional di Natuna bisa makmur,” kata Suherman.
Sepanjang Desember 2019, kapal-kapal pencuri ikan dari Vietnam dan China kembali memasuki Laut Natuna Utara dengan dikawal kapal penjaga laut masing-masing. Padahal, berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, perairan itu merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
Padahal, kapal-kapal asing sempat jarang memasuki wilayah Natuna Utara saat kebijakan penenggelaman kapal bagi pencuri ikan yang tertangkap diberlakukan pada masa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Selama beberapa tahun terakhir, tindakan tegas itu dinilai berhasil membuat kapal asing takut masuk ke Laut Natuna Utara. Nelayan lokal merasa aman dan terlindungi.
”Hampir semua nelayan di Natuna menangkap ikan dengan kapal kecil dan cara tradisional. Kami hanya mengambil (ikan) secukupnya agar anak dan cucu nanti tak kehabisan,” ujar Suherman.
Hal senada juga diungkapkan Rodhial Huda yang merupakan salah satu tokoh nelayan di Natuna. Ia menyatakan, pengawasan di Laut Natuna Utara perlu kembali ditingkatkan dengan menambah jumlah patroli penjaga laut. Kehadiran aparat sangat penting untuk menjaga laut Indonesia dari para pencuri.
Potensi sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 711 yang meliputi Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan sebesar 767.126 ton. Pemberdayaan nelayan dan pengawasan perlu ditingkatkan agar potensi itu tidak menjadi sia-sia.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Natuna Zakimin menambahkan, jumlah nelayan di Natuna saat ini diperkirakan sekitar 20.000 orang. Mayoritas mengandalkan kapal tangkap berukuran 3 gros ton (GT) hingga 5 GT. Ukuran itu sangat kecil dibandingkan dengan kapal asing pencuri ikan yang lebih dari 30 GT.
”Kalau ketemu pencuri ikan, nelayan (lokal) biasanya tidak akan berani mendekat. Kapal asing itu jauh lebih besar dan dikawal penjaga laut. Bagaimana mau mengusir, terkena ombak dari kapal itu saja (kapal) kami bisa terbalik atau malah tenggelam,” kata Zakimin.
Dengan Vietnam yang tengah kesulitan memenuhi kebutuhan ikan dan China yang agresif di Laut China Selatan, ancaman di Laut Natuna Utara diperkirakan terus meningkat. Zakimin berharap pemerintah pusat dapat kembali mengambil kebijakan tegas dan jelas menangani persoalan ini.
”Laut tidak bisa dipagari, untuk itu perlu selalu ada patroli yang mengawasi setiap saat,” ucap Zakimin.