Pascabanjir dari luapan Sungai Ciliwung, warga Kampung Pulo, Jakarta Timur, hingga saat ini mulai kewalahan membersihkan lumpur yang masuk ke rumah mereka. Warga sangat membutuhkan tenaga petugas kebersihan.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pascabanjir dari luapan Sungai Ciliwung, warga Kampung Pulo, Jakarta Timur, hingga saat ini mulai kewalahan membersihkan lumpur yang masuk ke rumah mereka. Warga sangat membutuhkan tenaga petugas kebersihan untuk mengangkut tumpukan lumpur dan sampah. Tidak hanya itu, warga juga menanti bantuan makanan, obat, dan pakaian.
Hingga pukul 17.30, warga Kampung Pulo, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, masih membersihkan lumpur yang masuk ke dalam rumah mereka. Sebagian perabotan dan kasur yang tidak bisa diselamatkan, mereka letakkan di tepi gang bersama tumpukan sampah dan lumpur. Tumpukan lumpur setinggi 10-20 sentimeter di sejumlah ruas gang perumahan menimbulkan bau busuk.
Kondisi tersebut membuat warga cemas dan khawatir terserang penyakit karena belum ada tenaga petugas kebersihan yang membantu membersihkan lingkungan. Alhasil, warga saling membantu membersihkan lingkungan dengan peralatan seadanya. Seperti yang diungkapkan Asep (47), warga Kampung Pulo.
”Jika tidak segera dibersihkan, kami khawatir berbagai penyakit mulai menyerang kami. Sampai saat ini (Kamis sore) belum ada petugas yang datang. Kalau mengandalkan alat dan tenaga warga saja tentu tidak cukup. Semoga petugas segera datang membantu kami,” ujar Asep, Jumat (3/1/2020), yang membersihkan rumahnya sejak air mulai surut sekitar 04.00.
Di tengah rasa khawatir, warga juga mulai tampak letih dan kelaparan karena tak kunjung mendapatkan bantuan makanan. Lia (47), warga lain, hingga pukul 18.00, dengan dua lilin untuk menerangi rumahnya yang gelap, belum selesai membersihkan lumpur yang masuk ke dalam rumahnya.
”Sebagian rumah sudah nyala listriknya, kebetulan sekring listrik rusak karena terendam banjir. Enggak apa-apa pakai lilin dulu. Semoga petugas PLN bisa segera datang. Sementara yang dibutuhkan pakaian layak dan makanan. Enggak bisa masak karena kompor enggak bisa hidup, rusak,” kata Lia.
Dampak banjir tidak hanya membuat perabotan rumah tangga Lia rusak. Surat berharga miliknya pun rusak. Ia berharap, setelah lingkungan bersih, ia bisa mengurus surat-surat tersebut.
”Semoga nanti enggak ribet atau dipersulit saat mengurus surat. Saya berharap dipermudah,” ujar Lia.
Sukarelawan
Sementara itu, di tepi bantaran Sungai Ciliwung, Rasti (45) harus berdesakan dengan warga lain untuk mendapatkan sebotol air mineral ukuran 1,5 liter dari salah satu posko sukarelawan. Setelah berdesakan, ia pergi ke posko lain untuk mengambil tiga bungkus makanan. Ia tidak bisa mengambil lebih dari tiga bungkus karena dijatah oleh petugas posko bahan pokok.
”Tiga bungkus ini untuk dua anak, suami, dan satu keponakan. Yang penting anak makan dulu. Saya dan suami tadi siang sudah makan mi instan. Sebenarnya dapat bahan pokok juga, tapi saya enggak bisa masak, kompor rusak,” ujar perempuan yang sudah tinggal di Kampung Pulo sejak 23 tahun lalu itu.
Tak hanya itu, dengan mata berkaca-kaca, ia berjalan cepat menuju rumahnya karena anak bungsunya yang berusia 6 tahun terserang demam. Di tangan kirinya ia membawa bungkus obat yang ia dapat secara gratis di posko kesehatan.
”Semoga bantuan cepat datang. Kami sangat membutuhkan. Bantuan memang sudah datang, tapi banyak warga yang belum dapat bantuan. Petugas kebersihan semoga cepat datang, begitu juga dengan bantuan lainnya,” katanya.