Banjir Solidaritas Kemanusiaan
Keprihatinan telah menggugah banyak orang untuk bergandengan tangan membantu para korban banjir di Jakarta dan sekitarnya. Dalam sekejap, kelompok-kelompok sukarelawan terbangun.
Keprihatinan telah menggugah banyak orang untuk bergandengan tangan membantu para korban banjir di Jakarta dan sekitarnya. Dalam sekejap, kelompok-kelompok sukarelawan terbangun. Beragam jenis bantuan mengalir cepat tanpa perlu menunggu perintah.
”Selamat siang, nama saya Gilang. Saya join grup ini setelah dapat info dari Twitter. Saya mau ikut bantu sebagai sukarelawan,” kata Gilang dalam ketikan perkenalannya di jejaring sosial ”Relawan Water Rescue” di Whatsapp, Kamis (2/1/2020).
Keprihatinan atas bencana banjir besar di Jakarta dan sekitarnya telah mengetuk pintu hati Gilang untuk mengulurkan bantuan. Keinginannya disambut anggota grup lain yang memang belum mengenal satu sama lain.
Namun, dalam waktu kurang dari sehari, hampir dari 300 orang sudah bergabung dalam grup yang dikoordinasi sukarelawan Human Initiative Volunteer Energy (HIVE) itu.
”Saya belum pernah ikut kegiatan evakuasi bencana, tetapi saya punya sertifikat water rescue dan first aider. Lokasi saya di Jatiwarna, Pondok Gede,” tambah Gilang menjelaskan spesifikasi bantuan yang dapat ia berikan.
Kamis sore, para anggota grup berembuk di kawasan Cipayung. Gilang hadir bersama tiga temannya.
Dua di antara mereka yang hadir adalah Emalia, karyawan swasta, dan Tiara, seorang pelajar. Keduanya baru menyelesaikan pelatihan pertolongan atau evakuasi bawah air dari Badan SAR Nasional (Basarnas). ”Karena sudah mendapat pelatihan dari lembaga tepercaya. Ilmunya sudah dapat, jadi kami mau ngerasain lapangan langsung,” ujar Emalia.
Setali tiga uang, Gilang ingin meningkatkan kesadaran orang lain akan pentingnya penyelamatan dalam air. Kemampuan itu perlu dimiliki warga Jakarta yang langganan banjir.
”Risiko banjir, kan, terprediksi saat musim hujan. Walaupun enggak sebesar kali ini, pasti beberapa titik ada banjir setiap musim hujan. Jadi, menurut saya, di setiap RT atau RW perlu ada orang yang dilatih untuk pertolongan bawah air,” ujarnya.
Tidak hanya mengevakuasi korban banjir, tim juga memikirkan rencana menyalurkan bantuan logistik kepada para korban di Jakarta Timur. Hari itu juga mereka memetakan wilayah yang akan didatangi.
Bantu logistik
Salah seorang anggota grup, Choirul (20), pun langsung turun ke lokasi banjir di wilayah Permata Intan, Kelurahan Bidara Cina, Jatinegara. Ia membantu pembagian logistik bagi korban banjir di daerah itu. ”Saya masuk grup ini dari tautan di media sosial. Kebetulan sedang tidak ada kegiatan, terus ada yang mengajak,” ujar mahasiswa tahun ketiga tersebut.
Sekitar 5 kilometer dari sana, Hansa dan kawannya, Fardhiaz, membagikan makanan kepada warga yang berkumpul di lokasi evakuasi korban banjir di RW 012 Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan.
Tim dari pemadam kebakaran dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dengan perahu karet, tengah berupaya menyelamatkan warga yang terjebak banjir di dalam rumah.
Hansa dan Fardhiaz merupakan sebagian dari pelajar SMA Negeri 8 yang turut membantu korban banjir di daerah itu. Mereka membagikan 120 kotak makanan kepada korban banjir di sekitar sekolah mereka yang juga terendam banjir.
Menurut Hansa, meski masih libur sekolah, para siswa berinisiatif memberi sumbangan. Hasil sumbangan dipakai membeli makanan. Lalu, makanan dibagi-bagikan kepada korban banjir.
”Memang kalau untuk makanan sudah banyak bantuan. Tetapi, tenaga sukarelawan untuk menyalurkan bantuan itu masih dibutuhkan banget di sini,” ujarnya.
Banjir yang terjadi pada Rabu (1/1) itu disebut kejadian banjir terbesar sejak beberapa tahun belakangan. Berdasarkan pantauan BNPB, ada 169 titik banjir di seluruh wilayah Jabodetabek dan Banten.
Titik banjir terbanyak berada di Provinsi Jawa Barat, yakni 97 titik, DKI Jakarta 63 titik, dan Banten 9 titik. Dari total 63 titik banjir di Jakarta, Jakarta Selatan memiliki titik banjir terbanyak, yaitu 39 titik.
Banjir kiriman dari hulu itu memaksa 31.232 warga mengungsi. Berdasarkan data BNPB, korban jiwa akibat banjir tersebut telah mencapai 43 orang.
Tak menunggu instruksi
Demi solidaritas bagi para korban banjir di Jabodetabek, kelompok-kelompok sukarelawan terbangun. Bantuan pun dengan cepat mengalir tanpa menunggu instruksi.
Di pelataran Masjid Raya Universitas Borobudur, Jakarta Timur, Jumat siang, anak-anak korban banjir dihibur sejumlah mahasiswa sukarelawan. Sejak pagi, anak-anak ini bermain tebak-tebakan, lalu bernyanyi. Mereka dipandu lima mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Ria Husada, Jakarta Timur. Kebetulan, para mahasiswa itu sedang magang di puskesmas.
Salah seorang sukarelawan, Izzatul Jannah (21), bercerita, kegiatan dimulai sejak Kamis. ”Saya salut sama anak-anaknya, tetap semangat dan gembira meski rumahnya kebanjiran,” kata mahasiswa jurusan kesehatan masyarakat ini.
Vio (10), salah seorang anak yang ikut bermain, bercerita, rumahnya terendam hingga 2 meter. Ia beserta kedua orangtuanya masih mengungsi di
dalam bangunan kampus. Tak hanya rumah, sekolahnya
juga terendam banjir. Padahal, Senin depan ia mulai masuk sekolah.
Selain dari Stikes Mitra Ria Husada, mahasiswa Universitas Borobudur selaku tuan rumah tak mau ketinggalan. ”Orang lain saja datang ke sini, masak kami tidak,” kata Bagas (18).
Seharusnya, Bagas, Fatimah Arif (18), dan tiga mahasiswa lainnya dari jurusan psikologi mengikuti mata kuliah filsafat ilmu pagi itu. Namun, jumlah mahasiswa yang masuk tidak sampai 10 orang. Mereka pun disarankan untuk ”praktik kuliah” di pos pengungsian.
Ibu Negara
Saat mengunjungi warga Kelurahan Periuk Jaya, Kota Tangerang, Nyonya Iriana Joko Widodo, Nyonya Wury Ma’ruf Amin, serta OASE memberikan bantuan selimut, sarung, makanan instan, beras, pembalut dan popok, serta peralatan untuk membersihkan rumah, seperti sikat, ember, dan pel. ”Semoga sehat semua, bisa kembali ke rumah masing-masing,” ujar Ny Iriana.
Ia pun mengajak para ibu bernyanyi bersama agar tak larut dalam sedih. Harapannya, hati gembira membuat lelah hilang. Warga pun berseloroh, ”Apalagi kalau dikasih kasur, Bu, lelahnya hilang semua.”
Wahyudin (51), warga setempat, bercerita selama ini ia tak pernah mengalami banjir kecuali pada awal tahun ini. Namun, ia memilih tak mengungsi agar tetap dapat membantu warga yang kebanjiran. ”Saya enggak ngungsi karena nolong warga lain. Mondar-mandir puskesmas,” ujarnya.
Solidaritas memang dapat tumbuh di mana pun. Demi rasa kemanusiaan, bantuan mengalir tanpa pamrih.
(ERK/FAI/INA)