Mencegah ”Stunting” di Desa
Salah satu masalah yang dihadapi desa saya adalah tingginya angka stunting. Menurut pendataan puskesmas, kekerapan stunting di desa saya mencapai 40 persen.
Sejak pensiun dari Kementerian Sosial, saya dan istri pulang dan menetap di desa. Kedua anak saya tinggal di kota karena mereka masih kuliah. Istri saya menjual tas pandan melalui pemasaran daring. Lumayan juga penghasilannya sehingga dapat menambah tabungan kami.
Kedua anak saya sudah mandiri. Mereka juga aktif berdagang secara daring sambil kuliah. Penghasilannya sekitar Rp 1 juta per bulan, cukup untuk uang saku karena mereka masih tinggal dan menjaga rumah kami yang di kota. Bahkan, dua kamar sekarang dikontrakkan untuk teman mahasiswa mereka.
Selama setahun kembali jadi orang desa, saya melihat sebenarnya potensi desa saya cukup besar. Tanah masih luas. Petani menanam kopi serta sayur-sayuran. Ada juga yang beternak ayam dalam jumlah besar. Perdagangan memang masih terbatas pada hasil pertanian dan peternakan. Toko keperluan sehari-hari tak seramai di kota besar karena semua rumah tangga berusaha memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dari pertanian dan peternakan.
Tak banyak lagi kebutuhan bahan pokok yang perlu dibeli. Apalagi, beberapa keluarga sekarang mengembangkan industri rumah tangga, misalnya membuat sabun cuci.
Salah satu masalah yang dihadapi desa saya adalah tingginya angka stunting. Menurut pendataan puskesmas, kekerapan stunting di desa saya mencapai 40 persen. Padahal, data terakhir yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan, angka stunting nasional sudah turun hingga tinggal 27 persen.
Meski sudah turun, tampaknya pemerintah berusaha keras untuk menanggulanginya sehingga stunting merupakan salah satu masalah yang akan diatasi secara lintas sektoral dan juga mengikutsertakan masyarakat. Saya cukup banyak punya waktu luang dan sebagai mantan pegawai pemerintah punya hubungan baik dengan aparat desa.
Apa yang dapat saya lakukan untuk ikut menggerakkan masyarakat agar peduli pada masalah stunting dan masyarakat dapat mencegah stunting? Kita semua berharap Indonesia 2045 akan dapat diwujudkan. Pada ulang tahun kemerdekaan kita yang ke-100 nanti, Indonesia menjadi negara yang sejahtera, aman, dan makmur. Kesempatan untuk mewujudkan cita-cita tersebut harus segera dimulai karena pada tahun 2020 ini kita mulai memasuki keadaan bonus demografi. Kelompok umur produktif melebihi kelompok umur anak-anak dan orang usia lanjut.
Jika kelompok usia produktif ini bermutu baik, pertumbuhan ekonomi kita akan meningkat. Salah satu ancaman mutu sumber daya manusia kita adalah masih tingginya angka stunting. Mudah-mudahan dengan adanya kerja sama pemerintah dan masyarakat, masalah stunting di Indonesia dapat diatasi dalam waktu yang tak terlalu lama. Mohon pendapat Dokter. Terima kasih.
J di T
Saya mengucapkan selamat menikmati masa pensiun kepada Anda di desa yang tenang. Semoga Anda dan istri tetap sehat dan tetap produktif.
Kepedulian Anda pada masalah stunting di desa akan amat membantu mengatasi masalah itu di desa Anda. Pengalaman Anda yang lama di Kementerian Sosial dapat menjadi modal besar dalam membantu aparat desa untuk mengatasi masalah stunting.
Seperti kita ketahui, stunting adalah keadaan kekurangan gizi kronik pada anak-anak. Kekurangan gizi amat berpengaruh pada 1.000 hari pertama kehidupan, mulai dari janin dalam kandungan sampai lebih kurang usia dua tahun. Jika selama 1.000 hari pertama dalam kehidupan anak mengalami gizi kronik, dia akan mengalami pertumbuhan fisik serta perkembangan kecerdasan yang lambat. Anak yang mengalami stunting mudah terkena infeksi berulang yang akan memperburuk kesehatannya.
Program mencegah dan mengatasi stunting dilakukan secara komprehensif melibatkan berbagai kementerian serta, seperti yang Anda kemukakan juga, melibatkan masyarakat dan tokoh masyarakat. Kelompok yang juga berpotensi untuk diikutsertakan dalam pencegahan stunting adalah remaja.
Remaja desa dapat dilatih untuk memahami masalah stunting dan ikut menanggulanginya. Peran utama mereka adalah mencari anak-anak di keluarga ataupun tetangga yang dicurigai stunting serta mengajak orangtua agar membawa anak mereka ke puskesmas untuk dilakukan penilaian.
Jika semua anak yang mengalami stunting dapat ditemukan, puskesmas dengan bantuan berbagai instansi lain akan berusaha melalukan pencegahan dan penanganan stunting.
Penyebab stunting cukup banyak, seperti kekurangan gizi, infeksi berulang, atau kekurangtahuan orangtua dalam mengasuh anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik. Masih ada perilaku yang kurang mendukung hidup sehat serta pendapatan keluarga yang masih rendah. Pelita Desa, organisasi kemasyarakatan yang berdiri di Kabupaten Bogor, mencoba melatih remaja untuk menjadi sukarelawan mencegah stunting.
Untuk itu, remaja desa mendapat informasi tentang 1) pentingnya gizi remaja putri, 2) bahaya perkawinan usia dini, 3) gizi ibu hamil, 4) kunjungan ibu hamil ke layanan kesehatan, 5) melahirkan di layanan kesehatan, 6) imunisasi bayi, 7) penatalaksanaan bayi lahir dengan berat badan rendah, 8) ASI eksklusif, 9) makanan tambahan pada bayi dan anak, 10) jajanan sekolah, 11) kebersihan diri dan lingkungan, 12) peningkatan pendapatan keluarga, dan 13) alat ukur untuk mendeteksi stunting.
Semua informasi ini tersedia di Kementerian Kesehatan, terutama di layanan kesehatan keluarga. Pelita Desa melalui Akademi Desa menyebarluaskan informasi tersebut melalui media sosial serta pelatihan tatap muka. Dengan tersedianya teknologi informasi serta penggunaan media sosial yang marak di desa, Pelita Desa telah melatih remaja desa untuk mampu berdagang secara daring serta ikut memajukan desa dan ikut pula memecahkan persoalan desa, seperti halnya stunting.
Ada kecenderungan yang cukup menggembirakan. Belum lama saya berbincang-bincang dengan remaja di sebuah desa di Temanggung. Agak di luar dugaan saya, keinginan untuk berkarya di desa cukup tinggi.
Kita juga sekarang menyaksikan banyak anak desa yang mendapat kesempatan kuliah di perguruan tinggi meski sebagian besar hanya mampu menikmati sekolah menengah. Jika generasi mendatang dijaga agar tak sampai mengalami stunting, kita akan mempunyai sumber daya manusia yang unggul, produktif, dan mampu bersaing dengan generasi muda negara lain.
Di Indonesia terdapat lebih dari 80.000 desa dan kampung. Tentu tidak mudah melatih remaja desa sebanyak itu. Diperlukan lebih banyak lembaga swadaya masyarakat yang mau mendampingi remaja desa untuk tumbuh dan bermanfaat bagi desanya. Anda dapat melatih remaja desa Anda tentang cara melaksanakan kegiatan sosial serta cara mengenali anak-anak yang dicurigai stunting dan mengajak orangtuanya membawa anak tersebut ke layanan kesehatan.
Pengalaman remaja terlibat dalam upaya penanggulangan stunting akan menjadi modal utama bagi mereka ketika menjadi orangtua kelak. Remaja putri akan menjadi ibu dan dengan pengetahuan serta pengalaman mereka dalam program ini, diharapkan mereka dapat mencegah stunting di keluarga baru mereka kelak.
Desa kita sekarang telah berubah. Lebih penting lagi, perhatian pada desa sudah semakin besar, baik dari pemerintah, lembaga masyarakat, maupun akademisi. Stunting pada umumnya lebih banyak ditemukan di desa. Kita berharap remaja desa akan dapat ikut menurunkan angka stunting di desa mereka.