Angkat Besi Siapkan Dana Talangan
PB PABBSI menyiapkan dana talangan untuk mengantisipasi keterlambatan bantuan anggaran pelatnas tahun 2020. Sejauh ini, baru 12 cabang yang menyelesaikan laporan pertanggungjawaban anggaran 2019.
JAKARTA, KOMPAS – Tim angkat besi Indonesia menyiapkan dana talangan Rp 600-900 juta untuk mengantisipasi keterlambatan anggaran pelatnas 2020. Anggaran dibutuhkan karena Eko Yuli Irawan dan kawan-kawan memasuki masa krusial, yakni periode terakhir kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020.
Pada periode terakhir ini, ada empat kejuaraan penting yang akan diikuti para lifter, yaitu Kejuaraan Internasional Fajr Cup, 1-5 Februari di Rasht, Iran; Kejuaraan Asia di Nur-Sultan, Kazakhstan, 16-25 April; Kejuaraan Asia Yunior, 13-19 Februari, di Tashkent, Uzbekistan; dan Kejuaraan Dunia Yunior pada 14-21 Maret di Bucharest, Romania.
Manajer tim angkat besi Indonesia Alamsyah Wijaya mengatakan, dana talangan itu dipakai untuk memenuhi konsumsi dan akomodasi atlet selama berada di pelatnas angkat besi. ”Ini belum bicara kejuaraan karena untuk empat kejuaraan, anggaran yang dibutuhkan hampir Rp 3 miliar,” kata Alamsyah, di Jakarta, Jumat (3/1/2019).
Alamysah mengatakan, tim angkat besi harus mengantisipasi keterlambatan anggaran pelatnas mengingat hingga kini belum ada pembahasan mengenai program 2020. Ini adalah masalah klasik yang berulang. Padahal, PB PABBSI sudah mengajukan proposal anggaran pada akhir 2019. Apabila dana talangan tidak disiapkan, pelatnas terancam mundur dari jadwal yang sudah ditetapkan, yaitu Senin (6/1/2020).
”Kemunduran jadwal pelatnas bisa memengaruhi peluang Indonesia bersaing di Olimpiade Tokyo 2020. Kami tidak mau itu terjadi. Jadi, saya sudah bicara dengan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum PB PABBSI bahwa apa pun yang terjadi, pelatnas harus jalan terus,” katanya.
Berdasarkan perhitungan peringkat dunia dari Federasi Angkat Besi Internasional (IWF), Indonesia berpeluang besar meloloskan Eko Yuli Irawan (kelas 61 kilogram putra) dan lifter yunior berusia 17 tahun, Windy Cantika Aisah (49 kg putri). Kedua lifter ini berada pada delapan besar dunia, syarat lolos ke Olimpiade.
Selain wajib menempati peringkat delapan besar dunia, atlet juga harus mengikuti minimal enam kejuaraan dalam 18 bulan periode kualifikasi Olimpiade. Kualifikasi terbagi tiga periode. Periode terakhir belangsung pada Desember 2019-April 2020.
Saat ini, Eko berada di posisi kedua setelah mengikuti lima kejuaraan. Adapun Windy menempati peringkat keenam, juga dari lima kejuaraan. Eko dan Windy dituntut menjaga peringkat dan wajib mengikuti minimal satu kejuaraan lagi untuk tampil di Tokyo 2020.
Selain Eko dan Windy, Indonesia punya peluang mengirimkan Deni di kelas 67 kg. Saat ini Deni menempati peringkat ke-12. Menurut Alamysah, Deni berpeluang memperbaiki peringkat mengingat di kelasnya terdapat beberapa lifter dari negara yang sama. Padahal, setiap negara hanya dapat mengirimkan satu wakil pada setiap kelas lomba.
Di kelas 67 kg, ada empat lifter China di posisi delapan besar, yakni Chen Lijun, Feng Lyudong, Qin Fulin, dan Huang Minhao. ”Kalau tiga lifter China dicoret, peringkat Deni bisa naik. Jadi, peluang Deni masih besar untuk lolos ke Olimpiade,” kata Alamsyah.
Untuk memastikan diri lolos ke Olimpiade, Deni menggunakan waktu libur tahun baru untuk berlatih. Ia menjadi satu-satunya atlet yang bertahan di pelatnas untuk memperbaiki angkatannya. ””Saya optimis masih ada tiket ke Olimpiade. Masih ada kejuaraan yang harus diikuti, peluang masih ada,”
Sementara it di kelas 73 kg, peluang Rahmat Erwin Abdullah dan Triyatno untuk lolos cukup berat. Saat ini, Erwin menempati peringkat ke-16, sedangkan Triyatno peringkat ke-33. Pada penampilan terakhir di Kejuaraan Internasional Qatar Terbuka, 20-23 Desember, Triyatno gagal mengulang angkatan total terbaiknya 326 kg. Di Qatar, Triyatno menempati peringkat keempat dengan catatan total 319 kg (snatch 142 kg, clean and jerk 142 kg). Dengan hasil ini, peluang peraih dua keping medali Olimpiade itu untuk tampil di Tokyo 2020 semakin kecil.
Di Qatar, lifter putri Nurul Akmal di kelas +87 kg meraih dua keping perak dan satu perunggu. Dua perak berasal dari angkatan snatch 113 kg, dan clean and jerk 148 kg. Untuk total angkatan, Nurul Akmal meraih perunggu dengan total angkatan 261 kg. Saat ini, Nurul Akmal menempati peringkat ke-18 dunia.
12 cabang
Sejauh ini, baru 12 cabang yang menyerahkan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran pelatnas 2019 secara lengkap. Hal itu karena cabang lain menemui hambatan menyusun laporan. Kementerian Pemuda dan Olahraga pun akan membantu agar laporan bisa diselesaikan sebelum Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit anggaran Kemenpora pada akhir Januari.
Kepala Bidang Olahraga Internasional sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora Yayan Rubaeni di Jakarta, Jumat (3/1/2020), mengatakan, ke-12 cabang itu adalah kickboxing, dayung, jujitsu, layar, dansa, selancar, biliar, bola voli, angkat besi, wushu, silat, dan senam.
Sebanyak 21 cabang sudah melapor tetapi belum lengkap, ada yang baru memasukkan laporan berkas keuangan dan ada yang melaporkan berkas kegiatan. Adapun 17 cabang belum melaporkan sama sekali.
Yayan menuturkan, Kemenpora mencatat ada tiga hambatan utama yang dihadapi cabang dalam membuat laporan. Hambatan itu adalah perhitungan pajak, pengadaan barang dengan harga di atas Rp 400 juta, dan revisi penggunaan anggaran. Yang cukup pelik adalah pengadaan barang dengan harga di atas Rp 400 juta yang harus dengan mekanisme lelang. Namun, banyak cabang yang tidak paham dalam tata cara penerapan lelang tersebut.
Untuk mengatasi itu, Kemenpora telah membuat pedoman untuk pengadaan barang dan jasa yang disampaikan pada bimbingan teknis di Solo, Jawa Tengah, 19 Desember. Namun, , pedoman itu baru bisa bekerja efektif pada tahun 2020. ”Untuk laporan tahun 2019, kami siap membantu dengan menurunkan petugas pendamping,” katanya.
Masalah pelik lain adalah revisi anggaran. Sejumlah cabang merubah subkomponen penggunaan anggaran, seperti semula untuk ikut uji coba dialihkan untuk membeli alat, membayar akomodasi, dan transportasi. Hal itu tidak dibenarkan. ”Ini cukup berat. Kemungkinan, masalah ini langsung diserahkan ke BPK. Nanti, tinggal penjelasannya yang harus jelas. Kami pun siap mendampingi menghadapi itu,” tuturnya.
Yayan mengutarakan, selain cepat, pihaknya berusaha agar cabang-cabang itu bisa melaporkan berkasnya dengan lengkap dan benar sehingga tidak menimbulkan potensi temuan di BPK. Jika terlambat, otomatis pengucuran anggaran tahun 2020 akan tertunda hingga urusan laporan 2019 tuntas.
Kalau ada temuan di BPK, tidak menutup kemungkinan mereka dapat sanksi mulai dari teringan berupa pengurangan anggaran bantuan 2020 hingga terberat berupa tidak diberikan sama sekali. ”Namun, kami tidak ingin cabang mendapatkan masalah. Kalau anggaran mereka telat, dikurangi, bahkan tidak diberikan, yang paling dirugikan adalah atlet yang tidak tahu apa-apa mengenai persoalan yang ada. Pembinaan mereka juga bisa terhambat,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PRSI Wisnu Wardhana menyampaikan, pihaknya memang belum melaporkan pertanggungjawaban 2019. Selain karena kegiatan yang padat hingga akhir tahun 2019, mereka juga mengutamakan kehati-hatian. Mereka tidak ingin laporan yang diserahkan asal-asalan sehingga nanti justru dikembalikan. Apalagi jika ada temuan, pengurus cabang yang menanggung risikonya.